Ketika kemarau disambut nelayan Garut

Minggu, 07 Oktober 2012 - 12:39 WIB
Ketika kemarau disambut nelayan Garut
Ketika kemarau disambut nelayan Garut
A A A
Sindonews.com - Musim kemarau berkepanjangan telah menyebabkan kekeringan di sejumlah sektor Kabupaten Garut. Dampak negatif akibat kemarau sangat terasa pada sektor pertanian seperti ancaman kegagalan panen, kesehatan seperti maraknya penyakit gatal-gatal dan diare, hingga kesulitan warga dalam memperoleh air bersih.

Namun siapa sangka, di balik sejumlah dampak negatif yang telah dimulai sejak April lalu itu, efek kekeringan akibat kemarau panjang malah disambut positif oleh ribuan nelayan pesisir pantai kawasan Garut Selatan. Antusiasnya para nelayan ini tidak lain disebabkan oleh melimpahnya tangkapan ikan jenis layur.

“Selain tingginya nilai harga jual, ikan layur juga sangat mudah ditangkap,” tutur Oip, 43, seorang nelayan asal Kampung Pamalayan, Desa Pamalayan, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, saat ditemui kemarin.

Menurut Oip, ia dan para nelayan lainnya tidak perlu menyiapkan bensin agar bisa jauh ke tengah laut untuk memperolehnya. Di musik kemarau yang berlangsung lebih dari lima bulan, kata Oip, ikan jenis ini malah mendekati dan mudah ditemuikan di wilayah pantai.

“Modal kita sangat sedikit untuk bisa menangkap ikan layur. Masing-masing nelayan hanya cukup menyiapkan modal sebesar Rp15 ribu. Modal itu hanya untuk biaya umpan saja karena ikan jenis ini hanya bisa ditangkap dengan cara dipancing. Dalam satu benang pancingan, saya bisa menangkap 100 ekor sekaligus. Di soal harga, ikan jenis layur biasa kami jual Rp12 ribu per kg. Per hari, rata-rata ikan yang bisa saya peroleh sebanyak 50 kg. Jika ditotal, dalam satu hari itu saya bisa mendapat Rp600 ribu hanya dengan modal Rp15 ribu tadi,” urainya.

Pada musim kemarau, tambah Oip, bukan berarti keberadaan ikan-ikan jenis lain, seperti tongkol, kakap, tenggiri, dan lainnya, menghilang di lautan. Di musim ini, para nelayan lebih suka memilih untuk menangkapi ikan layur bila dibandingkan dengan jenis ikan-ikan tadi.

“Harga ikan di luar jenis layur, seperti tongkol dan yang lainnya malah jatuh lebih murah. Paling-paling hanya Rp5 ribu per kg. Di tambah lagi, ikan-ikan itu hanya bisa ditangkap di tengah laut. Kami harus modal banyak minyak bensin untuk sampai ke sana. Jadi, besarnya modal yang dikeluarkan tidak sebanding dengan hasil yang kami peroleh,” ucapnya.

Hal senada diungkapkan Sekjen Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Garut Lumanulhakim. Menurut Lukman, musim kemarau tahun ini telah memberikan berkah yang melimpah bagi para nelayan kawasan Garut Selatan.

“Penghidupan para nelayan diluar musim kemarau sangat pas-pasan. Mereka harus bergelut dengan tingginya biaya operasional perahu motor, semisal besarnya uang untuk membeli minyak bensin, dan sulitnya memperoleh ikan. Cuaca buruk yang berlangsung selama ini membuat ombak laut menjadi besar. Akibatnya, penghasilan berkurang karena tangkapan ikan menurun. Apalagi, untuk memperoleh ikan sangat banyak kendalanya. Sedangkan di musim kemarau ini, dalam satu hari para nelayan bisa mengantongi Rp600 ribu. Bayangkan bila ia rajin setiap hari melaut dalam sebulan. Berapa juta uang yang ia bisa kumpulkan untuk ditabung,” terangnya.

Dijelaskan Lukman, kondisi melimpahnya ikan layur ini tidak berlangsung setiap tahun. Jenis ikan yang sangat diminati pasar ekspor ini hanya akan mudah ditangkapi bila lamanya musim kemarau mencapai lebih dari lima bulan.

“Kalau kemaraunya hanya berlangsung selama dua atau tiga bulan, ikan layur tidak akan ada. Ikan ini hanya muncul di musim kemarau panjang seperti tahun ini. Belum tentu di kemarau tahun depan, para nelayan bisa meraup untung yang sama. Makanya, para nelayan di Garut, sangat mensyukuri berkah ini,” tandasnya.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8012 seconds (0.1#10.140)