Bank Permata: Hendratna sudah kalah di PN Banjarmasin

Selasa, 23 Oktober 2012 - 10:53 WIB
Bank Permata: Hendratna sudah kalah di PN Banjarmasin
Bank Permata: Hendratna sudah kalah di PN Banjarmasin
A A A
Sindonews.com - PT Bank Permata Tbk (BNLI) mengatakan, kasus hukum pihaknya dengan PT Hendratna Plywood merupakan kasus lama, yang sudah bergulir sejak 2010 lalu.

"Itu kasus sudah lama, dari 2010 dan sudah diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin tapi mereka di sana kalah. Sepertinya tidak puas, jadi mendaftar di PN Jakarta Pusat," ungkap Kuasa Hukum Permata Bank dari Gani Djemat & Partner Adhika Wisnu Prabowo, Senin (22/10/2012).

Diceritakannya, pihaknya pun secara otomatis melakukan pembelaan terhadap gugatan tersebut. Di mana gugatan ini sudah berjalan di PN Jakpus sejak 2011 lalu. Dirinya pun mengatakan bila gugatan ini sebagai bentuk ketidakpuasan PT Hendratna karena adanya eksekusi pada 2010 lalu.

"Ketidakpuasan PT Hendratna karena eksekusi di 2010, Bank Permata sebagai kreditur, lalu saat itu pihak Hendratna tiba-tiba pailit. Ya kita berposisi sebagai kreditur, bukan sebagai kurator," tegasnya.

Saat dikonfirmasi bila PT Hendratna Plywood mengklaim ada kejanggalan dari appraisal (penilai aset) terhadap pelelangan aset Hendratna. Penggugat juga menggugat kurator Endang Srikarti Handayani atas masalah appraisal tersebut.

"Kita sebagai kreditur pastinya tidak boleh menilai aset-aset tersebut dan itu sudah tugasnya kurator. Kalau appraisal janggal faktanya darimana, karena bukan pihak Bank Permata yang menilai aset tersebut. Penilai publik ini pun sudah terdaftar di Kementerian Keuangan (Kemenkeu)," ungkapnya.

Adapun menurut Kuasa Hukum PT Hendratna Plywood Hakim Torong, kejanggalan tersebut berupa nilai aset perusahaan yang dilelangkan yakni tanah seluas 51.600 meter persegi dan mesin-mesin pabrik yang harganya turun drastis 75 persen dari harga pasaran.

Menurutnya, laporan appraisal yang ditunjuk Bank Permata, yakni Kantor Penilaian Publik Arief dan Rekan, menetapkan nilai harga limit sebesar Rp41 miliar. Padahal pada 2008, penilaian yang dilakukan Moch Arief dan Rekan sebesar Rp218 miliar.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6510 seconds (0.1#10.140)