Menyulap Hutan yang Rusak Menjadi Destinasi Ekowisata Berkualitas, Ini Langkah Kemenparekraf
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia dengan kekayaan alam dan hutannya yang luas sangat potensial menjadi destinasi ekowisata atau ecotourism unggulan. Keberhasilan membangun ekowisata yang berkualitas dan berkelanjutan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian nasional.
Berdasarkan data Statista, industri ekowisata di seluruh dunia nilainya diproyeksikan mencapai USD181,1 miliar pada 2019 dan diperkirakan terus meningkat menjadi USD333,8 miliar pada 2027.
Indonesia sendiri memiliki hutan yang luas. Hasil pemantauan hutan Indonesia tahun 2020 menunjukkan bahwa luas lahan berhutan seluruh daratan Indonesia adalah 95,6 juta Ha atau 50,9% dari total daratan.
Salah satu pemanfaatan kawasan hutan adalah untuk destinasi ekowisata. Sebagai salah satu destinasi ekowisata unggulan, Labuan Bajo juga akan memiliki destinasi ekowisata baru di kawasan hutan Bowosie, kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) melalui satuan kerja Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) saat ini sedang mengembangkan kawasan pariwisata berkelanjutan dan terintegrasi seluas 400 ha atau sekitar 1,98 % dari seluruh luas kawasan hutan Bowosie yang mencapai 20.193 ha. Pengembangan ini bertujuan membuka lapangan kerja dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
Direktur Utama BPOPLBF Shana Fatina mengatakan, konsep pengembangan pada ecotourism atau wisata alam berupa hutan yang alami diharapkan membuat wisatawan betah berlama-lama berkunjung.
Namun, saat tim BPOLBF melakukan survei ke dalam kawasan hutan, kondisi hutan Bowosie sangat memprihatinkan, di mana sebagian besar telah dirusak oknum tidak bertanggung jawab.
"Banyak titik lokasi yang ditebang, bahkan sebagian besar dibakar oleh pihak tidak bertanggung jawab. Kami harus lakukan peremajaan agar hutan terlihat asri kembali. Karena wisata hutan daya tariknya tentunya pepohonan. Bagaimana wisatawan mau datang jika pohonnya ditebang dan dibakar?” ujarnya, dikutip Selasa (8/3/2022).
"Tidak hanya ditebang dan dibakar, sebagian lokasi sudah berubah menjadi lahan pertanian dengan jenis tanaman semusim yang rendah mengikat tanah dan air," ungkap Shana.
Demi mengembalikan kondisi hutan Bowosie, pihaknya akan lebih banyak menanam daripada menebang. Tujuannya agar hutan kembali terlihat seperti semula mempunyai daya tarik.
BPOLBF mengaku saat ini sudah melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk menelusuri perusakan yang terjadi di hutan Bowosie yang akan dikelola BPOLBF.
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Manggarai Barat Stefanus Nali membenarkan terjadi perambahan liar tersebut dan areanya cukup luas.
"Luasan perambahan liar hutan Bowosie ini mencakup kurang lebih 135 ha atau 34% dari lahan Badan Otorita, dan sebagian besar berada di kawasan hutan bagian dalam, jadi tidak terlihat dari pinggir hutan," terang dia.
Penebangan liar dan pembakaran ini sudah terjadi sejak 2015, namun pihaknya bukan berarti berdiam diri saja. KPH dan pihak terkait melakukan operasi beberapa kali untuk menangkap pelaku perambahan hutan.
"Pada tahun 2015, kami sudah lakukan operasi dan tertangkap tiga orang. Tahun 2018 terjadi perusakan lagi namun tidak ada yang tertangkap. Pada 2019 terjadi lagi dan kami berhasil menangkap tiga orang," bebernya.
Stefanus menegaskan, merusak hutan tentunya akan berhadapan dengan hukum. Hal ini juga diatur dalam UU Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 pasal 50. "Melanggar pasal tersebut tentu ada konsekuensinya, dengan tuntutan penjara 5 tahun dan denda Rp5 miliar," jelas Stefanus.
Stefanus mengatakan ada sejumlah oknum masyarakat yang menempati kawasan hutan Nggorang Bowosie yang akan dikelola oleh BPOPLBF.
“Kami memastikan bahwa kelompok oknum yang menempati lahan di hutan tersebut statusnya ilegal. Mendirikan bangunan pribadi di atas hutan milik negara tanpa izin jelas tidak diperbolehkan dan melanggar hukum," tandasnya.
Stefanus menjelaskan, pihaknya selalu mengedepankan penanganan berdasarkan pada aturan hukum yang berlaku, di mana pada awal perambahan hutan 2015, pihaknya segera melaporkan kasus tersebut kepada Kapolsek Komodo agar segera ditangani. Pihak kepolisian pun telah menangkap pelaku dan diproses sesuai hukum.
Sebagai pihak yang berperan dalam pengelolaan hutan di tingkat tapak, Stefanus sangat berharap keterlibatan penuh dari semua kalangan baik di Manggarai Barat maupun wilayah lainnya untuk bersama-sama membantu melestarikan hutan di kawasan tersebut.
"Kami mengajak seluruh lapisan masyarakat agar bersama melestarikan hutan di kawasan Manggarai Barat dan turut serta menjaga sekaligus membantu memberantas upaya perusakan hutan di wilayah tersebut," harapnya.
Sebagai informasi, saat ini BPOLBF sedang melakukan pengembangan pariwisata di lahan seluas 400 ha di Hutan Bowosie. Kawasan dibagi dalam 4 zona yang mencakup zona cultural district, zona adventure district, zona wildlife district, dan zona leisure district.
Berdasarkan data Statista, industri ekowisata di seluruh dunia nilainya diproyeksikan mencapai USD181,1 miliar pada 2019 dan diperkirakan terus meningkat menjadi USD333,8 miliar pada 2027.
Indonesia sendiri memiliki hutan yang luas. Hasil pemantauan hutan Indonesia tahun 2020 menunjukkan bahwa luas lahan berhutan seluruh daratan Indonesia adalah 95,6 juta Ha atau 50,9% dari total daratan.
Salah satu pemanfaatan kawasan hutan adalah untuk destinasi ekowisata. Sebagai salah satu destinasi ekowisata unggulan, Labuan Bajo juga akan memiliki destinasi ekowisata baru di kawasan hutan Bowosie, kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) melalui satuan kerja Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) saat ini sedang mengembangkan kawasan pariwisata berkelanjutan dan terintegrasi seluas 400 ha atau sekitar 1,98 % dari seluruh luas kawasan hutan Bowosie yang mencapai 20.193 ha. Pengembangan ini bertujuan membuka lapangan kerja dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
Direktur Utama BPOPLBF Shana Fatina mengatakan, konsep pengembangan pada ecotourism atau wisata alam berupa hutan yang alami diharapkan membuat wisatawan betah berlama-lama berkunjung.
Namun, saat tim BPOLBF melakukan survei ke dalam kawasan hutan, kondisi hutan Bowosie sangat memprihatinkan, di mana sebagian besar telah dirusak oknum tidak bertanggung jawab.
"Banyak titik lokasi yang ditebang, bahkan sebagian besar dibakar oleh pihak tidak bertanggung jawab. Kami harus lakukan peremajaan agar hutan terlihat asri kembali. Karena wisata hutan daya tariknya tentunya pepohonan. Bagaimana wisatawan mau datang jika pohonnya ditebang dan dibakar?” ujarnya, dikutip Selasa (8/3/2022).
"Tidak hanya ditebang dan dibakar, sebagian lokasi sudah berubah menjadi lahan pertanian dengan jenis tanaman semusim yang rendah mengikat tanah dan air," ungkap Shana.
Demi mengembalikan kondisi hutan Bowosie, pihaknya akan lebih banyak menanam daripada menebang. Tujuannya agar hutan kembali terlihat seperti semula mempunyai daya tarik.
BPOLBF mengaku saat ini sudah melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk menelusuri perusakan yang terjadi di hutan Bowosie yang akan dikelola BPOLBF.
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Manggarai Barat Stefanus Nali membenarkan terjadi perambahan liar tersebut dan areanya cukup luas.
"Luasan perambahan liar hutan Bowosie ini mencakup kurang lebih 135 ha atau 34% dari lahan Badan Otorita, dan sebagian besar berada di kawasan hutan bagian dalam, jadi tidak terlihat dari pinggir hutan," terang dia.
Penebangan liar dan pembakaran ini sudah terjadi sejak 2015, namun pihaknya bukan berarti berdiam diri saja. KPH dan pihak terkait melakukan operasi beberapa kali untuk menangkap pelaku perambahan hutan.
"Pada tahun 2015, kami sudah lakukan operasi dan tertangkap tiga orang. Tahun 2018 terjadi perusakan lagi namun tidak ada yang tertangkap. Pada 2019 terjadi lagi dan kami berhasil menangkap tiga orang," bebernya.
Stefanus menegaskan, merusak hutan tentunya akan berhadapan dengan hukum. Hal ini juga diatur dalam UU Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 pasal 50. "Melanggar pasal tersebut tentu ada konsekuensinya, dengan tuntutan penjara 5 tahun dan denda Rp5 miliar," jelas Stefanus.
Stefanus mengatakan ada sejumlah oknum masyarakat yang menempati kawasan hutan Nggorang Bowosie yang akan dikelola oleh BPOPLBF.
“Kami memastikan bahwa kelompok oknum yang menempati lahan di hutan tersebut statusnya ilegal. Mendirikan bangunan pribadi di atas hutan milik negara tanpa izin jelas tidak diperbolehkan dan melanggar hukum," tandasnya.
Stefanus menjelaskan, pihaknya selalu mengedepankan penanganan berdasarkan pada aturan hukum yang berlaku, di mana pada awal perambahan hutan 2015, pihaknya segera melaporkan kasus tersebut kepada Kapolsek Komodo agar segera ditangani. Pihak kepolisian pun telah menangkap pelaku dan diproses sesuai hukum.
Sebagai pihak yang berperan dalam pengelolaan hutan di tingkat tapak, Stefanus sangat berharap keterlibatan penuh dari semua kalangan baik di Manggarai Barat maupun wilayah lainnya untuk bersama-sama membantu melestarikan hutan di kawasan tersebut.
"Kami mengajak seluruh lapisan masyarakat agar bersama melestarikan hutan di kawasan Manggarai Barat dan turut serta menjaga sekaligus membantu memberantas upaya perusakan hutan di wilayah tersebut," harapnya.
Sebagai informasi, saat ini BPOLBF sedang melakukan pengembangan pariwisata di lahan seluas 400 ha di Hutan Bowosie. Kawasan dibagi dalam 4 zona yang mencakup zona cultural district, zona adventure district, zona wildlife district, dan zona leisure district.
(ind)