Asian Agri diharuskan bayar denda pajak Rp2,5 T

Kamis, 30 Januari 2014 - 16:35 WIB
Asian Agri diharuskan bayar denda pajak Rp2,5 T
Asian Agri diharuskan bayar denda pajak Rp2,5 T
A A A
Sindonews.com - Kejaksaan Agung RI memutuskan, Asian Agri tetap harus membayar denda pajak sebesar Rp2,5 triliun sepanjang 2014.

Jaksa Agung Basyrief Arief mengatakan, Asian Agri sudah membayar Rp719,9 miliar terlebih dahulu dan sisa Rp1,8 triliun akan dicicil sampai dengan bulan Oktober 2014.

"Cicilan per bulannya mencapai Rp200 miliar," tegas Basyrief di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (30/1/2014).

Basyrief juga memastikan aset-aset Asian Agri yang sebelumnya diblokir akan dibuka sebagai bentuk komitmen Asian Agri membayar denda, "Harusnya mereka mendapatkan prestasi tersebut," lanjutnya.

Di tempat yang sama, Dirjen Pajak Fuad Rahmany mengatakan, walaupun telah membayar denda, namun tagihan pokok pajak Asian Agri tetap akan ditagih.

"Yang telah dibayar kan sanksinya, sekarang kita tetap akan menagih mereka angka (pajak) pokoknya juga," tegas Fuad.

Diberitakan sebelumnya, sejumlah pakar menilai kasus yang menimpa Asian Agri merupakan administrasi pajak, karena masalahnya berawal dari sengketa pajak.

”Tidak benar, kalau menyebut kasus ini sebagai pidana pajak karena Dirjen Pajak tidak pernah memeriksa SPT Asian Agri,” kata pakar hukum pidana, Romli Atmasasmita beberapa waktu lalu.

Selain itu, kata Romli, jika ini merupakan pidana pajak, kedua belah pihak seharusnya diperiksa. Artinya sudah dapat dipastikan ada oknum pajak yang terlibat. “Hingga kini tidak ada oknum pajak yang diperiksa dalam kasus tersebut,” ujarnya.

Romli mengungkapkan, masih banyak persoalan yang mengganjal dalam keputusan tersebut. Misalnya, pengadilan mendakwa perusahaaan bersalah tanpa mengadilinya.

”Ada kesan keputusan MA lebih merupakan opini daripada produk hukum. Mereka mengganggap karena perusahaan memperoleh keuntungan dari tindakan hukum yang dilakukan Suwir Laut, dan langsung memutuskan perusahaan bersalah,” kata Romli.

Pendapat senada diungkapkan pengamat pajak, Yustinus Prastowo. Menurut dia, UU pajak harus mendukung kepatuhan Wajib Pajak (WP) untuk mengumpulkan penerimaan negara.

“Sanksi pidana merupakan upaya terakhir jika seluruh upaya sudah dilakukan. Artinya, sanksi itu bisa dilakukan jika kesempatan membayar sanksi finansial sudah maksimal oleh kedua belah pihak," jelasnya.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5689 seconds (0.1#10.140)