Izin Pengembangan PLTP Masih Terhambat

Senin, 19 Mei 2014 - 12:53 WIB
Izin Pengembangan PLTP Masih Terhambat
Izin Pengembangan PLTP Masih Terhambat
A A A
JAKARTA - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyadari pengembangan pembangkit listrik panas bumi (PLTP) masih terhambat izin di Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM Tisnaldi mengatakan, pemerintah bersama DPR saat ini sedang menggodok revisi Undang-Undang Panas Bumi supaya tidak berbenturan dengan peraturan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

Setelah selesai aturan tersebut akan menyelaraskan izin pinjam pakai kawasan hutan dan izin UKL/UPL lintas sektoral. Dengan demikian, proses perizinan tidak membutuhkan waktu lama seperti saat berlakunya undang-undang sebelumnya.

"Kita sudah ajukan pemangkasan izin dari 51 menjadi 31 izin. Ini sesuai dengan instruksi presiden," kata dia dalam diskusi tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi Tantangan Bisnis Panas Bumi ke Depan di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (19/5/2014).

Menurut Tisnaldi, pemerintah akan menghapuskan kata penambangan maupun pertambangan pada revisi UU Panas Bumi. Pasalnya, dengan penghapusan kata tersebut merupakan hal paling menjadi alasan utama revisi UU Panas Bumi.

"Penghapusan kata penambangan maupun pertambangan supaya kita bisa kerja cepat karena hambatan utama pengembangan proyek panas bumi adalah izin kehutanan," kata dia.

Berdasarkan rancangan revisi UU Panas Bumi yang diusulkan pemerintah dan kini tengah dibahas di DPR, pada Pasal 1 hanya disebutkan bahwa panas bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi.

Ini berarti, kalimat untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan yang terdapat pada Pasal 1 UU No.27 Tahun 2003 telah dihapus, sehingga tidak lagi melibatkan istilah penambangan.

Dia menuturkan, pemerintah kini akan merinci jenis kawasan hutan apa saja yang bisa digunakan untuk kegiatan usaha panas bumi, sehingga diharapkan tidak lagi dipermasalahkan oleh institusi lainnya, terutama Kementerian Kehutanan.

Pada rancangan revisi UU Panas Bumi ini, pada Bab II tentang penyelenggaraan panas bumi pasal 5 disebutkan penyelenggaraan panas bumi oleh pemerintah dilakukan terhadap panas bumi yang berada pada lintas wilayah provinsi (untuk pemerintah pusat), lintas kabupaten/kota (pemerintah provinsi), di dalam wilayah kabupaten/kota (pemerintah kabupaten/kota), kawasan hutan produksi, kawasan hutan lindung dan kawasan hutan konservasi dan wilayah laut lebih dari 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas.

Sementara pada UU No 27 Tahun 2003, hanya disebutkan bahwa panas bumi sebagai sumber daya alam yang terkandung di wilayah hukum pertambangan panas bumi Indonesia. Pada undang-undang ini tidak disebutkan secara rinci wilayah yang bisa dijadikan kegiatan usaha panas bumi.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6553 seconds (0.1#10.140)