Ramai-Ramai Menyokong Limbah Menjadi Bahan Baku Industri

Kamis, 02 Juli 2020 - 16:09 WIB
loading...
Ramai-Ramai Menyokong...
Peleburan nikel. Foto/Inews
A A A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui unit penelitian dan pengembangannya (litbang) berupaya untuk mencari solusi terbaik dalam penanganan slag nikel (sejenis limbah) agar bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku industri. Upaya ini selaras dengan kebijakan pengelolaan lingkungan yang baik atau program circular economy (ekonomi berkelanjutan).

“Balai-balai kami telah memiliki teknologi, peralatan dan sumber daya manusia yang memadai dalam kegiatan pengujian, penelitian, penyusunan standar, maupun konsultasi dalam rangka penanganan slag nikel,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Doddy Rahadi di Jakarta, Kamis (2/7/2020).

Doddy menambahkan, terdapat empat unit litbang Kemenperin yang telah berperan langsung terhadap penanganan slag nikel, yaitu Balai Besar Logam dan Mesin (BBLM) Bandung, Balai Besar Keramik (BBK) Bandung, Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Bandung, serta Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Semarang.

Slag peleburan logam memiliki potensi besar untuk digunakan sebagai bahan baku semen, konstruksi, infrastruktur jalan, maupun didaur ulang sebagai bahan baku baja.

“Saat ini, jumlah produksi slag nikel di Indonesia mencapai 13 juta ton per tahun,” ungkapnya. ( Baca: Menilik Kontribusi Pengelolaan Limbah Plastik ke Perekonomian )

Menurut Doddy, pada akhir tahun 2019, telah terbit standar nasional Indonesia (SNI) tentang material pilihan terak (slag) nikel hasil tanur listrik (electric furnace). SNI ini turut disusun oleh Kemenperin untuk mendukung pengembangan standar slag nikel dan sebagai solusi pengelolaan slag nikel.

“Keberadaan SNI ini juga dimaksudkan sebagai acuan untuk mengoptimalkan penggunaan slag nikel sebagai agregat, pengganti agregat alami dan penggunaan lainnya,” imbuhnya.

Sementara itu, Direktur Industri Logam Kemenperin, Dini Hanggandari, mengemukakan, di negara lain seperti Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara Uni Eropa, slag untuk nikel, aluminium, dan tembaga tidak dikategorikan sebagai limbah B3 dan diperlakukan sebagai bahan baku.

“Saat ini, beberapa industri smelter sudah melakukan pemanfaatan slag untuk internal perusahaan, tetapi volume yang dimanfaatkan sangat kecil dibandingkan slag nikel yang dihasilkan. Untuk itu, diperlukan jalan keluar bersifat win-win solution tanpa melanggar aturan yang berlaku,” tuturnya.

Direktur Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3, Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Achmad Gunawan Widjaksono, menyampaikan, sesuai Pasal 54 PP 101 Tahun 2014, pemanfaatan limbah B3 (bahan berbahaya beracun) dapat berupa substitusi bahan baku, substitusi sumber energi, bahan baku dan lainnya sesuai Iptek.

“Khusus untuk empat sumber limbah B3 (slag nikel, fly ash, steel slag, spent bleaching earth) diberikan kemudahan untuk bisa dikecualikan sebagai limbah B3 atau sebagai by product,” ujarnya.

Deded Permadi Sjamsudin selaku Direktur Bina Teknik Jalan dan Jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Pekerjaan Rakyat (KemenPUPR) menjelaskan, slag nikel memiliki senyawa kimia yang mirip dengan senyawa kimia pada agregat alam yang umum digunakan sebagai material konstruksi sehingga berpotensi digunakan sebagai material konstruksi dan mengurangi eksploitasi alam.

Sedangkan, Aladin Sianipar mewakili Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) menyebutkan, beberapa contoh produk yang berbahan dasar slag nikel di antaranya adalah batako, beton pra cetak dan siap cetak, road base dan lapangan, pembenah tanah, media tumbuh dan pupuk, mortar dan semen slag, semen portland komposit, serta geopolimer semen.

“Pada dasarnya slag nikel merupakan kelompok mineral non-logam yang dapat dikelompokkan sebagai mineral olivine, yaitu merupakan bahan galian non-logam atau kelompok galian pasir dan batuan,” ungkapnya.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0912 seconds (0.1#10.140)