Kondisi Garuda Indonesia Diprediksi Memburuk di Tengah Pandemi Corona

Senin, 27 April 2020 - 19:11 WIB
loading...
Kondisi Garuda Indonesia Diprediksi Memburuk di Tengah Pandemi Corona
Tantangan yang dihadapi PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sangat besar di tengah badai Covid-19 yang melanda Indonesia maupun dunia diawali dengan terhentinya layanan penumpang ke 8 daerah Hub Garuda. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Kinerja PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) di tengah pandemi Covid-19 disoroti oleh Anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Yevri Sitorus. Dia berpendapat, tantangan yang dihadapi Garuda Indonesia sangat besar di tengah badai Covid-19 yang melanda Indonesia maupun dunia.

Wakil rakyat dari daerah pemilihan Kalimantan Utara ini mengungkapkan tantangan berat itu diawali dengan terhentinya layanan penumpang ke 8 daerah Hub Garuda setelah berlakunya pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Tak hanya itu, layanan Garuda pada jemaah umrah dan haji juga berhenti.

“Revenue perusahaan Garuda Indonesia dari layanan penumpang diperkirakan terpangkas 55 persen sampai akhir tahun 2020,” ujar Deddy dalam keterangan tertulisnya di Indonesia, Senin (27/4/2020).

Dia mengatakan, berdasarkan data yang disampaikan kepada Komisi VI DPR RI, pengeluaran tinggi Garuda Indonesia di antaranya adalah biaya operasional, biaya sewa pesawat, biaya overhead yang tinggi, serta biaya finansial yang tinggi. “Biaya sewa pesawat itu tinggi jika tidak ada pengurangan jumlah dan nilai kontrak pesawat di masa pandemi Covid-19,” katanya.

Sambung dia menuturkan, turunnya ekonomi makro dan ekonomi mikro bakal semakin memperburuk kondisi Garuda Indonesia walaupun Covid-19 sudah berlalu. Alasannya kata dia, beban utang yang jatuh tempo pada 2020, di antaranya adalah Sukuk sebesar USD500 juta yang jatuh tempo pada Juni 2020.

Dia memperkirakan Garuda Indonesia membutuhkan setidaknya USD600 juta untuk menopang kelangsungan hidupnya sampai akhir tahun 2020. Adapun angka perhitungan tersebut di luar kebutuhan pembayaran Sukuk pada tahun ini sebesar USD500 juta.

“Total dibutuhkan USD1,1 miliar. Major airlines di dunia telah mendapatkan suntikan dana dari pemerintahnya untuk penyelamatan hidup airlines tersebut. Apakah Garuda siap untuk ini?,” ujar Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.

Diketahui, Pandemi Covid-19 mengguncang industri penerbangan di seluruh dunia. Deddy membeberkan, dalam catatannya ada 117 airlines dunia yang men-grounded 90% fleet-nya, dan 167 airlines lainnya men-grounded 40% fleet yang mengakibatkan jumlah traveler merosot 87%.

Diperkirakan volume penerbangan akan kembali normal 3-5 tahun pasca Covid-19 dan harga akan kembali kuat satu tahun pasca Covid-19. “Segmen Business akan lebih cepat pulih dibanding segmen leisure. Akan ada perubahan demand layanan vs cost pasca Covid-19, dimana airlines harus sanggup bertransformasi diri. Apakah Garuda siap untuk ini?” pungkas Deddy.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4142 seconds (0.1#10.140)