Sulit Terjadi Kartel di Industri Minyak Goreng, Pemainnya Terlalu Banyak

Senin, 17 Oktober 2022 - 19:52 WIB
loading...
A A A
“Tak perlu terlalu menggunakan banyak teori dengan indeks ini dan itu. Caranya cukup gampang, cek harganya apakah lebih murah atau lebih mahal dari mekanisme pasar. Jika lebih murah, dapat dipastikan tidak terjadi kartel,” tegas Tungkot.

Dikatakannya, minyak goreng itu bukan hanya diperdagangkan dalam negeri tetapi juga di tingkat global dalam bentuk RBDPO (Refined, Bleached and Deodorizing Palm Oil). Hal ini terlihat, ternyata harga dalam negeri dan internasional sangat jauh perbedaannya.

“Sejak dahulu, baik sebelum dan sesudah pandemi Covid-19, harga minyak goreng yang dibayarkan konsumen di dalam negeri lebih murah dibandingkan dengan harga internasional. Ini membuktikan tidak ada kartel,” tandasnya.

Selain itu, di pasar minyak goreng dalam negeri banyak sekali beredar produk minyak goreng dengan merek yang berbeda-beda. Begitu, juga dengan kualitas yang berbeda-beda. Tungkot pun mengapresiasi peran pemerintah yang berhasil melindungi pasar minyak goreng dalam negeri yang lebih murah dibandingkan dengan harga di luar negeri.

Menurut Tungkot, fenomena yang terjadi waktu itu lebih ke arah struktur pasar monopolistic competition yang merupakan sebuah pasar yang memiliki banyak produsen, yang menjual produk yang memiliki kesamaan fungsi, tapi dijual dengan corak dan kemasan yang berbeda-beda.

“Dalam pasar ini banyak faktor yang mempengaruhi sebuah harga. Salah satu faktor utama adalah kemampuan produsen untuk menciptakan citra dan nama baik di mata konsumen,” katanya.

Tungkot berpendapat, struktur ini dianggap dekat dengan persaingan yang sempurna. Ada monopolistik karena ada merek, melalui kemasan dan iklan yang dibuat oleh produsen. Ini membuat konsumen memiliki rasa loyalitas yang tinggi terhadap merek-merek tertentu.

“Biasanya dalam perilaku kartel, mereka bersatu merapatkan barisan, mengatur kuota masing-masing perusahaan dan selanjutnya mengatur harga berapa yang diinginkan. Seperti halnya, Organisasi Pengekspor Minyak Bumi (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC). Sementara, di minyak goreng, kalaupun ada asosiasinya, saya tak pernah mendengar rapat anggota mengenai berapa jumlah produksi. Bahkan mereka bersaing ketat melalui promosi dan iklan yang berbeda-beda,” urainya.

Kenapa kemarin langka, hal ini karena pasar internasional melonjak tinggi. Jadi wajar jika produsen lebih mengutamakan menjual ke pasar luar negeri yang harganya lebih menjanjikan. “Makanya skema bea keluar (BK) dan pungutan ekspor (PE) diperlukan untuk mengatur harga produk minyak goreng. Jadi bukan dengan membuat DMO (domestic public obligation) atau DPO (domestic price obligation),” tukasnya.

(Baca juga:Endus Permainan Kartel Minyak Goreng, Penegakan Hukum di KPPU Mulai Berjalan)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1370 seconds (0.1#10.140)