Ekonom: Subsidi BBM Tetap Harus Dilakukan Pemerintah

Senin, 08 Desember 2014 - 18:30 WIB
Ekonom: Subsidi BBM Tetap Harus Dilakukan Pemerintah
Ekonom: Subsidi BBM Tetap Harus Dilakukan Pemerintah
A A A
JAKARTA - Ekonom Senior Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan mengatakan, langkah pemberian subsidi tetap harus dilakukan guna mengunci pengeluaran pemerintah di sektor BBM. Dengan begitu, fluktuasi harga minyak tidak akan pengaruhi pengeluaran subsidi pemerintah.

Dia menuturkan, apabila rencana tersebut benar-benar diimplementasikan, maka akan sangat berdampak dalam hal penghematan APBN ke depannya.

"Akan sangat efisien, karena pemerintah bilang kenaikan harga BBM Rp1.000 dapat menghemat Rp24 triliun. Dengan penurunan subsidi BBM, penurunan harga minyak, dan penguncian subsidi per liter maka total saving per tahun di atas USD10 miliar," ujar Fauzi di Jakarta, Senin (8/12/2014).

Sementara itu, Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia Ndiame Diop menuturkan, Bank Dunia mengapresiasi langkah pemerintahan Jokowi-JK dalam menetapkan serangkaian sasaran pembangunan salah satunya meningkatkan harga BBM bersubsidi.

Menurut Ndiame, langkah dan komitmen positif yang diambil pemerintah baru ini menunjukan kemauan untuk dapat menyelesaikan banyak masalah-masalah struktural prioritas lama.

"Rencana pemerintah itu adalah rencana yang bagus karena akan berdampak pada memfasilitasi manajemen fiskal serta menurunkan resiko ketidakpastian terutama dalam hal penurunan harga minyak," ungkap dia.

Bank Dunia juga memprediksi bahwa inflasi Indonesia pada 2015 mencapai 7,5% akibat dari naiknya BBM bersubsidi. Kendati demikian, dampak kenaikan BBM tersebut hanya bersifat sementara.

"Jika tidak ada gejolak lainnya, inflasi diperkirakan akan menurun pesat sebelum akhir 2015," kata dia.

Kedepan, peningkatan sebesar 34% secara rata-rata untuk harga premium dan solar bersubsidi yang mulai berlaku pada tanggal 18 November, diperkirakan hanya akan membawa dampak negatif terbatas dalam jangka pendek terhadap konsumsi swasta dan PDB.

Sementara itu, belanja sosial untuk kompensasi yang lebih tinggi dan prospek sejumlah penghematan yang akan diarahkan kembali ke investasi infrastruktur diantisipasi akan menjadi faktor pengimbang yang mempengaruhi pertumbuhan secara keseluruhan.

"Dampak terhadap inflasi diperkirakan akan signifikan, namun hany‎a bersifat sementara," papar dia.

Ndiame melanjutkan, penghematan fiskal sebesar lebih dari Rp100 triliun dari penyesuaian harga BBM memberikan ruang kepada pemerintah untuk menambah belanja publik bagi sektor-sektor prioritas, seperti pelayanan kesehatan.

Menurut dia, Indonesia menghabiskan hanya 1,2% dari produk domestik bruto (PDB) untuk pelayanan kesehatan‎, yang merupakan alokasi terendah bila dibandingkan negara-negara lain di dunia.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4034 seconds (0.1#10.140)