Layani perbatasan, Telkomsel tak perhitungkan sisi bisnis

Kamis, 12 Desember 2013 - 16:20 WIB
Layani perbatasan, Telkomsel tak perhitungkan sisi bisnis
Layani perbatasan, Telkomsel tak perhitungkan sisi bisnis
A A A
Sindonews.com - Secara perhitungan bisnis, melayani pelanggan kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan tentu tidak menguntungkan bagi provider telekomunikasi di Indonesia. Karena biaya operasionalnya besar dan penggunanya tidak banyak.

Untuk memecahkan persoalan ini, pemerintah daerah kadang harus mengeluarkan sendiri biaya pembangunan tower Base Transceiver Station (BTS). Meski demikian, tower tersebut tetap tidak berarti jika tak ada provider yang bersedia memberikan layanan telekomunikasi.

Namun, Telkomsel sebagai perusahaan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), bersedia memberikan pelayanannya, tanpa memperhitungkan sisi bisnis.

"Sebagai operator telekmunikasi yang paling Indonesia, tentunya Telkomsel memandang pembangunan BTS di perbatasan sebagai hal yang strategis bagi eksistensi kedaulatan NKRI," kata General Manager ICT Network Telkomsel Regional Kalimantan Ardhiono Trilaksono, Kamis (12/12/2013).

"Sehingga, Telkomsel tidak hanya memperhitungkan sisi komersial bisnisnya, namun sebagai satu kesatuan komitmen terhadap bangsa dan negara," ujarnya.

Dia mengakui adanya kesulitan untuk mengelola BTS di kawasan perbatasan. Kesulitan tersebut terutama pada akses ke lokasi. Selain itu, keterbatasan pasokan juga menjadi kesulitan tersendiri bagi Telkomsel.

"Biaya operasional BTS perbatasan sangat bervariasi. Utamanya adalah biaya untuk konsumsi bahan bakar solar genset, mobilisasi operator, biaya penjagaan site, biaya maintenance perangkat yang semuanya sangat bergantung kepada tingkat kesulitan akses ke lokasi, keterbatasan pasokan, dan biaya-biaya pendukung yang lain," katanya.

Pihaknya juga mengkaui kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia, warga kesulitan untuk mendapatkan bahan bakar minyak. Warga perbatasan kadang bergantung dari suplai bahan bakar minyak dari negara tetangga, Malaysia.

Selain itu, di Kalimantan Utara harga bahan bakar minyak juga sangat tinggi hingga menyentuh angka Rp25 ribu per liter. Minimnya akses transportasi yang menghubungkan antar desa dan kecamatan juga kendala tersendiri untuk berbagai mobilisasi kegiatan masyarakat, pemerintah hingga dunia usaha.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8139 seconds (0.1#10.140)