Sri Mulyani Blak-blakan Soal Rupiah Keok hingga Asing Kabur dari RI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani buka suara soal nilai tukar rupiah yang tembus Rp16.200 per dolar AS dan pasar saham terjadi guncangan. Penyebab utamanya ialah memanasnya kondisi geopolitik global sehingga berdampak pada pasar keuangan domestik.
"Ini tentu mempengaruhi dari mulai harga saham, nilai tukar dan surat berharga negara dari sisi yield kita," kata Sri Mulyani dalam dalam konferensi pers APBN KITA Edisi April 2024, Jumat (26/4/2024).
Dia juga mengungkapkan kondisi ekonomi di Amerika Serikat (AS) dan kebijakan The Fed juga berpengaruh terhadap perekonomian global. Bank Sentral AS diprediksi masih akan memasang kebijakan suku bunga tinggi dalam jangka panjang.
Kebijakan tersebut tidak sesuai dengan ekspektasi pasar yang berharap The Fed akan menurunkan suku bunga acauan. Hal itu menyebabkan dolar menguat dan asing keluar dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia yang akhirnya menyebabkan mata uang negara berkembang termasuk rupiah melemah.
"Negara-negara seperti sekitar kita dan di emerging country G20 ada di situasi mirip, ada yang lebih parah tergantung dari pondasi dan kondisi ekonomi masing-masing," jelas Sri Mulyani.
Untuk Baht Thailand mengalami koreksi 8,56%, Won Korea Selatan koreksi di 6,31% dan Turki mengalami penurunan 10,4%, serta Brazil di 5,06%, Vietnam 4,7%, Afrika Selatan 4,7%, Filipina 3,9%. Sebab itu, masing-masing negara harus mulai melakukan adjustment dengan dinamika market yang cukup tinggi. "Semua cenderung hati-hati, semua cenderung untuk memitigasi risiko dari pergerakan global tersebut," pungkasnya.
"Ini tentu mempengaruhi dari mulai harga saham, nilai tukar dan surat berharga negara dari sisi yield kita," kata Sri Mulyani dalam dalam konferensi pers APBN KITA Edisi April 2024, Jumat (26/4/2024).
Dia juga mengungkapkan kondisi ekonomi di Amerika Serikat (AS) dan kebijakan The Fed juga berpengaruh terhadap perekonomian global. Bank Sentral AS diprediksi masih akan memasang kebijakan suku bunga tinggi dalam jangka panjang.
Kebijakan tersebut tidak sesuai dengan ekspektasi pasar yang berharap The Fed akan menurunkan suku bunga acauan. Hal itu menyebabkan dolar menguat dan asing keluar dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia yang akhirnya menyebabkan mata uang negara berkembang termasuk rupiah melemah.
"Negara-negara seperti sekitar kita dan di emerging country G20 ada di situasi mirip, ada yang lebih parah tergantung dari pondasi dan kondisi ekonomi masing-masing," jelas Sri Mulyani.
Untuk Baht Thailand mengalami koreksi 8,56%, Won Korea Selatan koreksi di 6,31% dan Turki mengalami penurunan 10,4%, serta Brazil di 5,06%, Vietnam 4,7%, Afrika Selatan 4,7%, Filipina 3,9%. Sebab itu, masing-masing negara harus mulai melakukan adjustment dengan dinamika market yang cukup tinggi. "Semua cenderung hati-hati, semua cenderung untuk memitigasi risiko dari pergerakan global tersebut," pungkasnya.
(nng)