PLTU Sumsel 9 dan 10 Ditarget Beroperasi 2018

Senin, 22 September 2014 - 16:40 WIB
PLTU Sumsel 9 dan 10 Ditarget Beroperasi 2018
PLTU Sumsel 9 dan 10 Ditarget Beroperasi 2018
A A A
JAKARTA - Pemerintah menargetkan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Sumsel 9 dan 10 berkapasitas total 1.800 megawatt (mw) dapat beroperasi pada 2018-2019.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman mengatakan, pengoperasian proyek PLTU Sumsel 9 dan 10 mesti bersamaan dengan penyelesaian kabel transmisi tegangan tinggi arus searah (high voltage direct current/HVDC) yang mengubungkan Sumsel hingga Jawa.

“Proyek PLTU Sumsel 9 dan 10 harus selesai bersamaan dengan kabel jaringan transmisi bawah lautnya yakni antara 2018-2019,” katanya di Jakarta, Senin (22/9/2014).

Namun demikian, Jarman enggan menjelaskan proses tender prakualifikasi proyek yang sedang berlangsung. “Untuk proses tender, silakan ditanyakan ke PLN,” katanya.

Hanya saja, lanjutnya, proses tender mesti mengikuti surat Menteri ESDM No 5327/26/MEM.L/2014 tertanggal 21 Agustus 2014. Surat tersebut berisikan tidak perlu membatasi batu bara untuk PLTU Sumsel 9 dan 10 sesuai Permen ESDM Nomor 10 Tahun 2014, yang menyebutkan pemanfaatan batubara memakai formula biaya produksi ditambah marjin.

Selain itu, proses pengadaan mesti dilakukan secara efisien, efektif, transparan, terbuka, tidak diskriminatif, dan akuntabel. “PLN tinggal menindaklanjuti surat tersebut,” katanya.

Jarman menambahkan, pemerintah berkepentingan proyek PLTU Sumsel 9/10 dan HVDC bisa segera selesai karena untuk memenuhi kebutuhan listrik yang terus meningkat di Jawa dan Sumatera. Dia berharap proyek segera ditetapkan pemenang tendernya.

"Proyek ini penting untuk mengatasi pertumbuhan kebutuhan listrik di Jawa dan Sumatera ke depan," ujarnya.

Anggota Komisi VII DPR Bobby Rizaldi meminta pemerintah memprioritaskan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara untuk mengatasi krisis kebutuhan listrik ke depan.

Menurut dia, batu bara memiliki biaya pokok pengadaan (BPP) pembangkit yang terendah dibandingkan lainnya, sehingga bisa mempercepat pemenuhan kebutuhan daya listrik ke depan.

Dia mengatakan, pemerintah bisa memulai dengan membangun pembangkit batu bara sebelum nantinya diikuti energi baru dan terbarukan (EBT). Apalagi, ekspor batu bara sedang menurun karena kondisi global, sehingga bisa dimanfaatkan di dalam negeri.

Komisi VII DPR dan pemerintah dalam rapat kerja pekan lalu sudah menyepakati porsi minyak dalam bauran energi pembangkit dalam RAPBN 2015 tersisa 8,53% atau turun dibandingkan 2014 sebesar 9,7%. Sementara, porsi batu bara dalam bauran energi pembangkit ditingkatkan dari 56,12% pada 2014 menjadi 57,33% di 2015.

Komposisi bauran energi pembangkit dalam RAPBN 2015 selengkapnya adalah minyak 8,53%, gas 23,21%, batubara 57,33%, air 6,13%, panas bumi 4,74 persen, dan energi terbarukan lainnya 0,06%.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4715 seconds (0.1#10.140)