Masyarakat Didorong Tingkatkan Literasi Produk Keuangan

Kamis, 06 November 2014 - 00:56 WIB
Masyarakat Didorong Tingkatkan Literasi Produk Keuangan
Masyarakat Didorong Tingkatkan Literasi Produk Keuangan
A A A
BANDUNG - Tingkat melek produk keuangan masyarakat Indonesia masih memprihatinkan, terutama pemahaman terhadap instrumen investasi pasar modal. Berdasarkan hasil riset Otoritas Jasa Keuangan (OJK), saat ini indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia baru 21,8%.

Artinya, dari 240 juta jiwa penduduk Indonesia, baru 52 juta jiwa yang benar-benar memahami industri keuangan dan produk keuangan dengan baik.

Masih menurut hasil riset OJK, bank yang cukup dikenal masyarakat sebesar 57,28%. Sementara tingkat pemahaman masyarakat terhadap asuransi 11,81%, lembaga pembiayaan 6,33%, pegadaian 5,04%, dana pensiun 1,53%, dan pasar modal hanya 0,11%.

Survey Manulife Investor Sentiment Index (MISI) pada kuartal II/2014 terhadap 500 orang responden menunjukkan bahwa 81% mengaku lebih menyukai deposito. Hanya 21% yang menyukai saham sebagai instrumen investasi dan 26% menyukai reksadana.

“Jika dibandingkan dengan hasil survey kuartal sebelumnya, minat masyarakat terhadap saham adalah yang memiliki pertumbuhan paling besar yakni sebesar 162,5% dalam satu triwulan,” ungkap Director of Business Development PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Putut Endro Andanawarih pada Konfrensi Pers Manulife Sentiment Index di Kantor Manulife di Kantor Pemasaran Manulife Indonesia, Jln. Asia Afrika Bandung, Rabu (5/11/2014).

Menurutnya, salah satu faktor yang membuat popularitas saham meningkat tajam adalah karena terbawa sentimen positif di sekeliling investor. Namun begitu, deposito masih lebih popular di masyarakat dibandingkan dengan saham.

"Kepercayaan diri investor di Indonesia sangat tinggi. Berdasarkan temuan terakhir, sentimen positif terhadap investasi sebesar 57 poin, meningkat 9 poin dari kuartal sebelumnya. Hal ini menjadikan Indonesia negara kedua paling optimis setelah Filipina, dan jauh lebuh tinggi dari rata-rata Asia yang hanya 24 poin," katanya.

Namun, dia menyayangkan sentimen positif tersebut belum disertai dengan keputusan investasi yang tepat karena minimnya pengetahuan masyarakat di sektor tersebut. Selain deposito, masyarakat Indonesia masih lebih banyak yang memilih investasi tradisional, seperti kepemilikan rumah.

Di tempat yang sama, Chief of Employee Benefits PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (AJMII) Nur Hasan Kurniawan menambahkan, pemahaman masyarakat terhadap produk investasi harus lebih daripada hanya deposito. Masih ada produk investasi lainnya yang bisa dipilih.

“Masyarakat bisa memilih lebih dari satu komponen investasi untuk menyebarkan risiko. Imbal hasil yang tinggi berbanding lurus dengan risiko yang juga tinggi. Kalau hanya mengandalkan deposito, nilai uang yang mereka simpan akan terus turun. Sementara kenaikan harga barang dan jasa karena laju inflasi lebih besar dari suku bunga deposito," katanya.

Untuk itu, Manulife Indonesia mendorong masyarakat Indonesia untuk melakukan diversifikasi investasi. Salah satunya kepada produk-produk di pasar modal seperti saham. Pihaknya menawarkan produk asuransi jiwa kepada klien maupun kumpulan. Terdapat pula layanan reksadana, dan manajemen aset melalui Manulife Aset Management Indonesia (MAMI).

Adapun saat ini Dana kelola MAMI per 30 Juni 2014 mencapai Rp48,27 triliun. MAMI memiliki 19 produk reksadana yang terdiri dari produk reksadana pendapatan tetap, sahal, campuran dan pasar uang.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1316 seconds (0.1#10.140)