Beras Plastik Muncul akibat Pemerintah Lalai

Minggu, 24 Mei 2015 - 07:17 WIB
Beras Plastik Muncul...
Beras Plastik Muncul akibat Pemerintah Lalai
A A A
JAKARTA - Kasus penemuan beras plastik di beberapa daerah Indonesia meresahkan masyarakat. Pemerintah dinilai lalai mengatasi masalah yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat ini.

Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, Iffah Ainur Rochmah mengatakan, kaum ibu khawatir apakah beras yang dibeli dan dimasaknya aman atau justru membahayakan keluarga. Mereka mencacat ada tiga hal yang patut mendapat sorotan.

Pertama, beredarnya bahan pangan palsu semacam ini muncul karena masyarakat tergiur harga yang rendah dari produk yang dibutuhkan sehari-hari. Kemiskinan dan daya beli rendah masyarakat -akibat semakin kentalnya watak neoliberal pada pemerintah saat ini- adalah penyebab utama mengapa masyarakat lebih mencari produk yang murah tanpa terlalu memperhatikan kualitas.

"Faktor inilah yang dimanfaatkan oleh pebisnis nakal untuk menjual bahan pangan berbahaya, seperti beras oplosan ini. Seperti kita ketahui beras plastik ini dijual dengan harga lebih murah dari produk dengan penampilan sejenisnya. Seandainya daya beli masyarakat cukup memadai maka mereka akan lebih selektif memilih dan tak mudah tergiur barang yang murah bahkan akan mewaspadai bila ada barang yang dijual terlalu murah," ujarnya dalam keterangan tertulis kepada Sindonews.

Kedua, terang Iffah, pemerintah diharapkan oleh publik bisa memberi perlindungan dari berulangnya kasus serupa. Kelalaian pemerintah untuk rutin dan konsisten melakukan pengawasan pasar, khususnya produk-produk pangan memberi celah terjadinya penyimpangan semacam ini. Sangat disayangkan pemerintah baru melakukan uji lab setelah muncul aduan dan temuan beras palsu. Kenapa tidak dilakukan secara periodik misal 3 bulanan, tidak hanya ketika ada kasus atau pada momen-momen yang rawan seperti menjelang Ramadan.

"Kendala dana untuk operasional pengawasan tersebut tidak boleh menjadi alasan. Bila pemerintah sungguh-sungguh ingin memberikan jaminan keamanan pangan (food safety) bagi publik maka jangan menunggu jatuhnya korban, harus segera dibuat kebijakan berikut alokasi anggaran untuk pengawasan yang menjamin keamanan pangan publik," kata Iffah.

Dia menyatakan, pemerintah juga tidak boleh berdalih bahwa produk ini masuk ke Indonesia secara ilegal. Karena sepantasnya pemerintah juga bisa menanggulangi kejadian-kejadian semacam ini. Bila itu tidak segera dilakukan, maka hal itu menegaskan pemerintah saat ini adalah rezim neolib yang berlepas dari fungsi negara sebagai penanggung jawab dan pengayom.

Ketiga, tata niaga global yang kapitalistis telah terbukti menghasilkan kerusakan karena berbasis liberalisme ekonomi. Yakni mendorong setiap pelaku usaha –individu maupun korporat- untuk mencapai keuntungan tertinggi dengan cara apapun, tanpa peduli membahayakan publik. Juga memberi kebebasan produksi apapun dan mendistribusikan kemanapun tanpa hambatan pajak dan tarif.

Iffah menuturkan kasus beras oplosan plastik di Indonesia ini bukanlah pertama kali. Tahun 2012 lalu kasus serupa juga sudah muncul. Di China, korban jiwa akibat bahan pangan berbahaya juga sudah seringkali menjadi berita global, akibat banyak dan beragamnya bahan-bahan pangan palsu. Bahan berbahaya semacam ini akan terus diproduksi oleh produsen-produsen nakal yang egois karena mereka didorong prinsip ekonomi kapitalis ‘biaya sekecil mungkin, keuntungan sebesar mungkin’.

"Bahaya ulah merusak mereka juga akan terus mengintai masyarakat kita karena globalisasi yang menghapus batas-batas negara dan menyebabkan pemerintah tak mau menunjukkan tanggung jawab penuh memberi perlindungan pada rakyat," terangnya.

Berbeda dengan sistem Islam yang dulu diterapkan dalam era kekhilafahan. Di masa khilafah Umawiyah, sejarah mencatat berjalannya fungsi pengawasan pasar dalam memberikan jaminan keamanan pangan publik. Ada petugas-petugas khusus negara khilafah yang berseragam khas yang rutin melakukan tugasnya untuk menstandarisasi mulai dari bahan baku, pengolahan hingga pengemasan produk roti yang merupakan makanan utama penduduk di kota Baghdad masa itu.

"Demikianlah, saatnya kita menyadari kegagalan sistem kapitalis dan neoliberal dalam menjamin kebutuhan rakyat. Saatnya berjuang mengembalikan kemuliaan manusia dan penjagaan hak-haknya dengan menegakkan kembali khilafah Islamiyah," tandasnya.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0929 seconds (0.1#10.140)