Pemerintah Terbitkan Sukuk Global USD2 Miliar
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah menerbitkan obligasi syariah berdenominasi dolar Amerika Serikat atau sukuk global senilai USD2 miliar, dengan tenor 10 tahun dan jatuh tempo pada 2025.
Sukuk global ini diterbitkan melalui Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia III, sebuah badan hukum yang dibentuk pemerintah khusus untuk melakukan penerbitan sukuk. Penerbitan sukuk global sebesar USD2 miliar ini merupakan penerbitan obligasi syariah berdenominasi dolar AS terbesar oleh Indonesia sejak tahun 2009, bahkan sukuk global dalam single-tranche terbesar di dunia.
Berdasarkan keterangan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, penerbitan sukuk global ini dicatatkan di Singapore Stock Exchange dan NASDAQ Dubai (dual listing ). ”Proses penyelesaian akhir (settlement ) dilaksanakan pada 28 Mei 2015. Sukuk tersebut diterbitkan pada harga par dengan imbalan 4,325% dan memperoleh peringkat Baa3 dari Moodys, BB+ dari S&P dan BBB- dari Fitch,” ungkap pernyataan resmi dari Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu kemarin.
Sukuk global ini diterbitkan berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan struktur wakalah dengan underlying berupa barang milik negara berupa tanah dan bangunan sebesar 51% dan proyek-proyek pemerintah 49%. Penerbitan ini merupakan penerbitan keenam sukuk berdenominasi dolar AS oleh pemerintah dan keempat kalinya diterbitkan dalam Islamic Global Medium Term Notes (Islamic GMTN).
”Transaksi tersebut dilaksanakan sejalan dengan rencana pembiayaan pemerintah tahun 2015, sekaligus untuk memperkokoh posisi Indonesia di pasar keuangan syariah global dan mendukung pengembangan keuangan syariah di pasar global,” ujar Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu dalam keterangan resminya.
Setelah roadshow ke beberapa kota pusat keuangan syariah di kawasan Asia, Timur Tengah dan Eropa, transaksi ini diklaim mendapat respons yang sangat baik dari para investor global. Roadshow tersebut telah menghasilkan jumlah penawaran lebih dari USD6,8 miliar dari 240 investor, atau dengan kelebihan permintaan (oversubscribed ) 3,4 kali.
Sementara, distribusi investor berdasarkan wilayah adalah sebesar 41% investor syariah Timur Tengah; 21% investor Amerika; 16% investor Eropa; 12% investor wilayah Asia selain Indonesia; dan 10% investor Indonesia. Pengamat obligasi Yudistira Slamet menilai, permintaan sukuk global yang oversubscribed tersebut sudah cukup baik. Hasilnya diharapkan, dapat menjadi strategi alternatif menutup defisit APBN 2015. Kondisi ini tentu saja tidak terlepas dari membaiknya proyeksi investasi nasional dari S&P.
”Kelebihan permintaan tersebut turut dipengaruhi penilaian S&P terhadap kita. Investor asing masih optimistis dengan pertumbuhan perekonomian kita di masa depan,” ujar Yudistira kemarin. Sedangkan, pengamat ekonomi syariah dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Yusuf Wibisono mengatakan, hasil penawaran tersebut masih belum ideal karena pemerintah hanya menawarkan return tinggi. Kondisi ini tidak sehat karena pemerintah seperti tidak memiliki daya tawar dengan pasar.
”Ke depan harus ada integrasi di sektor keuangan dan sektor riil. Pemerintah harus meyakinkan investor, bukan kita terus ikuti pasar dengan bunga tinggi,” ujarnya.
Hafid fuad
Sukuk global ini diterbitkan melalui Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia III, sebuah badan hukum yang dibentuk pemerintah khusus untuk melakukan penerbitan sukuk. Penerbitan sukuk global sebesar USD2 miliar ini merupakan penerbitan obligasi syariah berdenominasi dolar AS terbesar oleh Indonesia sejak tahun 2009, bahkan sukuk global dalam single-tranche terbesar di dunia.
Berdasarkan keterangan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, penerbitan sukuk global ini dicatatkan di Singapore Stock Exchange dan NASDAQ Dubai (dual listing ). ”Proses penyelesaian akhir (settlement ) dilaksanakan pada 28 Mei 2015. Sukuk tersebut diterbitkan pada harga par dengan imbalan 4,325% dan memperoleh peringkat Baa3 dari Moodys, BB+ dari S&P dan BBB- dari Fitch,” ungkap pernyataan resmi dari Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu kemarin.
Sukuk global ini diterbitkan berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan struktur wakalah dengan underlying berupa barang milik negara berupa tanah dan bangunan sebesar 51% dan proyek-proyek pemerintah 49%. Penerbitan ini merupakan penerbitan keenam sukuk berdenominasi dolar AS oleh pemerintah dan keempat kalinya diterbitkan dalam Islamic Global Medium Term Notes (Islamic GMTN).
”Transaksi tersebut dilaksanakan sejalan dengan rencana pembiayaan pemerintah tahun 2015, sekaligus untuk memperkokoh posisi Indonesia di pasar keuangan syariah global dan mendukung pengembangan keuangan syariah di pasar global,” ujar Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu dalam keterangan resminya.
Setelah roadshow ke beberapa kota pusat keuangan syariah di kawasan Asia, Timur Tengah dan Eropa, transaksi ini diklaim mendapat respons yang sangat baik dari para investor global. Roadshow tersebut telah menghasilkan jumlah penawaran lebih dari USD6,8 miliar dari 240 investor, atau dengan kelebihan permintaan (oversubscribed ) 3,4 kali.
Sementara, distribusi investor berdasarkan wilayah adalah sebesar 41% investor syariah Timur Tengah; 21% investor Amerika; 16% investor Eropa; 12% investor wilayah Asia selain Indonesia; dan 10% investor Indonesia. Pengamat obligasi Yudistira Slamet menilai, permintaan sukuk global yang oversubscribed tersebut sudah cukup baik. Hasilnya diharapkan, dapat menjadi strategi alternatif menutup defisit APBN 2015. Kondisi ini tentu saja tidak terlepas dari membaiknya proyeksi investasi nasional dari S&P.
”Kelebihan permintaan tersebut turut dipengaruhi penilaian S&P terhadap kita. Investor asing masih optimistis dengan pertumbuhan perekonomian kita di masa depan,” ujar Yudistira kemarin. Sedangkan, pengamat ekonomi syariah dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Yusuf Wibisono mengatakan, hasil penawaran tersebut masih belum ideal karena pemerintah hanya menawarkan return tinggi. Kondisi ini tidak sehat karena pemerintah seperti tidak memiliki daya tawar dengan pasar.
”Ke depan harus ada integrasi di sektor keuangan dan sektor riil. Pemerintah harus meyakinkan investor, bukan kita terus ikuti pasar dengan bunga tinggi,” ujarnya.
Hafid fuad
(ars)