Sukuk Global Sasar Investor Timur Tengah dan Asia
A
A
A
PONTIANAK - Pemerintah menyasar investor Timur Tengah dan Asia saat meluncurkan obligasi syariah (sukuk) global senilai USD2 miliar di kuartal II tahun ini.
Langkah tersebut untuk memperluas penyerapan obligasi syariah tidak hanya ke pasar Eropa dan Amerika Serikat (AS) yang selama ini mendominasi. ”Beberapa tahun lalu kedua wilayah tersebut (Timur Tengah dan Asia) masih ragu untuk mengambil peran dalam Surat Utang Negara (SUN) Pemerintah Indonesia,” ujar Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di Pontianak, Kalimantan Barat, kemarin.
Dia menambahkan, investor Timur Tengah dan Asia mulai dilirik sejak adanya dua lembaga perbankan yang beroperasi di Indonesia asal Malaysia dan Dubai yang menyerap sukuk. ”Kepercayaan mereka pada pemerintah kita membuat pasar sukuk sangat diminati, apalagi kawasan tersebut memang sudah mengenal baik sistem syariah yang digunakan dalam sukuk,” kata Bambang.
Seperti diberitakan, obligasi syariah berdenominasi dolar Amerika Serikat atau sukuk global senilai USD2 miliar itu akan memiliki tenor 10 tahun dan jatuh tempo pada 2025. Sukuk global ini diterbitkan melalui Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia III, sebuah badan hukum yang dibentuk pemerintah khusus untuk melakukan penerbitan sukuk. Berdasarkan keterangan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, sukuk global sebesar USD2 miliar ini merupakan penerbitan obligasi syariah berdenominasi dolar AS terbesar oleh Indonesia sejak 2009.
Bahkan, merupakan penerbitan sukuk global dalam single-tranche terbesar di dunia. Penerbitan sukuk global ini dicatatkan di Singapore Stock Exchange dan NASDAQ Dubai (dual listing ). Proses penyelesaian akhir (settlement) dilaksanakan pada 28 Mei 2015. Sukuk tersebut diterbitkan pada harga par dengan imbalan 4,325% dan memperoleh peringkat Baa3 dari Moodys, BB+ dari S&P dan BBB- dari Fitch,” ungkap pernyataan resmi dari Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu pekan lalu.
Pengamat ekonomi syariah Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Yusuf Wibisono sebelumnya mengatakan, hasil penawaran tersebut masih belum ideal karena pemerintah hanya menawarkan return tinggi. Kondisi ini tidak sehat karena pemerintah seperti tidak memiliki daya tawar dengan pasar. ”Ke depan harus ada integrasi di sektor keuangan dan sektor riil.
Pemerintah harus meyakinkan investor bukan kita terus ikuti pasar dengan imbal hasil tinggi,” ujarnya Dia menyarankan, hasil dari penerbitan sukuk sebaiknya digunakan untuk pembiayaan proyek di sektor riil, khususnya pembangunan infrastruktur. ”Seharusnya, akad yang tujuannya project based sukuk jangan hanya mengikuti kemauan pasar dengan berikan return tinggi,” ujar Yusuf.
Terpisah, analis Millenium Capital Management Desmon Silitonga mengungkapkan, peluncuran sukuk global akan disambut positif di pasar keuangan. Apalagi saat ini peringkat outlook utang dalam negeri sudah dinaikkan dari posisi stabil ke positif oleh Standard & Poor’s beberapa waktu lalu.
”Ini akan memberikan kepercayaan pada investor asing untuk mengakumulasi portofolio di pasar keuangan,” ujarnya. Dia menambahkan, apabila semakin banyak yang ingin menjadi investor, akan semakin kompetitif.
Rabia edra/hafid fuad
Langkah tersebut untuk memperluas penyerapan obligasi syariah tidak hanya ke pasar Eropa dan Amerika Serikat (AS) yang selama ini mendominasi. ”Beberapa tahun lalu kedua wilayah tersebut (Timur Tengah dan Asia) masih ragu untuk mengambil peran dalam Surat Utang Negara (SUN) Pemerintah Indonesia,” ujar Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di Pontianak, Kalimantan Barat, kemarin.
Dia menambahkan, investor Timur Tengah dan Asia mulai dilirik sejak adanya dua lembaga perbankan yang beroperasi di Indonesia asal Malaysia dan Dubai yang menyerap sukuk. ”Kepercayaan mereka pada pemerintah kita membuat pasar sukuk sangat diminati, apalagi kawasan tersebut memang sudah mengenal baik sistem syariah yang digunakan dalam sukuk,” kata Bambang.
Seperti diberitakan, obligasi syariah berdenominasi dolar Amerika Serikat atau sukuk global senilai USD2 miliar itu akan memiliki tenor 10 tahun dan jatuh tempo pada 2025. Sukuk global ini diterbitkan melalui Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia III, sebuah badan hukum yang dibentuk pemerintah khusus untuk melakukan penerbitan sukuk. Berdasarkan keterangan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, sukuk global sebesar USD2 miliar ini merupakan penerbitan obligasi syariah berdenominasi dolar AS terbesar oleh Indonesia sejak 2009.
Bahkan, merupakan penerbitan sukuk global dalam single-tranche terbesar di dunia. Penerbitan sukuk global ini dicatatkan di Singapore Stock Exchange dan NASDAQ Dubai (dual listing ). Proses penyelesaian akhir (settlement) dilaksanakan pada 28 Mei 2015. Sukuk tersebut diterbitkan pada harga par dengan imbalan 4,325% dan memperoleh peringkat Baa3 dari Moodys, BB+ dari S&P dan BBB- dari Fitch,” ungkap pernyataan resmi dari Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu pekan lalu.
Pengamat ekonomi syariah Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Yusuf Wibisono sebelumnya mengatakan, hasil penawaran tersebut masih belum ideal karena pemerintah hanya menawarkan return tinggi. Kondisi ini tidak sehat karena pemerintah seperti tidak memiliki daya tawar dengan pasar. ”Ke depan harus ada integrasi di sektor keuangan dan sektor riil.
Pemerintah harus meyakinkan investor bukan kita terus ikuti pasar dengan imbal hasil tinggi,” ujarnya Dia menyarankan, hasil dari penerbitan sukuk sebaiknya digunakan untuk pembiayaan proyek di sektor riil, khususnya pembangunan infrastruktur. ”Seharusnya, akad yang tujuannya project based sukuk jangan hanya mengikuti kemauan pasar dengan berikan return tinggi,” ujar Yusuf.
Terpisah, analis Millenium Capital Management Desmon Silitonga mengungkapkan, peluncuran sukuk global akan disambut positif di pasar keuangan. Apalagi saat ini peringkat outlook utang dalam negeri sudah dinaikkan dari posisi stabil ke positif oleh Standard & Poor’s beberapa waktu lalu.
”Ini akan memberikan kepercayaan pada investor asing untuk mengakumulasi portofolio di pasar keuangan,” ujarnya. Dia menambahkan, apabila semakin banyak yang ingin menjadi investor, akan semakin kompetitif.
Rabia edra/hafid fuad
(bbg)