Yuan China Tak Lagi Undervalued
A
A
A
BEIJING - Mata uang yuan China tidak lagi undervalued atau dihargai di bawah nilai sebenarnya. Dana Moneter Internasional (IMF) mengungkapkan hal itu setelah misi konsultasi ke Negeri Panda.
Amerika Serikat (AS) sejak lama menuding China memanipulasi nilai yuan sehingga menguntungkan dalam perdagangan internasional. Nilai yuan atau renminbi juga menjadi sumber ketegangan selama bertahun-tahun antara China dan para mitra dagang utama, dipimpin oleh AS. Mereka menuduh Beijing membuat nilai yuan rendah agar para eksportir China memiliki daya saing lebih tinggi dalam perdagangan.
Beijing pun selalu menyangkal tuduhan tersebut. ”Penilaian kami sekarang ialah apresiasi efektif riil substansial selama tahun lalu membuat nilai tukar yuan ke level yang tidak lagi undervalued,” papar pernyataan IMF setelah misi konsultasi ke China, dikutip kantor berita AFP.
China mengontrol ketat nilai yuan karena khawatir perubahan nilai mata uang yang tidak dapat diprediksi dapat mengganggu perekonomian dan melemahkan kontrol keuangan. Meski demikian, Beijing tetap mendorong mata uangnya untuk memainkan peran lebih besar dalam sistem keuangan global, termasuk dalam kelompok yang menempatkan IMF memiliki hak penarikan khusus cadangan mata uang.
Yuan telah menjadi salah satu mata uang paling stabil di dunia, di mana setiap guncangan yang terjadi dari hari ke hari sangat dibatasi oleh otoritas. Selama hampir dua tahun nilai yuan sekitar 6,82 terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga Mei 2010, sebelum berapre-siasi, di bawah tekanan AS, menjadi 6,04 pada Januari 2014. Meski demikian, akibat lemahnya pertumbuhan ekonomi China, nilai yuan kembali merosot.
Yuan diperdagangkan pada 6,21 terhadap dolar setelah pengumuman IMF. Kendati IMF telah membuat pernyataan bahwa nilai yuan sudah tidak undervalued, AS tetap pada sikapnya. Seorang pejabat Departemen Keuangan AS yang meminta namanya tidak disebutkan menyatakan, nilai yuan masih terlalu murah. Sikap itu telah menjadi pendapat resmi AS selama bertahuntahun dalam penilaian semi-tahunan Departemen Keuangan AS pada Kongres tentang mata uang para mitra dagang utama.
Laporan paling baru menunjukkan bahwa berdasarkan penyesuaian inflasi dan perdagangan, mata uang yuan telah naik 10% terhadap dolar selama enam bulan lalu. Meski demikian, AS menilai yuan tetap undervalued. Menteri Keuangan AS Jacob Lew pekan lalu menegaskan kembali pendapatnya dan mendesak China membuat perubahan terhadap nilai mata uangnya.
Fawad Razaqzada, analis dari platform perdagangan mata uang yang berbasis di London, Forex.com, skeptis dengan temuan IMF tersebut. ”Ini mungkin memberi otoritas China pembenaran untuk menahan nilai yuan tetap rendah, khususnya terhadap mata uang yang bank sentralnya masih sangat lunak seperti Euro. Terhadap dolar mereka tidak memerlukan banyak bantuan karena dolar akan berapresiasi lagi saat pasar bersiap untuk kenaikan suku bunga tahun ini,” paparnya.
IMF juga mengkritik cadangan devisa China yang terbesar di dunia, mencapai USD3,73 triliun pada akhir Maret. IMF mendesak China lebih fleksibel dalam penentuan nilai tukar mata uang, syarat utama bagi ekonomi sebesar China. ”Posisi eksternal yang masih terlalu kuat menegaskan perlunya reformasi kebijakan lainnya untuk mengurangi dampak cadangan devisa sebesar itu dan mencapai keseimbangan eksternal berkelanjutan,” demikian pernyataan IMF.
China secara perlahan memperlunak kontrol yuan untuk penggunaan internasional. Mata uang itu kini menjadi salah satu dari 10 mata uang terbesar sebagai cadangan devisa negara-negara asing. Beijing telah membuat kesepakatan clearing yuan dengan 10 negara dan kawasan, serta menandatangani kesepakatan pertukaran mata uang dengan 28 bank sentral.
Pemerintah juga mengizinkan warga China dan asing untuk mengeluarkan obligasi berdenominasi yuan di pasar internasional, meski jumlah totalnya masih relatif kecil. Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB) yang dipimpin China juga diperkirakan memfasilitasi penggunaan yuan secara lebih luas di dunia. AIIB dibentuk untuk mendukung pengembangan infrastruktur di penjuru Asia.
Syarifudin
Amerika Serikat (AS) sejak lama menuding China memanipulasi nilai yuan sehingga menguntungkan dalam perdagangan internasional. Nilai yuan atau renminbi juga menjadi sumber ketegangan selama bertahun-tahun antara China dan para mitra dagang utama, dipimpin oleh AS. Mereka menuduh Beijing membuat nilai yuan rendah agar para eksportir China memiliki daya saing lebih tinggi dalam perdagangan.
Beijing pun selalu menyangkal tuduhan tersebut. ”Penilaian kami sekarang ialah apresiasi efektif riil substansial selama tahun lalu membuat nilai tukar yuan ke level yang tidak lagi undervalued,” papar pernyataan IMF setelah misi konsultasi ke China, dikutip kantor berita AFP.
China mengontrol ketat nilai yuan karena khawatir perubahan nilai mata uang yang tidak dapat diprediksi dapat mengganggu perekonomian dan melemahkan kontrol keuangan. Meski demikian, Beijing tetap mendorong mata uangnya untuk memainkan peran lebih besar dalam sistem keuangan global, termasuk dalam kelompok yang menempatkan IMF memiliki hak penarikan khusus cadangan mata uang.
Yuan telah menjadi salah satu mata uang paling stabil di dunia, di mana setiap guncangan yang terjadi dari hari ke hari sangat dibatasi oleh otoritas. Selama hampir dua tahun nilai yuan sekitar 6,82 terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga Mei 2010, sebelum berapre-siasi, di bawah tekanan AS, menjadi 6,04 pada Januari 2014. Meski demikian, akibat lemahnya pertumbuhan ekonomi China, nilai yuan kembali merosot.
Yuan diperdagangkan pada 6,21 terhadap dolar setelah pengumuman IMF. Kendati IMF telah membuat pernyataan bahwa nilai yuan sudah tidak undervalued, AS tetap pada sikapnya. Seorang pejabat Departemen Keuangan AS yang meminta namanya tidak disebutkan menyatakan, nilai yuan masih terlalu murah. Sikap itu telah menjadi pendapat resmi AS selama bertahuntahun dalam penilaian semi-tahunan Departemen Keuangan AS pada Kongres tentang mata uang para mitra dagang utama.
Laporan paling baru menunjukkan bahwa berdasarkan penyesuaian inflasi dan perdagangan, mata uang yuan telah naik 10% terhadap dolar selama enam bulan lalu. Meski demikian, AS menilai yuan tetap undervalued. Menteri Keuangan AS Jacob Lew pekan lalu menegaskan kembali pendapatnya dan mendesak China membuat perubahan terhadap nilai mata uangnya.
Fawad Razaqzada, analis dari platform perdagangan mata uang yang berbasis di London, Forex.com, skeptis dengan temuan IMF tersebut. ”Ini mungkin memberi otoritas China pembenaran untuk menahan nilai yuan tetap rendah, khususnya terhadap mata uang yang bank sentralnya masih sangat lunak seperti Euro. Terhadap dolar mereka tidak memerlukan banyak bantuan karena dolar akan berapresiasi lagi saat pasar bersiap untuk kenaikan suku bunga tahun ini,” paparnya.
IMF juga mengkritik cadangan devisa China yang terbesar di dunia, mencapai USD3,73 triliun pada akhir Maret. IMF mendesak China lebih fleksibel dalam penentuan nilai tukar mata uang, syarat utama bagi ekonomi sebesar China. ”Posisi eksternal yang masih terlalu kuat menegaskan perlunya reformasi kebijakan lainnya untuk mengurangi dampak cadangan devisa sebesar itu dan mencapai keseimbangan eksternal berkelanjutan,” demikian pernyataan IMF.
China secara perlahan memperlunak kontrol yuan untuk penggunaan internasional. Mata uang itu kini menjadi salah satu dari 10 mata uang terbesar sebagai cadangan devisa negara-negara asing. Beijing telah membuat kesepakatan clearing yuan dengan 10 negara dan kawasan, serta menandatangani kesepakatan pertukaran mata uang dengan 28 bank sentral.
Pemerintah juga mengizinkan warga China dan asing untuk mengeluarkan obligasi berdenominasi yuan di pasar internasional, meski jumlah totalnya masih relatif kecil. Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB) yang dipimpin China juga diperkirakan memfasilitasi penggunaan yuan secara lebih luas di dunia. AIIB dibentuk untuk mendukung pengembangan infrastruktur di penjuru Asia.
Syarifudin
(ftr)