Revisi Harga Biodiesel Disahkan Pekan Ini
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana mengesahkan revisi harga indeks pasar (HIP) biodiesel pekan ini. Sehingga, mandatori pencampuran biodiesel 15% pada bahan bakar minyak (BBM) jenis solar segera diimplementasikan Juni 2015.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan bahwa pembahasan HIP tinggal terkait biaya transportasi. Pembahasan biaya transportasi ini melibatkan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), PT Pertamina (Persero), dan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM. ”Besar kemungkinan pekan ini revisi HIP biodiesel sudah dapat disahkan,” kata dia di Jakarta kemarin.
Ketua Harian Aprobi Paulus Tjakrawan mengatakan bahwa produsen bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel mendukung program pencampuran dengan BBM solar sebanyak 15%. Menurutnya, perubahan HIP biodiesel tentu berpengaruh dengan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) sebagai bahan baku BBN jenis biodiesel.
”Kami, produsen biodiesel, siap untuk memasok. Soal harga, sebaiknya kita lihat pelaksanaannya saja nanti. Karena, tiap hari harga CPO dan crude oil (minyak mentah) berubah,” ujarnya. Produsen biodiesel antara lain Wilmar Group yang menguasai 60%, Musim Mas 18%, Pelita Agung 8%, dan Darmex Biofuel (5%).
Wilmar group terdiri atas Wilmar Nabati, Wilmar Bioenergi, Sinar Alam Permai, serta PT Eterindo Wahanatama Tbk (ETWA) melalui anak usahanya, PT Anugerahinti Gemanusa. Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, keuntungan lain dari pemberlakuan kebijakan ini yakni bertambahnya lapangan kerja baru.
”Pak Menteri menyampaikan bisa menambah 300.000 lapangan kerja dari 378.000 sebelumnya, menjadi 678.000 orang terdevelop,” katanya. Terkait itu, Kementerian ESDM telah menetapkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 0726 K/12/MEM/2015 pada 27 Februari 2015 dan berlaku efektif 1 Maret 2015.
Peraturan tersebut menetapkan HIP BBN jenis biodiesel yang dicampurkan ke dalam jenis BBM jenis tertentu didasarkan pada harga patokan ekspor CPO yang ditetapkan Menteri Perdagangan periode satu bulan sebelumnya, ditambah besaran konversi CPO menjadi biodiesel sebesar USD188 per metrik ton dengan faktor konversi sebesar 870 kg per meter kubik.
Harga baru biodiesel tersebut merevisi harga sebelumnya yang merujuk pada Keputusan ESDM Nomor 2185/12/MEM/ 2014. Permen tersebut menetapkan HIP untuk BBN jenis biosolar sebesar 103,48 mean of platts Singapore(MoPS) solar. Namun seiring dengan peningkatan mandatori pencampuran biodiesel hingga 15%, pemerintah kembali merevisi HIP biodiesel.
Revisi HIP untuk mengurangi selisih harga keekonomian BBM dengan BBM yang telah dicampur dengan biodiesel atau biosolar sebesar 15% sebesar Rp675 per liter. Selain itu, payung hukum yang mengatur tentang CPO Supporting Fund (CSF) juga telah ditandatangani Presiden Joko Widodo. Kebijakan tersebut untuk menarik pungutan sebesar USD50 dari setiap ton CPO yang diekspor dan USD30 per ton untuk ekspor produk olahan CPO, seperti olein.
Selain CPO Supporting Fund, pemerintah juga tetap mengenakan bea keluar (BK) sebesar 7,5% untuk CPO dan produk turunan CPO yang akan diekspor. Namun, BK tadi akan dikurangi USD50 dan USD30/ ton sebagai kewajiban CPO Supporting Fund.
Nanang wijayanto
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan bahwa pembahasan HIP tinggal terkait biaya transportasi. Pembahasan biaya transportasi ini melibatkan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), PT Pertamina (Persero), dan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM. ”Besar kemungkinan pekan ini revisi HIP biodiesel sudah dapat disahkan,” kata dia di Jakarta kemarin.
Ketua Harian Aprobi Paulus Tjakrawan mengatakan bahwa produsen bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel mendukung program pencampuran dengan BBM solar sebanyak 15%. Menurutnya, perubahan HIP biodiesel tentu berpengaruh dengan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) sebagai bahan baku BBN jenis biodiesel.
”Kami, produsen biodiesel, siap untuk memasok. Soal harga, sebaiknya kita lihat pelaksanaannya saja nanti. Karena, tiap hari harga CPO dan crude oil (minyak mentah) berubah,” ujarnya. Produsen biodiesel antara lain Wilmar Group yang menguasai 60%, Musim Mas 18%, Pelita Agung 8%, dan Darmex Biofuel (5%).
Wilmar group terdiri atas Wilmar Nabati, Wilmar Bioenergi, Sinar Alam Permai, serta PT Eterindo Wahanatama Tbk (ETWA) melalui anak usahanya, PT Anugerahinti Gemanusa. Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, keuntungan lain dari pemberlakuan kebijakan ini yakni bertambahnya lapangan kerja baru.
”Pak Menteri menyampaikan bisa menambah 300.000 lapangan kerja dari 378.000 sebelumnya, menjadi 678.000 orang terdevelop,” katanya. Terkait itu, Kementerian ESDM telah menetapkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 0726 K/12/MEM/2015 pada 27 Februari 2015 dan berlaku efektif 1 Maret 2015.
Peraturan tersebut menetapkan HIP BBN jenis biodiesel yang dicampurkan ke dalam jenis BBM jenis tertentu didasarkan pada harga patokan ekspor CPO yang ditetapkan Menteri Perdagangan periode satu bulan sebelumnya, ditambah besaran konversi CPO menjadi biodiesel sebesar USD188 per metrik ton dengan faktor konversi sebesar 870 kg per meter kubik.
Harga baru biodiesel tersebut merevisi harga sebelumnya yang merujuk pada Keputusan ESDM Nomor 2185/12/MEM/ 2014. Permen tersebut menetapkan HIP untuk BBN jenis biosolar sebesar 103,48 mean of platts Singapore(MoPS) solar. Namun seiring dengan peningkatan mandatori pencampuran biodiesel hingga 15%, pemerintah kembali merevisi HIP biodiesel.
Revisi HIP untuk mengurangi selisih harga keekonomian BBM dengan BBM yang telah dicampur dengan biodiesel atau biosolar sebesar 15% sebesar Rp675 per liter. Selain itu, payung hukum yang mengatur tentang CPO Supporting Fund (CSF) juga telah ditandatangani Presiden Joko Widodo. Kebijakan tersebut untuk menarik pungutan sebesar USD50 dari setiap ton CPO yang diekspor dan USD30 per ton untuk ekspor produk olahan CPO, seperti olein.
Selain CPO Supporting Fund, pemerintah juga tetap mengenakan bea keluar (BK) sebesar 7,5% untuk CPO dan produk turunan CPO yang akan diekspor. Namun, BK tadi akan dikurangi USD50 dan USD30/ ton sebagai kewajiban CPO Supporting Fund.
Nanang wijayanto
(ftr)