Perpres CPO Fund Gerus Harga Sawit
A
A
A
JAKARTA - Penerapan Peraturan Presiden (Perpres) CPO Supporting Fund dalam jangka pendek akan menggerus harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Dampak lanjutannya adalah penurunan harga tandan buah segar (TBS) sehingga pendapatan petani sawit terpangkas.
”Jika dilihat jangka pendek, harga CPO akan turun, TBS petani juga turun sehingga berakibat turunnya daya saing industri,” ujar Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan di Jakarta kemarin. Namun demikian, aturan tersebut dalam jangka panjang memiliki dampak yang positif terhadap industri sawit nasional.
”Jika dilihat jangka panjang aturan itu secara tidak langsung dapat mendongkrak harga CPO yang sejak semester II/2014 mengalami penurunan,” jelasnya. Senada, Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun mengatakan, perpres tersebut dalam jangka pendek menyebabkan harga CPO di dalam negeri turun. Harga CPO akan turun atau tergerus sebesar Rp650.000 per ton atau Rp650 per kilogram (kg). Sementara, harga TBS di petani juga ikut tergerus sebesar Rp130 per kg.
”Dalam jangka pendek, harga CPO akan turun sebesar USD50 per ton. Atau kalau dengan asumsi kurs Rp13.000 per dolar AS, berarti mencapai Rp650.000 per ton. TBS di petani juga turun sebesar Rp130 per kg,” kata dia. Sementara dalam jangka panjang, kebijakan tersebut memberikan dampak yang positif, dengan catatan semua faktor lainnya tidak berubah.
Secara teoritis, kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan konsumsi CPO di dalam negeri dengan menyinergikan kebijakan B15. Dengan peningkatan permintaan di dalam negeri, otomatis akan terjadi penurunan pasokandipasarglobalsehingga harga CPO meningkat. ”Kami estimasi peningkatan harga CPO dalam jangka panjang, jika memang B15 berjalan dengan baik. Harga CPO di pasar global akan dapat naik melebihi USD50 per ton,” ujar Derom.
Perpres No 61/2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau CPO (minyak sawit mentah/crude palm oil) supporting fund resmi diberlakukan pada 25 Mei 2015. Berbeda dengan pelaku usaha, Menteri Perdagangan (Mendag) Rahmat Gobel menilai, kebijakan tersebut tidak akan menurunkan daya saing industri. Sebab, kebijakan tersebut sebelumnya telah disosialisasikan kepada para pengusaha.
”Tidak memberatkan karena sebelum aturan keluar sudah ada sosialisasi terlebih dahulu kepada pengusaha,” kata Gobel di sela acara Munas Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) di Kantor PLN Pusat, Jakarta, kemarin. Dia pun mengakui, dalam aturan itu terdapat pungutan yang wajib dibayarkan perusahaan pengekspor CPO sebesar USD50 per ton dan yang mengekspor produk turunan CPO sebesar USD30 per ton.
Selain itu, terdapat iuran tambahan yang harus dibayarkan oleh perusahaan pemilik kebun kelapa sawit. Di tempat yang sama Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Ridha Mulyana menjelaskan bahwa aturan tersebut telah diteken presiden sebagai payung hukum pengumpulan dana perusahaan kelapa sawit. ”Sudah ditandatangani, tinggal menunggu peraturan menteri,” ungkapnya.
Nanang wijayanto
”Jika dilihat jangka pendek, harga CPO akan turun, TBS petani juga turun sehingga berakibat turunnya daya saing industri,” ujar Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan di Jakarta kemarin. Namun demikian, aturan tersebut dalam jangka panjang memiliki dampak yang positif terhadap industri sawit nasional.
”Jika dilihat jangka panjang aturan itu secara tidak langsung dapat mendongkrak harga CPO yang sejak semester II/2014 mengalami penurunan,” jelasnya. Senada, Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun mengatakan, perpres tersebut dalam jangka pendek menyebabkan harga CPO di dalam negeri turun. Harga CPO akan turun atau tergerus sebesar Rp650.000 per ton atau Rp650 per kilogram (kg). Sementara, harga TBS di petani juga ikut tergerus sebesar Rp130 per kg.
”Dalam jangka pendek, harga CPO akan turun sebesar USD50 per ton. Atau kalau dengan asumsi kurs Rp13.000 per dolar AS, berarti mencapai Rp650.000 per ton. TBS di petani juga turun sebesar Rp130 per kg,” kata dia. Sementara dalam jangka panjang, kebijakan tersebut memberikan dampak yang positif, dengan catatan semua faktor lainnya tidak berubah.
Secara teoritis, kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan konsumsi CPO di dalam negeri dengan menyinergikan kebijakan B15. Dengan peningkatan permintaan di dalam negeri, otomatis akan terjadi penurunan pasokandipasarglobalsehingga harga CPO meningkat. ”Kami estimasi peningkatan harga CPO dalam jangka panjang, jika memang B15 berjalan dengan baik. Harga CPO di pasar global akan dapat naik melebihi USD50 per ton,” ujar Derom.
Perpres No 61/2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau CPO (minyak sawit mentah/crude palm oil) supporting fund resmi diberlakukan pada 25 Mei 2015. Berbeda dengan pelaku usaha, Menteri Perdagangan (Mendag) Rahmat Gobel menilai, kebijakan tersebut tidak akan menurunkan daya saing industri. Sebab, kebijakan tersebut sebelumnya telah disosialisasikan kepada para pengusaha.
”Tidak memberatkan karena sebelum aturan keluar sudah ada sosialisasi terlebih dahulu kepada pengusaha,” kata Gobel di sela acara Munas Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) di Kantor PLN Pusat, Jakarta, kemarin. Dia pun mengakui, dalam aturan itu terdapat pungutan yang wajib dibayarkan perusahaan pengekspor CPO sebesar USD50 per ton dan yang mengekspor produk turunan CPO sebesar USD30 per ton.
Selain itu, terdapat iuran tambahan yang harus dibayarkan oleh perusahaan pemilik kebun kelapa sawit. Di tempat yang sama Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Ridha Mulyana menjelaskan bahwa aturan tersebut telah diteken presiden sebagai payung hukum pengumpulan dana perusahaan kelapa sawit. ”Sudah ditandatangani, tinggal menunggu peraturan menteri,” ungkapnya.
Nanang wijayanto
(bbg)