Liburan

Minggu, 31 Mei 2015 - 10:56 WIB
Liburan
Liburan
A A A
Baru-baru ini saya menyelesaikan riset terbaru di lima kota utama Indonesia mengenai perilaku konsumen kelas menengah kita.

Yang belum tahu, sejak tiga tahun lalu saya mendirikan sebuah lembaga think tank (bersama majalah SWA ) bernama Middle Class Institute (MCI) yang secara khusus mengkaji perilaku konsumen kelas menengah Indonesia. Rencananya hasilhasil riset MCI tersebut akan dipaparkan pada tanggal 11 Juni nanti dalam sebuah seminar bertajuk ”The Value Innovators” di Jakarta.

Di samping mempresentasikan hasil riset, seminar itu juga akan menampilkan belasan brand -brand yang sukses menarget konsumen kelas menengah. Untuk tahun ini, riset MCI secara khusus meneliti perilaku konsumen di sektor-sektor industri yang ”kelas menengah banget”, seperti otomotif, gadget dan elektronik, klinik kecantikan, produk kesehatan, produk lifestyle , hiburan, e -commerce , dan sebagainya. Nah, salah satu industri yang superhot di kalangan kelas menengah saat ini adalah liburan (travelling ).

Ketika liburan telah menjadi kebutuhan baru, maka menghilangkan kepenatan di hari libur sekolah atau akhir tahun kini merupakan ”kewajiban” yang harus ditunaikan. Setelah hampir setahun waktunya dihabiskan untuk bekerja, maka tibalah di akhir tahun untuk leisure time with family .

Intens mengamati perilaku konsumen kelas menengah terkait dengan liburan, saya mengidentifikasi empat tren industri liburan yang mencakup empat aspek yaitu: industri penerbangan, online travel agent ; travel fair ; dan liburan keluar negeri. Dengan melihat empat tren ini, saya yakin bahwa momentum kebangkitan industri liburan di Tanah Air sudah di depan mata.

LCC Sebagai Driver

Industri penerbangan Indonesia termasuk yang tercepat pertumbuhannya di Asia, bahkan dunia. Sejak tahun 2008 sampai 2014, pertumbuhan jumlah penumpang pesawat terbang mencapai 16% per tahun. Seiring naiknya populasi kelas menengah, pertumbuhan jumlah penumpang pesawat terbang pada tahun 2015 bisa mencapai 20%.

Pada tahun 2014 ini diperkirakan jumlah penumpang pesawat terbang mencapai lebih dari 100 juta jiwa. Melihat angka pertumbuhan yang fantastis tersebut, para pakar berkeyakinan bahwa pada tahun 2021 jumlah penumpang pesawat terbang di Indonesia akan mencapai angka 180 juta jiwa. Untuk kebutuhan liburan, pesawat terbang memang menjadi solusi yang cespleng dibanding jenis transportasi lain karena kecepatannya.

Babak baru penerbangan di Indonesia terjadi saat lahir penerbangan bertarif murah (low cost carrier, LCC) yang dipelopori oleh Lion Air tahun 2000. Sejak itu pesawat terbang muncul sebagai moda transportasi yang sangat kompetitif dibanding bus atau kereta api. Untuk liburan ke Yogyakarta, Surabaya, atau Singapura misalnya, masyarakat cenderung menggunakan pesawat terbang daripada kereta, bus atau kapal laut. Setelah lebih dari 10 tahun beroperasi, LCC kini betul-betul telah menjadi faktor pendorong tumbuhnya industri liburan di Tanah Air.

Kemunculan LCC telah menjadikan bepergian dengan pesawat sebagai mass luxury . Ya, karena bepergian dengan pesawat yang dulu hanya bisa dilakukan oleh kalangan atas, kini telah bisa dilakukan semua kalangan, termasuk kalangan bawah. Persis seperti kata tagline Air Asia: Now Everyone Can Fly .

Tumbuhnya OTA

Era internet memudahkan masyarakat kita melakukan perencanaan liburan. Akibatnya, banyak keputusan pembelian paket wisata dilakukan melalui online travel agent (OTA). Travel agent tradisional makin ditinggalkan karena semakin irrelevant dengan perubahan perilaku masyarakat yang semakin techy , sementara OTA tumbuh pesat.

Oleh karena itu, Anda bisa lihat sendiri bagaimana para pemain OTA tumbuh bak jamur di musim penghujan. Mereka beramai-ramai mengincar pasar traveller Indonesia yang mahabesar. Kita lihat kehadiran brand -brand OTA yang tumbuh begitu cepat tiga tahun terakhir seperti Agoda, Panorama Group, Traveloka, TripAdvisor, Wego, Expedia, Yuktravel, hingga Gonla.

Tumbuhnya OTA ini tidak lepas dari pengaruh perubahan konsumen Indonesia, dari dulunya kuper dan gaptek, menjadi semakin well-informed dan techy. Dalam hal perencanaan dan pembelian berbagai paket liburan, mereka lebih senang melakukan secara online . Mereka rajin menelusuri destinasi yang ingin dituju; mencari tahu fitur dan keunggulan produk travel; dan seru mendiskusikan proses liburan mereka di media sosial, termasuk meng-upload fotofoto selfiemereka.

Semarak Travel Fair

Setiap menjelang liburan panjang sekolah, libur akhir tahun, atau libur hari raya (Lebaran dan Natal), maskapai penerbangan atau event organizer pun rajin membuat berbagai acara travel fair di berbagai kota.

Tujuannya adalah mengajak masyarakat yang mau berlibur untuk berburu tiket murah dan mendapatkan paket-paket liburan yang menarik. Acara itu dikemas dengan unik dan menghadirkan para pemain di industri liburan: hotel, travel agent, maskapai penerbangan, hingga penyelenggara kartu kredit. Garuda Travel Fair adalah salah satu pameran travel yang kerap didatangi oleh para calon traveller.

Selain itu, ada The Indonesia Travel and Holiday Fair, Astindo Fair, Kompas Travel Fair, The Majapahit Travel Fair, Travel Religi Expo, Pameran Travel Indie Indonesia, Pameran Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia, Pameran Wisata Religi Indonesia, Gebyar Wisata dan Budaya Nusantara. Semua travel fair ini menawarkan hal yang sama, yaitu paket liburan heboh tapi sesuai isi kantong.

Ramainya penyelenggaraan travel fair di berbagai kota merupakan solusi yang didambakan masyarakat menjelang musim liburan. Ingat, konsumen kelas menengah kita sangat smart menginginkan paket liburan terbaik, tapi dengan harga termurah. Itu sebabnya mereka saya sebut hyper-value customers . Nah, travel fair menjadi solusi karena di situ mereka bisa membanding-bandingkan paket wisata dari berbagai travel agent untuk mendapatkan best deal untuk liburan mereka.

Ke Luar Negeri... Kereeen!!!

Liburan keluar negeri telah menjadi tren yang menjangkiti banyak masyarakat kita. Tatkala liburan ke luar negeri memberikan manfaat fungsional (pengalaman baru mengenali kondisi negara lain) dan emosional (gengsi di mata tetangga dan teman-teman) yang luar biasa, maka ia pun menjadi daya tarik baru.

Data Euromonitor menunjukkan, perkembangan liburan orang Indonesia ke luar negeri terlihat menggeliat beberapa tahun terakhir, setiap tahunnya bisa tumbuh hingga 20%. Dahulu liburan keluar negeri dinilai barang mewah, namun kini telah menjadi hal yang lumrah, telah menjadi mass luxury. Liburan keluar negeri yang dulu dinilai ”menakutkan” karena menghabiskan biaya mahal dan membutuhkan rasa percaya diri dari sisi penguasaan bahasa, kini menjadi biasa.

Berlibur ke Singapura atau Thailand misalnya, kini beda-beda tipis dengan liburan ke Bali atau Yogya. Naiknya daya beli masyarakat, semakin terjangkaunya tiket pesawat ke luar negeri, tingkat pendidikan yang makin tinggi (well-informed dan cascis- cus bisa bahasa Inggris), menjadikan liburan ke luar negeri sebagai agenda penting bagi banyak kalangan masyarakat kelas menengah kita.

Belum lagi manfaat emosional seperti foto selfie di depan Marlion, nampang di Petronas Towers, narsis di Burj Khalifa, atau berfoto dengan background Kabah dan Abraj Albait. Fotofoto itu menjadi demikian bermakna begitu diunggah di Twitter atau Instagram, karena bisa dipamerkan ke teman-teman... wow!!!.

Yuswohady
Managing Partner Inventure www.yuswohady.com @yuswohady
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0559 seconds (0.1#10.140)