Perusahaan Tingkatkan Nilai Tambah
A
A
A
SUMBAWA BARAT - Kementerian Perindustrian terus mendorong perusahaanperusahaan termasuk pertambangan untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas yang diproduksi di dalam negeri.
” Kita ingin apa yang dilakukan oleh produsen yang mengolah sumber daya alam seperti Newmont bisa memberikan nilai tambah dan bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa ini,” ucap Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin saat berkunjung ke kawasan pertambangan Batu Hijau milik PT Newmont Nusa Tenggara di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (30/5).
Dia juga berharap, terkait kewajiban pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahan mineral (smelter), diharapkan Newmont bisa segera merealisasikannya dengan tetap memperhatikan jalannya usaha agar terus berkesinambungan. ” Ya , kita inginnya Newmont secepatnya (membangun smelter). Kalau bisa, sebelum 2017 sesuai dengan tenggat waktu pemerintah,” ujar dia.
Saleh Husin menambahkan, akan terus berkomunikasi dengan kementerian terkait seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk membahas kemungkinan-kemungkinan ada kemudahan bagi perusahaan yang membangun smelter. ” Nanti kan bisa kita usulkan untuk mendapatkan tax holiday maupun tax allowance,” ujar Saleh.
Sementara itu, PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) menegaskan bahwa kewajiban untuk membangun smelter tidak menjadi hambatan dalam persiapan memasuki tahapan operasional fase ketujuh yang akan dimulai tahun depan. Penambangan fase ketujuh di kawasan Tambang Batu Hijau akan dimulai pada 2017 hingga 2027 sebelum kontrak perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu berakhir pada 2036.
Menurut General Manager External & Government Relations NNT Rahmat Makkasau, perihal kewajiban membangun smelter yang harus dipenuhi oleh Newmont sudah ada jalan keluarnya yakni bekerja sama dengan PT Freeport Indonesia. Dalam kerja sama tersebut, kedua perusahaan sepakat akan membangun smelter bersama di Gresik, Jawa Timur.
Dia menambahkan, kondisi industri pertambangan saat ini memang menghadapi berbagai tantangan. Di antaranya harga komoditas yang masih melemah. Kendati demikian, Newmont tetap berkomitmen untuk tetap menjalankan bisnis dan investasi di Indonesia
Terkait pembangunan smelter, Rahmat menegaskan bahwa kemampuan Newmont dalam membuat fasilitas pengolahan mineral memang terbatas. Untuk itu, opsi kerja sama dengan PT Freeport menjadi pilihan perusahaan. Nanti, tambah dia, Newmont akan memasok sekitar 25% dari kebutuhan smelter hasil kerja sama dengan PT Freeport yang kapasitas penyerapan konsentratnya mencapai 1,2 juta ton per tahun.
” Yang terbesar tetap dari Freeport, kita ikut saja mereka,” sebutnya. Rahmat menambahkan, produksi konsentrat Newmont hingga saat ini masih fluktuatif pascapemberlakuan kewajiban membangun smelter sejak Januari 2014. ” Produksi kita berkisar 300.000-700.000 ton per tahun,” ujar Rahmat.
Dari jumlah tersebut, kata dia, sekitar 100.000-200.000 dipasok untuk smelter yang terlebih dahulu bekerja sama dengan perusahaan yakni PT Smelting Gresik Copper Smelter & Refinery di Gresik, Jawa Timur. Sisanya diekspor sesuai dengan kuota yang ditetapkan pemerintah.
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian (kemenperin) I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, pemerintah juga mendorong agar perusahaan-perusahaan terus meningkatkan tingkat kandungan dalam negeri dalam belanja operasionalnya.
Menurutnya, Kemenperin akan berkoordinasi dengan pihak perusahaan agar mampu menyerap lebih banyak produk dalam negeri.
Yanto kusdiantono
” Kita ingin apa yang dilakukan oleh produsen yang mengolah sumber daya alam seperti Newmont bisa memberikan nilai tambah dan bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa ini,” ucap Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin saat berkunjung ke kawasan pertambangan Batu Hijau milik PT Newmont Nusa Tenggara di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (30/5).
Dia juga berharap, terkait kewajiban pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahan mineral (smelter), diharapkan Newmont bisa segera merealisasikannya dengan tetap memperhatikan jalannya usaha agar terus berkesinambungan. ” Ya , kita inginnya Newmont secepatnya (membangun smelter). Kalau bisa, sebelum 2017 sesuai dengan tenggat waktu pemerintah,” ujar dia.
Saleh Husin menambahkan, akan terus berkomunikasi dengan kementerian terkait seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk membahas kemungkinan-kemungkinan ada kemudahan bagi perusahaan yang membangun smelter. ” Nanti kan bisa kita usulkan untuk mendapatkan tax holiday maupun tax allowance,” ujar Saleh.
Sementara itu, PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) menegaskan bahwa kewajiban untuk membangun smelter tidak menjadi hambatan dalam persiapan memasuki tahapan operasional fase ketujuh yang akan dimulai tahun depan. Penambangan fase ketujuh di kawasan Tambang Batu Hijau akan dimulai pada 2017 hingga 2027 sebelum kontrak perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu berakhir pada 2036.
Menurut General Manager External & Government Relations NNT Rahmat Makkasau, perihal kewajiban membangun smelter yang harus dipenuhi oleh Newmont sudah ada jalan keluarnya yakni bekerja sama dengan PT Freeport Indonesia. Dalam kerja sama tersebut, kedua perusahaan sepakat akan membangun smelter bersama di Gresik, Jawa Timur.
Dia menambahkan, kondisi industri pertambangan saat ini memang menghadapi berbagai tantangan. Di antaranya harga komoditas yang masih melemah. Kendati demikian, Newmont tetap berkomitmen untuk tetap menjalankan bisnis dan investasi di Indonesia
Terkait pembangunan smelter, Rahmat menegaskan bahwa kemampuan Newmont dalam membuat fasilitas pengolahan mineral memang terbatas. Untuk itu, opsi kerja sama dengan PT Freeport menjadi pilihan perusahaan. Nanti, tambah dia, Newmont akan memasok sekitar 25% dari kebutuhan smelter hasil kerja sama dengan PT Freeport yang kapasitas penyerapan konsentratnya mencapai 1,2 juta ton per tahun.
” Yang terbesar tetap dari Freeport, kita ikut saja mereka,” sebutnya. Rahmat menambahkan, produksi konsentrat Newmont hingga saat ini masih fluktuatif pascapemberlakuan kewajiban membangun smelter sejak Januari 2014. ” Produksi kita berkisar 300.000-700.000 ton per tahun,” ujar Rahmat.
Dari jumlah tersebut, kata dia, sekitar 100.000-200.000 dipasok untuk smelter yang terlebih dahulu bekerja sama dengan perusahaan yakni PT Smelting Gresik Copper Smelter & Refinery di Gresik, Jawa Timur. Sisanya diekspor sesuai dengan kuota yang ditetapkan pemerintah.
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian (kemenperin) I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, pemerintah juga mendorong agar perusahaan-perusahaan terus meningkatkan tingkat kandungan dalam negeri dalam belanja operasionalnya.
Menurutnya, Kemenperin akan berkoordinasi dengan pihak perusahaan agar mampu menyerap lebih banyak produk dalam negeri.
Yanto kusdiantono
(ftr)