Sudirman Bantah Terima Gratifikasi dari Petral
A
A
A
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said membantah dirinya telah menerima gratifikasi dari Pertamina Energy Trading Limited (Petral), berupa perjalanan dengan pesawat jet pribadi.
Hal tersebut dikatakannya menanggapi pertanyaan dari anggota Komisi VII DPR RI M Natsir dalam rapat kerja (raker) dengan pemerintah.
Dia mengaku, bukan tipe orang yang menerima dukungan dari pengusaha atas kerja kerasnya selama ini untuk negara.
"Banyak orang tidak percaya bahwa dua orang waras yang bekerja tanpa dukungan pengusaha, sehingga ketika ada kejadian tertentu, imajinasinya imajinasi kotor. Saya harus mengatakan, saya bukan tipe seperti itu. Saya adalah orang yang selalu memberikan hak kepada orang lain daripada mengambil hak," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (8/6/2015).
Sudirman menjelaskan, kala itu dirinya sedang berada di Singapura dan secara mendadak menerima undangan dari PT Pertamina (Persero) untuk peresmian Blok Arun di Lhoksumawe, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Hal itu lantaran Menteri BUMN Rini Soemarno yang mewakili pemerintah tidak bisa hadir mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam peresmian tersebut.
"Rasanya ada Pertamina, kemudian Pak Presiden sendiri tanpa menteri terkait agak kurang elok. Jadi saya bertanya ke Pertamina, bagaimana saya bisa sampai ke sana? Sementara sekarang jam 10 malam. Ya tidak ada jalan lain, carter pesawat. Jadi ini fungsional saja," imbuh dia.
Setelah acara peresmian tersebut, sambung Sudirman, dirinya langsung kembali ke Singapura untuk melanjutkan pertemuan dengan Petral. Pesawat jet yang ditumpanginya memang dibiayai oleh Pertamina.
"Pertamina mengatakan, biar kami yang membantu transportasinya. Menurut logika saya, seorang menteri datang ke undangan penting, itu wajar saja difasilitasi transportasi. Jadi masih dalam batas kepatutan," kata dia.
Sudirman tidak terima jika perjalanannya dalam rangka tugas negara tersebut disebut sebagai sebuah gratifikasi. Pasalnya, fasilitas tersebut tidak lantas digunakannya untuk keluarga.
"Gratifikasi itu hal yang sifatnya sampai kenikmatan pribadi. Karena itu, saya merasa tidak perlu lapor ke KPK. Tapi kalau menurut bapak-bapak ini adalah salah, sampaikan kepada saya harus bagaimana. Saya memandang, transportasi itu fungsional," tandasnya.
Hal tersebut dikatakannya menanggapi pertanyaan dari anggota Komisi VII DPR RI M Natsir dalam rapat kerja (raker) dengan pemerintah.
Dia mengaku, bukan tipe orang yang menerima dukungan dari pengusaha atas kerja kerasnya selama ini untuk negara.
"Banyak orang tidak percaya bahwa dua orang waras yang bekerja tanpa dukungan pengusaha, sehingga ketika ada kejadian tertentu, imajinasinya imajinasi kotor. Saya harus mengatakan, saya bukan tipe seperti itu. Saya adalah orang yang selalu memberikan hak kepada orang lain daripada mengambil hak," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (8/6/2015).
Sudirman menjelaskan, kala itu dirinya sedang berada di Singapura dan secara mendadak menerima undangan dari PT Pertamina (Persero) untuk peresmian Blok Arun di Lhoksumawe, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Hal itu lantaran Menteri BUMN Rini Soemarno yang mewakili pemerintah tidak bisa hadir mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam peresmian tersebut.
"Rasanya ada Pertamina, kemudian Pak Presiden sendiri tanpa menteri terkait agak kurang elok. Jadi saya bertanya ke Pertamina, bagaimana saya bisa sampai ke sana? Sementara sekarang jam 10 malam. Ya tidak ada jalan lain, carter pesawat. Jadi ini fungsional saja," imbuh dia.
Setelah acara peresmian tersebut, sambung Sudirman, dirinya langsung kembali ke Singapura untuk melanjutkan pertemuan dengan Petral. Pesawat jet yang ditumpanginya memang dibiayai oleh Pertamina.
"Pertamina mengatakan, biar kami yang membantu transportasinya. Menurut logika saya, seorang menteri datang ke undangan penting, itu wajar saja difasilitasi transportasi. Jadi masih dalam batas kepatutan," kata dia.
Sudirman tidak terima jika perjalanannya dalam rangka tugas negara tersebut disebut sebagai sebuah gratifikasi. Pasalnya, fasilitas tersebut tidak lantas digunakannya untuk keluarga.
"Gratifikasi itu hal yang sifatnya sampai kenikmatan pribadi. Karena itu, saya merasa tidak perlu lapor ke KPK. Tapi kalau menurut bapak-bapak ini adalah salah, sampaikan kepada saya harus bagaimana. Saya memandang, transportasi itu fungsional," tandasnya.
(rna)