BUMN Perkebunan Diminta Go Public
A
A
A
JAKARTA - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) meminta kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk terus mendorong BUMN sektor perkebunan masuk ke pasar modal.
Menurut Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Ito Warsito, masuknya BUMN perkebunan ke pasar modal akan menambah alternatif bagi perusahaan-perusahaan pelat merah itu dalam hal mendapatkan akses pendanaan.
”Ada alternatif pembiayaan yang sudah tersedia di depan pintu, yaitu di pasar modal. Pak Muhamad Zamkhani (Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Industri Strategis BUMN) kan punya 15 BUMN perkebunan, kalau semua bisa go public, ini akan menambah jumlah emiten di BEI,” ujar Ito di sela-sela ”Seminar International Financial Reporting Standards (IFRS) bertema IAS 41: Agriculture – Peluang dan Tantangan” di Jakarta kemarin.
Dia menambahkan, hingga saat ini terdapat 21 perusahaan publik sektor agrobisnis yang tercatat bursa efek. Menurutnya, akan sangat mudah untuk menambah emiten terutama apabila BUMN perkebunan mau masuk ke bursa saham. Dia menambahkan, agrobisnis merupakan sektor yang menarik. Pasalnya, selama lima tahun terakhir rata-rata peningkatan laba perusahaan-perusahaan tersebut tumbuh hingga dua digit. ”Dari sisi kapitalisasi pasar, mencapai sekitar 3%,” ujar Ito.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mendorong sektor perkebunan untuk dapat menggunakan alternatif pendanaan di pasar modal. Caranya bisa dengan melalui initial public offering (IPO) maupun dengan menerbitkan surat utang atau obligasi syariah (sukuk). Ketua Dewan Audit OJK Ilya Afianti mengatakan, masuknya BUMN perkebunan ke pasar modal akan mempermudah perusahaan dalam menerapkan sistem akuntansi berstandar internasional atau International Financial Reporting Standards (IFRS).
”Penerapan standar itu bukan hanya berlaku untuk emiten dan perusahaan publik, tetapi juga berlaku untuk semua perusahaan yang bergerak di bidang pertanian. Yang terkena dampak dari penerapan ini adalah BUMN, meskipun BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang belum go public,” ungkapnya.
Dia menambahkan, Indonesia saat ini sedang dalam proses melakukan konvergensi pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) ke IFRS. Hal tersebut mengacu pada industri pasar modal yang menekankan pentingnya aspek keterbukaan informasi sebagai salah satu referensi bagi investor.
”Konvergensi PSAK ke IFRS tahap I tahun 2015 terdapat 13 PSAK dan satu yang telah berlaku efektif. Standar tersebut diterbitkan sebagai bagian dari konvergensi tahap II yang bertujuan untuk memperkecil kesenjangan dengan standar akuntansi nasional,” papar Ilya. Laporan keuangan tersebut, lanjut Ilya, harus sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam hal ini adalah standar akuntansi keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan praktik akuntansi yang berlaku di pasar modal.
”Hal yang dimaksud terdiri dari pernyataan dan interpretasi yang diterbitkan dewan standar akuntansi dan dewan standar akuntansi syariah yang berada di bawah IAI,” ucapnya. Dia menambahkan, dari sejumlah sektor industri, agrobisnis belum menerapkan standar tersebut. Padahal, Indonesia sudah seharusnya menerapkan pelaporan keuangan sesuai dengan zamannya yaitu menggunakan standar internasional.
Untuk itu, ujar Ilya, industri agrobisnis penting untuk mengetahui berbagai tantangan guna mengantisipasi hal-hal yang diperlukan untuk menerapkan standar tersebut. ”Implementasinya tergantung kematangan dari entitas. Untuk yang belum siap, kita juga sebagai regulator memahami,” ucapnya.
Arsy ani s
Menurut Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Ito Warsito, masuknya BUMN perkebunan ke pasar modal akan menambah alternatif bagi perusahaan-perusahaan pelat merah itu dalam hal mendapatkan akses pendanaan.
”Ada alternatif pembiayaan yang sudah tersedia di depan pintu, yaitu di pasar modal. Pak Muhamad Zamkhani (Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Industri Strategis BUMN) kan punya 15 BUMN perkebunan, kalau semua bisa go public, ini akan menambah jumlah emiten di BEI,” ujar Ito di sela-sela ”Seminar International Financial Reporting Standards (IFRS) bertema IAS 41: Agriculture – Peluang dan Tantangan” di Jakarta kemarin.
Dia menambahkan, hingga saat ini terdapat 21 perusahaan publik sektor agrobisnis yang tercatat bursa efek. Menurutnya, akan sangat mudah untuk menambah emiten terutama apabila BUMN perkebunan mau masuk ke bursa saham. Dia menambahkan, agrobisnis merupakan sektor yang menarik. Pasalnya, selama lima tahun terakhir rata-rata peningkatan laba perusahaan-perusahaan tersebut tumbuh hingga dua digit. ”Dari sisi kapitalisasi pasar, mencapai sekitar 3%,” ujar Ito.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mendorong sektor perkebunan untuk dapat menggunakan alternatif pendanaan di pasar modal. Caranya bisa dengan melalui initial public offering (IPO) maupun dengan menerbitkan surat utang atau obligasi syariah (sukuk). Ketua Dewan Audit OJK Ilya Afianti mengatakan, masuknya BUMN perkebunan ke pasar modal akan mempermudah perusahaan dalam menerapkan sistem akuntansi berstandar internasional atau International Financial Reporting Standards (IFRS).
”Penerapan standar itu bukan hanya berlaku untuk emiten dan perusahaan publik, tetapi juga berlaku untuk semua perusahaan yang bergerak di bidang pertanian. Yang terkena dampak dari penerapan ini adalah BUMN, meskipun BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang belum go public,” ungkapnya.
Dia menambahkan, Indonesia saat ini sedang dalam proses melakukan konvergensi pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) ke IFRS. Hal tersebut mengacu pada industri pasar modal yang menekankan pentingnya aspek keterbukaan informasi sebagai salah satu referensi bagi investor.
”Konvergensi PSAK ke IFRS tahap I tahun 2015 terdapat 13 PSAK dan satu yang telah berlaku efektif. Standar tersebut diterbitkan sebagai bagian dari konvergensi tahap II yang bertujuan untuk memperkecil kesenjangan dengan standar akuntansi nasional,” papar Ilya. Laporan keuangan tersebut, lanjut Ilya, harus sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam hal ini adalah standar akuntansi keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan praktik akuntansi yang berlaku di pasar modal.
”Hal yang dimaksud terdiri dari pernyataan dan interpretasi yang diterbitkan dewan standar akuntansi dan dewan standar akuntansi syariah yang berada di bawah IAI,” ucapnya. Dia menambahkan, dari sejumlah sektor industri, agrobisnis belum menerapkan standar tersebut. Padahal, Indonesia sudah seharusnya menerapkan pelaporan keuangan sesuai dengan zamannya yaitu menggunakan standar internasional.
Untuk itu, ujar Ilya, industri agrobisnis penting untuk mengetahui berbagai tantangan guna mengantisipasi hal-hal yang diperlukan untuk menerapkan standar tersebut. ”Implementasinya tergantung kematangan dari entitas. Untuk yang belum siap, kita juga sebagai regulator memahami,” ucapnya.
Arsy ani s
(ars)