Afrika Sepakati Zona Perdagangan Terbesar

Kamis, 11 Juni 2015 - 10:26 WIB
Afrika Sepakati Zona...
Afrika Sepakati Zona Perdagangan Terbesar
A A A
SHARM EL-SHEIKH - Para pemimpin 26 negara Afrika berkumpul di Mesir kemarin untuk menandatangani pakta perdagangan baru untuk menciptakan pasar bebas di setengah benua tersebut.

Perdagangan bebas itu akan mencakup 625 juta orang. Area Perdagangan Bebas Tripartit (Tripartite Free Trade Area /TFTA) ituakanmengakhirilima tahun negosiasi untuk menciptakan kerangka kerja bersama bagi tarif khusus yang akan memudahkan pergerakan barang di negara-negara anggota.

Penandatanganan akan dilakukan saat konferensi tingkat tinggi yang dituanrumahi Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi di resor Sharm el-Sheikh, Laut Merah, tempat para negosiator menyelesaikan draf kesepakatan pekan ini. ”Besok kami selesai secara resmi. Teks kesepakatan itu siap; Deklarasi Sharm El- Sheikh siap,” kata Menteri Industri dan Perdagangan Mesir Mounir Fakhri Abdel Nour, pada kantor berita AFP .

Kesepakatan ini akan menampung kepentingan Komunitas Afrika Bagian Timur, Komunitas Pembangunan Afrika Bagian Selatan, dan Pasar Bersama untuk Afrika Bagian Timur dan Selatan (COMESA), tempat negara-negara itu menggabungkan produk domestik bruto (PDB) lebih dari USD1 triliun. Para anggota tiga blok itu terdiri atas negara-negara yang relatif maju seperti Afrika Selatan dan Mesir hingga negaranegara yang memiliki potensi pertumbuhan besar seperti Angola, Etiopia, dan Mozambik.

Para negosiator menjelaskan, kesepakatan itu mengatasi kekhawatiran seperti manajemen konflik perdagangan dan proteksi untuk manufaktur kecil saat TFTA itu mulai berlaku. ”Jadwal untuk menghilangkan penghalang perdagangan itu belum berjalan dan kesepakatan masih harus diratifikasi oleh setiap parlemen nasional dalam dua tahun,” tutur Abdel Nour. Para pejabat menjelaskan, TFTA memiliki visi menggabungkan tiga blok, tapi kesepakatan bilateral antar negara akan tetap berlanjut.

”Tujuan utamanya untuk menjamin pergerakan barang yang mudah di negara-negara itu tanpa pajak,” ujar Peter Kiguta, direktur jenderal Komunitas Afrika Bagian Timur. Meski ada sikap skeptis, TFTA secara luas disambut oleh para pemimpin bisnis dunia. Para pakar menyatakan, hanya 12% perdagangan antar-negara Afrika di benua itu.

Konferensi untuk Perdagangan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCTD) menyatakan pada 2013 bahwa jika Afrika meningkatkan perdagangan intra-benua, mereka harus fokus menciptakan lebih banyak ruang untuk sektor swasta memainkan peran aktif.

Para analis menjelaskan, meski pertumbuhan ekonomi Afrika dalam 15 tahun terakhir melebihi pertumbuhan PDB global hingga hampir 3% poin, benua itu menghadapi penurunan harga komoditas, krisis listrik, kekacauan politik dan korupsi. Abdel Nour menyatakan, TFTA akan membangun pertumbuhan pasar Afrika, mendorong daya saing dan menaik investasi saat benua itu fokus membangun infrastruktur dan kapasitas produksi. ”Mesir sendiri diperkirakan mengekspor barangsenilaiUSD5miliardalam lima tahun mendatang ke negara- negara TFTA,” ujarnya.

Komunitas bisnis, secara khusus, akan diuntungkan dari peningkatan dan harmonisasi perdagangan dengan pengurangan biaya untuk bisnis karena penghapusan berbagai aturan perdagangan yang tumpang tindih. ”Apa yang kami sadari ialah memiliki satu rezim perdagangan lebih baik dibandingkan berbagai rezim perdagangan yang berbiaya mahal,” kata Sekretaris Jenderal COMESA Sindiso Ngwenya yang memimpin negosiasi antara tiga blok.

TFTA menyediakan mekanisme untuk identifikasi, pelaporan, pengawasan, dan penghapusan penghalang non-tarif. Kesepakatan itu juga bertujuan meningkatkan pangsa pasar perdagangan global Afrika yang saat ini sekitar 2%. ”Kami yakin ini mengirim pesan kuat bahwa Afrika berkomitmen pada agenda integrasi ekonomi dan menciptakan lingkungan kondusif untuk perdagangan dan investasi,” papar pernyataan pemerintah Afrika Selatan pekan lalu.

Sementara, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Afrika Selatan melemah menjadi 1,3% pada kuartal I/2015. Data resmi itu menunjukkan pemutusan listrik bergilir menurunkan output manufaktur. Data yang diumumkan Badan Statistik Afrika Selatan itu menunjukkan penurunan tajam dari pertumbuhan 4,1% pada kuartal IV/2014, saat negara itu berupaya mengatasi krisis listrik dan tingkat pengangguran yang tinggi.

Industri manufaktur turun 2,4% dan pertanian terkena dampak kekeringan yang parah. ”Manufaktur memiliki hasil yang negatif. Ini sedikit rumit apakah ini karena listrik atau karena lemahnya permintaan dari manufaktur,” papar pakar statistik Pali Lehohla yang melakukan telekonferensi dari Cape Town pada wartawan di Pretoria, dikutip kantor berita AFP. ”Tentu listrik sebagai pendorong utama produksi, ketiadaan listrik mengganggu produksi.”

Syarifudin
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0642 seconds (0.1#10.140)