Pungutan Ekspor Sawit Diberlakukan Juli
A
A
A
JAKARTA - Mulai 1 Juli mendatang, eksportir sawit dan produk turunannya wajib membayar pungutan ekspor produk sawit atau CPO Supporting Fund (CSF) sebesar USD50/ton untuk CPO dan USD10-40/ton untuk produk olahan CPO.
Pungutan ekspor ini akan dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU) CPO Fund yang resmi dibentuk kemarin. Badan ini berada di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan tugas mengelola pungutan atas ekspor produk kelapa sawit dan turunannya. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2015 tentang penghimpunan dan penggunaan dana perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan.
”Kebijakan ini penting untuk percepatan penggunaan biodiesel dengan solar,” ujar Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Sofyan Djalil dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, kemarin. Nantinya, badan ini mengalokasikan porsi dana lebih besar ke arah pemanfaatan energi nabati. Adapun, ketetapan tarifnya diputuskan oleh Kementerian Perindustrian dan dikoordinasikan kementerian lainnya.
”Intinya tergantung jenis produksi apa yang dihasilkan, namun khusus minyak kelapa sawit mentah (CPO), harus USD50,” jelasnya. Sebelumnya Sofyan merencanakan, badan ini sudah dapat mulai dioperasikan di saat yang bersamaan dengan peluncuran badannya. Namun, masih ada persiapan terkait administrasi. ”Perlu lakukan survei selama 14 hari ke depan, kemudian pendaftaran account ke perbankan untuk menyimpan dana sawit, serta mengadakan sosialisasi juga perlu waktu.
Maka, 1 Juli dianggap waktu yang ideal,” lanjutnya. Sofyan menjelaskan, skema pemungutan dana oleh BLU sawit ini nantinya dibuat seperti rekening reksadana. Sehingga, hasil pungutan dari para eksportir yang akan mencapai triliunan rupiah ini tidak secara langsung dialokasikan untuk penanaman sawit kembali atau pelaksanaan riset.
Dana pungutan akan disimpan terlebih dahulu dan bunga simpanan dana di bank yang akan secara terus-menerus digunakan untuk pengembangan sawit secara berkelanjutan. Hal ini dilakukan dengan alasan, target bantuan dana menjadi lebih luas dibandingkan hanya memanfaatkan uang yang dihimpun oleh BLU secara murni. Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengklaim, seiring berdirinya badan layanan ini, maka ren-cana semuapaketkebijakanyangtelah disampaikan Presiden Joko Widodo telah terealisasi.
”Dalam salah satu kebijakan tersebut adalah pemerintah akan memberikan kewajiban untuk produksi diesel dapat dicampur dengan biodiesel sebanyak 15% dari sebelumnya yang hanya 10%. Ini adalah bentuk realisasinya” ujar Bambang. Tentunya, perihal ini juga menjadi langkah pemerintah untuk menekan impor energi karena Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN) seperti PT Pertamina diwajibkan untuk membeli produksi minyak kelapa sawit ini dalam pengolahan bahan bakar.
Bambang yakin pemberlakuan kebijakan ini tidak akan menjadi hambatan bagi para pengusaha. Sebab sedari awal, keputusan adanya badan ini telah disepakati bersama. ”Biasanya, pemerintah yang mulai untuk lakukan inisiatif kebijakan, tapi lain halnya dengan para pengusaha industri sawit yang justru mendorong hal ini terlebih dahulu,” ujarnya.
Sementara, mantan Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu Krisnamurthi resmi menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) BLU CPO Fund. ”Direktur utamanya Bayu Krisnamurthi. Nanti akan dibantu empat direktur lain,” kata Sofyan.
Rabia edra
Pungutan ekspor ini akan dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU) CPO Fund yang resmi dibentuk kemarin. Badan ini berada di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan tugas mengelola pungutan atas ekspor produk kelapa sawit dan turunannya. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2015 tentang penghimpunan dan penggunaan dana perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan.
”Kebijakan ini penting untuk percepatan penggunaan biodiesel dengan solar,” ujar Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Sofyan Djalil dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, kemarin. Nantinya, badan ini mengalokasikan porsi dana lebih besar ke arah pemanfaatan energi nabati. Adapun, ketetapan tarifnya diputuskan oleh Kementerian Perindustrian dan dikoordinasikan kementerian lainnya.
”Intinya tergantung jenis produksi apa yang dihasilkan, namun khusus minyak kelapa sawit mentah (CPO), harus USD50,” jelasnya. Sebelumnya Sofyan merencanakan, badan ini sudah dapat mulai dioperasikan di saat yang bersamaan dengan peluncuran badannya. Namun, masih ada persiapan terkait administrasi. ”Perlu lakukan survei selama 14 hari ke depan, kemudian pendaftaran account ke perbankan untuk menyimpan dana sawit, serta mengadakan sosialisasi juga perlu waktu.
Maka, 1 Juli dianggap waktu yang ideal,” lanjutnya. Sofyan menjelaskan, skema pemungutan dana oleh BLU sawit ini nantinya dibuat seperti rekening reksadana. Sehingga, hasil pungutan dari para eksportir yang akan mencapai triliunan rupiah ini tidak secara langsung dialokasikan untuk penanaman sawit kembali atau pelaksanaan riset.
Dana pungutan akan disimpan terlebih dahulu dan bunga simpanan dana di bank yang akan secara terus-menerus digunakan untuk pengembangan sawit secara berkelanjutan. Hal ini dilakukan dengan alasan, target bantuan dana menjadi lebih luas dibandingkan hanya memanfaatkan uang yang dihimpun oleh BLU secara murni. Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengklaim, seiring berdirinya badan layanan ini, maka ren-cana semuapaketkebijakanyangtelah disampaikan Presiden Joko Widodo telah terealisasi.
”Dalam salah satu kebijakan tersebut adalah pemerintah akan memberikan kewajiban untuk produksi diesel dapat dicampur dengan biodiesel sebanyak 15% dari sebelumnya yang hanya 10%. Ini adalah bentuk realisasinya” ujar Bambang. Tentunya, perihal ini juga menjadi langkah pemerintah untuk menekan impor energi karena Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN) seperti PT Pertamina diwajibkan untuk membeli produksi minyak kelapa sawit ini dalam pengolahan bahan bakar.
Bambang yakin pemberlakuan kebijakan ini tidak akan menjadi hambatan bagi para pengusaha. Sebab sedari awal, keputusan adanya badan ini telah disepakati bersama. ”Biasanya, pemerintah yang mulai untuk lakukan inisiatif kebijakan, tapi lain halnya dengan para pengusaha industri sawit yang justru mendorong hal ini terlebih dahulu,” ujarnya.
Sementara, mantan Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu Krisnamurthi resmi menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) BLU CPO Fund. ”Direktur utamanya Bayu Krisnamurthi. Nanti akan dibantu empat direktur lain,” kata Sofyan.
Rabia edra
(bbg)