Pasar Properti Bergeser ke Menengah
A
A
A
Perlambatan pasar properti yang ditandai dengan menurunnya penjualan pasar properti secara umum, ternyata tidak dapat disamaratakan untuk semua segmen. Perlambatan yang terjadi sebagai bentuk sebuah fase alamiah dalam sebuah siklus pasar properti sehingga sangat naif bila dikatakan properti sedang dalam krisis.
Pasar properti yang telah naik sangat tinggi mulai 2009 sampai 2013 memberikan tekanan tersendiri dengan semakin jenuhnya pasar, khususnya di segmen atas. Berdasarkan analisis yang dilakukan Indonesia Property Watch memperlihatkan bahwa penurunan tajam terjadi di segmen menengah di hampir semua jenis properti seperti by safeweb"> apartemen dan landed houses di kisaran harga lebih dari Rp1,5 miliar.
Dari total penjualan Rp2,5 triliun di wilayah Jabodebek-Banten pada triwulan I/2015 memperlihatkan komposisi penjualan perumahan segmen atas mengalami penurunan dari komposisi 45% menjadi 15%. Kenaikan komposisi penjualan justru terjadi di segmen menengah dengan kisaran Rp500 juta–1,5 miliar yang naik dari 30% menjadi 45% dan segmen menengah bawah di kisaran harga di bawah Rp500 juta naik dari 25% menjadi 40%.
Pergeseran tren ini terjadi lebih dikarenakan kejenuhan di segmen atas yang notabene banyak pembeli investor. Hal ini sejalan dengan prediksi Indonesia Property Watch pada awal 2014 yang menyebutkan, segmen menengah akan menjadi primadona. Dengan beberapa kebijakan pemerintah, khususnya perpajakan memberikan tekanan psikologis sehingga para pembeli properti menengah atas relatif menunda pembeliannya.
Selain itu, kondisi perekonomian yang belum stabil membuat pasar menunggu. Hal ini pun yang membuat pasar digiring untuk membangun properti di segmen menengah sampai bawah dengan diluncurkannya Program Sejuta Rumah. Meski demikian, faktanya masyarakat di segmen menengah merupakan pasar gemuk yang belum sepenuhnya disasar pengembang.
Stimulus berupa pelonggaran aturan LTV akan membuat pasar segmen menengah end user diperkirakan naik. Meskipun masih diwarnai tren perlambatan pasar properti secara umum, tandatanda pasar properti khususnya perumahan segmen menengah, mulai tumbuh sudah dirasakan. Sepanjang 2015 diperkirakan pasar menengah akan menjadi primadona dan para pengembang seharusnya bisa melihat pasar ini sebagai peluang dengan pengembangan produk yang lebih “membumi”.
Diperkirakan paling cepat akhir 2015 dan pada awal 2016 seharusnya pasar properti akan bersiap memasuki fase baru sebuah siklus percepatan pasar properti secara nasional. Kondisi pasar properti saat ini dianggap sedang dalam tekanan. Indonesia Property Watch menilai kondisi saat ini lebih dikarenakan siklus alami yang seharusnya sudah diperhitungkan oleh para pengembang.
Harga tanah yang naik tidak terkendali telah memasuki tahap jenuh sejak 2014 seperti yang telah diprediksi sebelumnya. Pasar pembeli pun relatif sudah jenuh ditambah lagi dengan kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya. Namun demikian, berdasarkan data yang ada ternyata tren siklus pasar properti justru sedang memasuki sebuah fase baru.
Sepanjang 2014 pasar properti tertekan dengan penurunan penjualan sampai 72%, tapi memasuki triwulan 1/2015 penjualan justru sedang bergerak naik hingga 12%, khususnya terjadi di segmen menengah. Segmen menengah mengalami peluang pertumbuhan lebih tinggi lagi, sedangkan segmen menengah atas masih mengalami tekanan.
Para pengembang diharapkan dapat mengembangkan sebuah produk yang membumi karena saat ini trennya bukanlah properti menengah atas, melainkan di segmen menengah. Daya beli di segmen menengah relatif masih cukup baik, tapi sangat disayangkan pasokan pengembang untuk segmen ini masih terbatas karena beberapa tahun belakangan mereka konsentrasi di segmen menengah atas.
Selain pasar sudah jenuh, pembeli segmen menengah atas mengalami dampak negatif psikologis karena aturan perpajakan properti yang baru. Berbeda dengan segmen menengah, beberapa stimulus diberikan oleh pemerintah melalui dilonggarkannya aturan LTV untuk KPR Pertama, di mana uang muka dari 30% sebentar lagi hanya 20% yang berarti daya beli relatif akan meningkat.
Tren suku bunga pun relatif menurun yang akan menguntungkan dari tingkat cicilan properti. Pengembang dan perbankan berusaha untuk merebut hati konsumen menengah dengan strategi suku bunga dengan subsidi suku bunga dari pengembang. Adapun yang tidak kalah penting, pada akhir 2015 akan dimulai MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) yang jangan dianggap sebagai hambatan,
melainkan sebagai tantangan dan peluang karena dengan masuknya modal asing ke Indonesia diharapkan pasar perumahan dan properti di Indonesia akan bertumbuh. Bayangkan industri properti terkait dengan 100-an lebih industri terkait yang secara tidak langsung akan membuat pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
ALI TRANGHANDA
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch
Pasar properti yang telah naik sangat tinggi mulai 2009 sampai 2013 memberikan tekanan tersendiri dengan semakin jenuhnya pasar, khususnya di segmen atas. Berdasarkan analisis yang dilakukan Indonesia Property Watch memperlihatkan bahwa penurunan tajam terjadi di segmen menengah di hampir semua jenis properti seperti by safeweb"> apartemen dan landed houses di kisaran harga lebih dari Rp1,5 miliar.
Dari total penjualan Rp2,5 triliun di wilayah Jabodebek-Banten pada triwulan I/2015 memperlihatkan komposisi penjualan perumahan segmen atas mengalami penurunan dari komposisi 45% menjadi 15%. Kenaikan komposisi penjualan justru terjadi di segmen menengah dengan kisaran Rp500 juta–1,5 miliar yang naik dari 30% menjadi 45% dan segmen menengah bawah di kisaran harga di bawah Rp500 juta naik dari 25% menjadi 40%.
Pergeseran tren ini terjadi lebih dikarenakan kejenuhan di segmen atas yang notabene banyak pembeli investor. Hal ini sejalan dengan prediksi Indonesia Property Watch pada awal 2014 yang menyebutkan, segmen menengah akan menjadi primadona. Dengan beberapa kebijakan pemerintah, khususnya perpajakan memberikan tekanan psikologis sehingga para pembeli properti menengah atas relatif menunda pembeliannya.
Selain itu, kondisi perekonomian yang belum stabil membuat pasar menunggu. Hal ini pun yang membuat pasar digiring untuk membangun properti di segmen menengah sampai bawah dengan diluncurkannya Program Sejuta Rumah. Meski demikian, faktanya masyarakat di segmen menengah merupakan pasar gemuk yang belum sepenuhnya disasar pengembang.
Stimulus berupa pelonggaran aturan LTV akan membuat pasar segmen menengah end user diperkirakan naik. Meskipun masih diwarnai tren perlambatan pasar properti secara umum, tandatanda pasar properti khususnya perumahan segmen menengah, mulai tumbuh sudah dirasakan. Sepanjang 2015 diperkirakan pasar menengah akan menjadi primadona dan para pengembang seharusnya bisa melihat pasar ini sebagai peluang dengan pengembangan produk yang lebih “membumi”.
Diperkirakan paling cepat akhir 2015 dan pada awal 2016 seharusnya pasar properti akan bersiap memasuki fase baru sebuah siklus percepatan pasar properti secara nasional. Kondisi pasar properti saat ini dianggap sedang dalam tekanan. Indonesia Property Watch menilai kondisi saat ini lebih dikarenakan siklus alami yang seharusnya sudah diperhitungkan oleh para pengembang.
Harga tanah yang naik tidak terkendali telah memasuki tahap jenuh sejak 2014 seperti yang telah diprediksi sebelumnya. Pasar pembeli pun relatif sudah jenuh ditambah lagi dengan kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya. Namun demikian, berdasarkan data yang ada ternyata tren siklus pasar properti justru sedang memasuki sebuah fase baru.
Sepanjang 2014 pasar properti tertekan dengan penurunan penjualan sampai 72%, tapi memasuki triwulan 1/2015 penjualan justru sedang bergerak naik hingga 12%, khususnya terjadi di segmen menengah. Segmen menengah mengalami peluang pertumbuhan lebih tinggi lagi, sedangkan segmen menengah atas masih mengalami tekanan.
Para pengembang diharapkan dapat mengembangkan sebuah produk yang membumi karena saat ini trennya bukanlah properti menengah atas, melainkan di segmen menengah. Daya beli di segmen menengah relatif masih cukup baik, tapi sangat disayangkan pasokan pengembang untuk segmen ini masih terbatas karena beberapa tahun belakangan mereka konsentrasi di segmen menengah atas.
Selain pasar sudah jenuh, pembeli segmen menengah atas mengalami dampak negatif psikologis karena aturan perpajakan properti yang baru. Berbeda dengan segmen menengah, beberapa stimulus diberikan oleh pemerintah melalui dilonggarkannya aturan LTV untuk KPR Pertama, di mana uang muka dari 30% sebentar lagi hanya 20% yang berarti daya beli relatif akan meningkat.
Tren suku bunga pun relatif menurun yang akan menguntungkan dari tingkat cicilan properti. Pengembang dan perbankan berusaha untuk merebut hati konsumen menengah dengan strategi suku bunga dengan subsidi suku bunga dari pengembang. Adapun yang tidak kalah penting, pada akhir 2015 akan dimulai MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) yang jangan dianggap sebagai hambatan,
melainkan sebagai tantangan dan peluang karena dengan masuknya modal asing ke Indonesia diharapkan pasar perumahan dan properti di Indonesia akan bertumbuh. Bayangkan industri properti terkait dengan 100-an lebih industri terkait yang secara tidak langsung akan membuat pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
ALI TRANGHANDA
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch
(bbg)