Penjualan Mitratel Kewenangan Telkom
A
A
A
JAKARTA - Rencana tukar guling saham PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk dinilai sesuai dengan kecenderungan industri telekomunikasi secara global.
Opsi tukar guling (share swap) juga dianggap tepat karena PT Telkom Indonesia Tbk (Telkom) selaku induk usaha Mitratel masih memegang kendali. Ketua Umum Masyarakat Telematika (Mastel) Kristiono mengatakan, tren industri ke depan secara umum akan semakin efisien agar infrastruktur bisa berbagi dan perusahaan telekomunikasi tidak harus miliki infrastruktur sendirisendiri.
Cara tersebut sudah dilakukan di belahan dunia yang lain, hampir semua negara sudah melakukan efisiensi infrastruktur. ”Apa yang dilakukan Telkom adalah upaya agar perusahaan tersebut semakin efisien. Dan, efisiensi infrastruktur semacam itu telah menjadi kecenderungan global di industri ini,” kata di Jakarta kemarin.
Dia menambahkan, tren efisiensi bukan hanya terjadi pada infrastruktur pasif. Bahkan, infrastruktur aktif pun tercatat sudah dilakukan sharing. Jadi, tidak dikelola masingmasing karena industri ini relatif kompetitif.
”Saya kira arahnya tidak salah. Lagi pula kalau strukturnya seperti itu (share swap), kendali masih ada di Telkom. Berarti, itu opsi yang lebih baik. Karena, kebanyakan (operator) yang lain tidak melakukan itu. Saya kira itu bagian dari aksi korporasi Telkom dan saya yakin Telkom sudah melakukan kajian mendalam dan mengambil opsi yang dianggap terbaik,” tambahnya.
Head of Research MNC Securities Edwin Sebayang mengatakan, transaksi share swap Mitratel dan Tower Bersama (TBIG) dinilai akan saling menguntungkan. Dia yakin direksi Telkom pun juga melihat TBIG sangat prospektif ke depannya. ”Saya melihat ini menguntungkan. Sehingga, kalau Telkom bisa pegang sahamnya, juga bisa mendapatkan dividen nanti. Dengan diserahkannya Mitratel, maka TBIG dapat tumbuh dan juga menguntungkan Telkom sendiri nantinya,” ujar Edwin beberapa waktu lalu.
Analis saham NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada juga mengatakan, transaksi Mitratel dan TBIG sebaiknya selesai di bulan Juni. Dia mengingatkan, apabila transaksi tersebut tertunda, bisa berdampak negatif pada nilai transaksi saham Telkom ke depan. Apabila tertunda, investor akan melihat ada masalah dalam transaksi tersebut.
Sehingga, hal ini membutuhkan penanganan manajemen untuk menjelaskan apakah masalahnya karena syarat perizinan atau soal kesepakatan nilai. Sementara, PT Telkom menyatakan bahwa share swap atau tukar guling antara saham Mitratel dengan saham Tower Bersama Infrastruktur (TBIG) merupakan opsi terbaik untuk mengoptimalkan bisnis menara perseroan.
Menurut Direktur Inovasi dan Strategi Portofolio Telkom Indra Utoyo, Telkom memiliki komitmen dan kepentingan untuk membesarkan bisnis menara. Mengenai mekanismenya, hal itu bisa dilakukan melalui metode build atau buy , yang penting harus memberikan value tertinggi, ketepatan dan kepastian bagi perusahaan.
Sebagai manajemen, Telkom akan selalu menjalankan proses governance dalam setiap pengambilan keputusan, termasuk pelaksanaan share swap saham Mitratel dengan saham TBIG. ”Soal ada persetujuan atau penolakan, itu menjadi kewenangan dewan komisaris. Bagi kami prosesnya harus governance, itu tujuan utamanya,” tutur Indra.
Menteri BUMN Rini Soemarno juga telah menegaskan bahwa transaksi tukar guling saham Mitratel dengan saham TBIG merupakan aksi korporasi yang sepenuhnya menjadi kewenangan manajemen Telkom sebagai pemilik Mitratel. Oleh karena itu, menteri BUMN memberikan kebebasan kepada Telkom untuk melakukan aksi korporasi tersebut.
”Kita harus memberikan respek terhadap proses yang telah dilakukan Telkom. Jika memang akan dilanjutkan ataupun dibatalkan, hal itu harus melalui proses bisnis yang benar,” ujarnya pekan lalu.
Hafid fuad
Opsi tukar guling (share swap) juga dianggap tepat karena PT Telkom Indonesia Tbk (Telkom) selaku induk usaha Mitratel masih memegang kendali. Ketua Umum Masyarakat Telematika (Mastel) Kristiono mengatakan, tren industri ke depan secara umum akan semakin efisien agar infrastruktur bisa berbagi dan perusahaan telekomunikasi tidak harus miliki infrastruktur sendirisendiri.
Cara tersebut sudah dilakukan di belahan dunia yang lain, hampir semua negara sudah melakukan efisiensi infrastruktur. ”Apa yang dilakukan Telkom adalah upaya agar perusahaan tersebut semakin efisien. Dan, efisiensi infrastruktur semacam itu telah menjadi kecenderungan global di industri ini,” kata di Jakarta kemarin.
Dia menambahkan, tren efisiensi bukan hanya terjadi pada infrastruktur pasif. Bahkan, infrastruktur aktif pun tercatat sudah dilakukan sharing. Jadi, tidak dikelola masingmasing karena industri ini relatif kompetitif.
”Saya kira arahnya tidak salah. Lagi pula kalau strukturnya seperti itu (share swap), kendali masih ada di Telkom. Berarti, itu opsi yang lebih baik. Karena, kebanyakan (operator) yang lain tidak melakukan itu. Saya kira itu bagian dari aksi korporasi Telkom dan saya yakin Telkom sudah melakukan kajian mendalam dan mengambil opsi yang dianggap terbaik,” tambahnya.
Head of Research MNC Securities Edwin Sebayang mengatakan, transaksi share swap Mitratel dan Tower Bersama (TBIG) dinilai akan saling menguntungkan. Dia yakin direksi Telkom pun juga melihat TBIG sangat prospektif ke depannya. ”Saya melihat ini menguntungkan. Sehingga, kalau Telkom bisa pegang sahamnya, juga bisa mendapatkan dividen nanti. Dengan diserahkannya Mitratel, maka TBIG dapat tumbuh dan juga menguntungkan Telkom sendiri nantinya,” ujar Edwin beberapa waktu lalu.
Analis saham NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada juga mengatakan, transaksi Mitratel dan TBIG sebaiknya selesai di bulan Juni. Dia mengingatkan, apabila transaksi tersebut tertunda, bisa berdampak negatif pada nilai transaksi saham Telkom ke depan. Apabila tertunda, investor akan melihat ada masalah dalam transaksi tersebut.
Sehingga, hal ini membutuhkan penanganan manajemen untuk menjelaskan apakah masalahnya karena syarat perizinan atau soal kesepakatan nilai. Sementara, PT Telkom menyatakan bahwa share swap atau tukar guling antara saham Mitratel dengan saham Tower Bersama Infrastruktur (TBIG) merupakan opsi terbaik untuk mengoptimalkan bisnis menara perseroan.
Menurut Direktur Inovasi dan Strategi Portofolio Telkom Indra Utoyo, Telkom memiliki komitmen dan kepentingan untuk membesarkan bisnis menara. Mengenai mekanismenya, hal itu bisa dilakukan melalui metode build atau buy , yang penting harus memberikan value tertinggi, ketepatan dan kepastian bagi perusahaan.
Sebagai manajemen, Telkom akan selalu menjalankan proses governance dalam setiap pengambilan keputusan, termasuk pelaksanaan share swap saham Mitratel dengan saham TBIG. ”Soal ada persetujuan atau penolakan, itu menjadi kewenangan dewan komisaris. Bagi kami prosesnya harus governance, itu tujuan utamanya,” tutur Indra.
Menteri BUMN Rini Soemarno juga telah menegaskan bahwa transaksi tukar guling saham Mitratel dengan saham TBIG merupakan aksi korporasi yang sepenuhnya menjadi kewenangan manajemen Telkom sebagai pemilik Mitratel. Oleh karena itu, menteri BUMN memberikan kebebasan kepada Telkom untuk melakukan aksi korporasi tersebut.
”Kita harus memberikan respek terhadap proses yang telah dilakukan Telkom. Jika memang akan dilanjutkan ataupun dibatalkan, hal itu harus melalui proses bisnis yang benar,” ujarnya pekan lalu.
Hafid fuad
(ftr)