BI Klaim Cadangan Devisa Masih Aman
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia(BI) mengklaim secara umum cadangan devisa masih aman. Per Mei 2015, cadangan devisa tercatat sebesar USD110,8 miliar, sedikit lebih rendah dibanding posisi April USD110,9 miliar.
Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo mengungkapkan, posisi cadangan devisa Indonesia akhir Mei 2015 terbantu oleh realisasi pinjaman bilateral yang ditarik oleh pemerintah. ”Kami melihat secara umum masih dalam keadaan aman dan BI akan selalu memperhatikan kecukupan cadangan devisa untuk pembayaran utang maupun pembayaran kewajiban impor kita,” kata Agus di Jakarta, Senin (22/6).
Dia melanjutkan, nilai tukar yang masih tinggi juga perlu diwaspadai sampai akhir tahun ini. Pasalnya, sewaktu-waktu bisa saja ada kebijakan menunda kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di Amerika Serikat (AS) sampai bulan September atau bahkan naik secara gradual. ”Kalaupun mata uang kita masih Rp13.300 dan tidak lebih kuat dari itu, maka secara umum masih harus waspadai,” ujarnya.
Sekadar diketahui, kemarin nilai tukar rupiah diperdagangkan di level Rp13.316 per dolar AS, menguat dibanding sehari sebelumnya Rp13.318perdolarAS. Agus menambahkan, yang juga perlu diperhatikan adalah perkembangan di Yunani di mana pada akhir bulan ini negara itu memiliki kewajiban jatuh waktu pembayaran utang.
Meski begitu, BI telah mengantisipasi sejak tahun 2010– 2011 bagaimana dampak dari krisis di Yunani bisa berefek dan menekan mata uang dunia. ”Kami antisipasi itu, ketika kita lihat AS, dolar AS menguat. Yang terjadi, ekonominya berdampak juga dengan USD menguat, maka mereka menunda Fed Rate. Untuk itu, Indonesia sampai akhir tahun harus tetap waspada,” tegasnya.
Ke depan, BI akan terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya, sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara menambahkan, perlambatan ekonomi dialami juga di China, meski telah dilakukan berbagai kebijakan pelonggaran untuk menahan perlambatan ekonominya.
Menurutnya, perekonomian Eropa diperkirakan membaik, ditopang pelonggaran kondisi moneter dan keuangan yang cukup efektif, meski dibayangi risiko terkait dengan tingginya kekhawatiran kondisi negosiasi fiskal Yunani.
”Perekonomian dunia yang melambat berdampak pada harga komoditas internasional yang masih terus menurun, meski harga minyak dunia mulai meningkat secara gradual,” tukas dia.
Kunthi fahmar sandy
Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo mengungkapkan, posisi cadangan devisa Indonesia akhir Mei 2015 terbantu oleh realisasi pinjaman bilateral yang ditarik oleh pemerintah. ”Kami melihat secara umum masih dalam keadaan aman dan BI akan selalu memperhatikan kecukupan cadangan devisa untuk pembayaran utang maupun pembayaran kewajiban impor kita,” kata Agus di Jakarta, Senin (22/6).
Dia melanjutkan, nilai tukar yang masih tinggi juga perlu diwaspadai sampai akhir tahun ini. Pasalnya, sewaktu-waktu bisa saja ada kebijakan menunda kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di Amerika Serikat (AS) sampai bulan September atau bahkan naik secara gradual. ”Kalaupun mata uang kita masih Rp13.300 dan tidak lebih kuat dari itu, maka secara umum masih harus waspadai,” ujarnya.
Sekadar diketahui, kemarin nilai tukar rupiah diperdagangkan di level Rp13.316 per dolar AS, menguat dibanding sehari sebelumnya Rp13.318perdolarAS. Agus menambahkan, yang juga perlu diperhatikan adalah perkembangan di Yunani di mana pada akhir bulan ini negara itu memiliki kewajiban jatuh waktu pembayaran utang.
Meski begitu, BI telah mengantisipasi sejak tahun 2010– 2011 bagaimana dampak dari krisis di Yunani bisa berefek dan menekan mata uang dunia. ”Kami antisipasi itu, ketika kita lihat AS, dolar AS menguat. Yang terjadi, ekonominya berdampak juga dengan USD menguat, maka mereka menunda Fed Rate. Untuk itu, Indonesia sampai akhir tahun harus tetap waspada,” tegasnya.
Ke depan, BI akan terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya, sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara menambahkan, perlambatan ekonomi dialami juga di China, meski telah dilakukan berbagai kebijakan pelonggaran untuk menahan perlambatan ekonominya.
Menurutnya, perekonomian Eropa diperkirakan membaik, ditopang pelonggaran kondisi moneter dan keuangan yang cukup efektif, meski dibayangi risiko terkait dengan tingginya kekhawatiran kondisi negosiasi fiskal Yunani.
”Perekonomian dunia yang melambat berdampak pada harga komoditas internasional yang masih terus menurun, meski harga minyak dunia mulai meningkat secara gradual,” tukas dia.
Kunthi fahmar sandy
(ftr)