Eksportir di Jatim Teriak Ingin Transaksi Pakai Dolar AS
A
A
A
SURABAYA - Penetapan penggunaan nilai rupiah dalam melakukan transaksi membuat pengusaha-pengusaha di Jawa Timur (Jatim) kelimpungan. Mereka meminta supaya ada kebijakan untuk memakai dolar AS (USD) dalam melakukan transaksi.
Permintaan ini muncul dari Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jawa Timur yang merespon Surat Edaran BI No 17/11/DKSP per 1 Juni 2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di wilayah NKRI.
Penerapan rupiah untuk transaksi dinilai kurang tepat, karena di lapangan perusahaan pemasok bahan baku penunjang ekspor maupun perusahaan pelayaran menetapkan nilai kurs Rp14.000-Rp15.000/USD.
“Ini sangat memberatkan bagi eksportir, kami berharap transaksi dalam negeri memakai dolar,” ujar Ketua Forkas Jatim, Isdarmawan Asrikan, Rabu (1/7/2015).
Dia menuturkan, peraturan BI itu bisa menghambat peningkatan ekspor, karena beban yang ditanggung eksportir cukup berat terutama berupa selisih kurs dolar AS (jual dan beli) atas berbagai transaksi, seperti pembayaran jasa maupun pembelian bahan baku yang dilakukan di dalam negeri.
Menurutnya, para pelaku bisnis rekanan eksportir telah mematok nilai kurs USD secara sepihak. Sebagai contoh, perusahaan pelayaran pekan ini menetapkan nilai kurs hingga Rp14.000-Rp15.000/USD atas ongkos pengangkutan barang untuk ekspor maupun impor, sehingga selisih kursnya abnormal. Selisih kurs yang normal adalah Rp25-Rp50/USD.
“Kami mendukung kebijakan BI atas penggunaan rupiah dalam bertransaksi di wilayah NKRI, tetapi eksportir yang menghasilkan devisa jangan dikorbankan. BI harus mengendalikan penetapan nilai kurs, yakni kurs tengah BI,” bebernya.
Baca juga:
Kemenhub: Pelabuhan Internasional Wajib Pakai Rupiah
INSA: Penggunaan Rupiah di Pelabuhan Sulit Dilakukan
Penggunaan Rupiah di Pelabuhan Disambut Pelaku Usaha
Permintaan ini muncul dari Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jawa Timur yang merespon Surat Edaran BI No 17/11/DKSP per 1 Juni 2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di wilayah NKRI.
Penerapan rupiah untuk transaksi dinilai kurang tepat, karena di lapangan perusahaan pemasok bahan baku penunjang ekspor maupun perusahaan pelayaran menetapkan nilai kurs Rp14.000-Rp15.000/USD.
“Ini sangat memberatkan bagi eksportir, kami berharap transaksi dalam negeri memakai dolar,” ujar Ketua Forkas Jatim, Isdarmawan Asrikan, Rabu (1/7/2015).
Dia menuturkan, peraturan BI itu bisa menghambat peningkatan ekspor, karena beban yang ditanggung eksportir cukup berat terutama berupa selisih kurs dolar AS (jual dan beli) atas berbagai transaksi, seperti pembayaran jasa maupun pembelian bahan baku yang dilakukan di dalam negeri.
Menurutnya, para pelaku bisnis rekanan eksportir telah mematok nilai kurs USD secara sepihak. Sebagai contoh, perusahaan pelayaran pekan ini menetapkan nilai kurs hingga Rp14.000-Rp15.000/USD atas ongkos pengangkutan barang untuk ekspor maupun impor, sehingga selisih kursnya abnormal. Selisih kurs yang normal adalah Rp25-Rp50/USD.
“Kami mendukung kebijakan BI atas penggunaan rupiah dalam bertransaksi di wilayah NKRI, tetapi eksportir yang menghasilkan devisa jangan dikorbankan. BI harus mengendalikan penetapan nilai kurs, yakni kurs tengah BI,” bebernya.
Baca juga:
Kemenhub: Pelabuhan Internasional Wajib Pakai Rupiah
INSA: Penggunaan Rupiah di Pelabuhan Sulit Dilakukan
Penggunaan Rupiah di Pelabuhan Disambut Pelaku Usaha
(dmd)