Transaksi Wajib Pakai Rupiah, BI Jangan Lepas Tangan

Kamis, 02 Juli 2015 - 03:01 WIB
Transaksi Wajib Pakai...
Transaksi Wajib Pakai Rupiah, BI Jangan Lepas Tangan
A A A
SURABAYA - Pengusaha meminta Bank Indonesia (BI) jangan lepas tangan dalam memberlakukan kewajiban memakai rupiah di pelabuhan. Kurs rupiah yang dipatok operator pelayaran abnormal mencapai Rp14.000-Rp15.000/USD.

Ketua Gabungan Industri Aneka Tenun Plastik Indonesia (GIATPI) Jawa Timur, Woeidi Orso menyatakan, BI seharunya membuat aturan yang jelas tentang penetapan nilai kurs valuta asing (valas) atas transaksi barang-barang impor di dalam negeri.

Seperti yang dialami agen bahan baku untuk pembuatan karung plastik yang berasal dari luar negeri (bijih plastik, tinta printing dan pelarut tinta), memberlakukan harga jual dengan valas, meskipun transaksinya di dalam negeri. Setelah dirupiahkan, maka nilai kurs yang ditetapkan adalah kurs jual yang tinggi.

“BI perlu menetapkan nilai kurs tengah atau kurs rata-rata mingguan, agar tidak memberatkan pelaku industri yang memanfaatkan bahan baku maupun bahan penunjang impor. Kami harus melakukan rekalkulasi atas biaya produksi dan harga jual produk karung plastik akibat BI mewajibkan penggunaan rupiah,” jelas Woeidi, yang juga Operation Manager Plastic Bag Operation PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk, Rabu (1/7/2015).

Melihat kenyataan di lapangan, para eksportir meminta ada pengecualian, seperti halnya sektor transportasi, jalan, pengairan, air minum, sanitasi, telekomunikasi, ketenagalistrikan, dan migas yang diperbolehkan menggunakan valas. (Baca: Eksportir di Jatim Teriak Ingin Transaksi Pakai Dolar AS)

Sementara sektor-sektor di luar infrastruktur yang melanggar peraturan BI saat bertransaksi tunai bisa dikenakan sanksi pidana berupa kurungan maksimal 1 tahun dan denda maksimal Rp200 juta. Sedangkan pelanggaran kewajiban penggunaan rupiah untuk transaksi nontunai dikenakan denda 1% dari nilai transaksi atau maksimal Rp1 miliar.

Penasihat Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jawa Timur, J Soemarno mengatakan, eksportir perlu dimasukkan dalam kategori pengecualian karena banyak bertransaksi dengan agen perusahaan asing yang menyediakan bahan baku berasal dari luar negeri. Bahan baku itu diperlukan untuk memroduksi barang yang ditujukan ekspor. Jika menggunakan rupiah, maka eksportir sangat terbebani selisih kurs valas yang cukup besar.

“Peraturan BI atas kewajiban penggunaan rupiah di wilayah NKRI menghambat kinerja ekspor. Padahal, pemerintah telah mencanangkan peningkatan ekspor 300% tahun ini. Untuk itu, eksportir selayaknya tidak diwajibkan menggunakan mata uang rupiah atas transaksi di dalam negeri,” jelasnya.

Baca juga:

Kemenhub: Pelabuhan Internasional Wajib Pakai Rupiah

INSA: Penggunaan Rupiah di Pelabuhan Sulit Dilakukan

Penggunaan Rupiah di Pelabuhan Disambut Pelaku Usaha
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5770 seconds (0.1#10.140)