Realisasi Belanja Pemerintah 33,1%
A
A
A
JAKARTA - Realiasi belanja Pemerintah semester I/2015 baru mencapai Rp436,1 triliun atau 33,1% dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015 sebesar Rp1.319,5 triliun.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menyatakan, dari realisasi belanja sebesar itu, khusus untuk belanja kementerian/ lembaga (K/L) baru mencapai 26,2% atau Rp208,5 triliun. ”Jumlah itu masih lebih rendah dibanding penyerapan anggaran periode yang sama tahun lalu,” ujar Askolani di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, lambatnya penyerapan anggaran tersebut akibat adanya penyesuaian dokumen perubahan nomenklatur pemerintah yang baru diselesaikan pada Mei 2015. Selain itu, ada pula revisi dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP) untuk 2015 yang belum menyisipkan perubahan pagu serta nomenklatur yang baru.
”Misalnya, saat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) harus digabung dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), sebelumnya dana pagu di sana sangat tinggi sehingga menunggu pemecahan dana membutuhkan proses yang tidak sebentar,” lanjutnya.
Begitu pula yang terjadi pada Kementerian Tenaga Kerja yang kini tidak lagi menaungi persoalan transmigrasi. Sehingga, dengan begitu Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang harus diganti di sejumlah K/L menghambat pencairan dana. Apalagi dalam proses penyerapan anggaran tersebut harus menunggu semua jajaran eselon I sampai dengan eselon IV terisi jabatannya.
”Mereka yang berwenang menandatangani pencairan dana. Jika dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang sesuai dengan aturan nomenklatur, maka itu akan menjadi kesalahan yang fatal,” katanya.
Dia menambahkan, perubahan secara signifikan seperti ini memang hanya baru terjadi di 2015. Sebelumnya pernah ada perubahan tetapi tidak terlalu besar pemisahannya. Anggota Badan Anggaran DPR I Wayan Koster menilai, untuk mempercepat proses penyerapan, tidak cukup hanya melalui bentuk percepatan penyelesaian nomenklatur.
Walaupun kini sudah ada Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA) yang dipimpin secara langsung oleh Wakil Menteri Keuangan, hal itu belum dapat membantu perserapan dana dengan baik. ”Ada yang perlu diperbaiki dari segi administrasinya, beberapa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) juga ada yang harus diganti agar tidak menghambat proses realisasi,” ungkapnya.
Wayan melihat ada sejumlah program yang tidak dapat berjalan karena dari sisi regulasi ada hambatan. Contohnya adalah PMK No.81/PMK.05/ 2012 yang memperlambat proses realisasi tentang Belanja Bantuan Sosial.
Rabia edra almira
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menyatakan, dari realisasi belanja sebesar itu, khusus untuk belanja kementerian/ lembaga (K/L) baru mencapai 26,2% atau Rp208,5 triliun. ”Jumlah itu masih lebih rendah dibanding penyerapan anggaran periode yang sama tahun lalu,” ujar Askolani di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, lambatnya penyerapan anggaran tersebut akibat adanya penyesuaian dokumen perubahan nomenklatur pemerintah yang baru diselesaikan pada Mei 2015. Selain itu, ada pula revisi dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP) untuk 2015 yang belum menyisipkan perubahan pagu serta nomenklatur yang baru.
”Misalnya, saat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) harus digabung dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), sebelumnya dana pagu di sana sangat tinggi sehingga menunggu pemecahan dana membutuhkan proses yang tidak sebentar,” lanjutnya.
Begitu pula yang terjadi pada Kementerian Tenaga Kerja yang kini tidak lagi menaungi persoalan transmigrasi. Sehingga, dengan begitu Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang harus diganti di sejumlah K/L menghambat pencairan dana. Apalagi dalam proses penyerapan anggaran tersebut harus menunggu semua jajaran eselon I sampai dengan eselon IV terisi jabatannya.
”Mereka yang berwenang menandatangani pencairan dana. Jika dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang sesuai dengan aturan nomenklatur, maka itu akan menjadi kesalahan yang fatal,” katanya.
Dia menambahkan, perubahan secara signifikan seperti ini memang hanya baru terjadi di 2015. Sebelumnya pernah ada perubahan tetapi tidak terlalu besar pemisahannya. Anggota Badan Anggaran DPR I Wayan Koster menilai, untuk mempercepat proses penyerapan, tidak cukup hanya melalui bentuk percepatan penyelesaian nomenklatur.
Walaupun kini sudah ada Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA) yang dipimpin secara langsung oleh Wakil Menteri Keuangan, hal itu belum dapat membantu perserapan dana dengan baik. ”Ada yang perlu diperbaiki dari segi administrasinya, beberapa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) juga ada yang harus diganti agar tidak menghambat proses realisasi,” ungkapnya.
Wayan melihat ada sejumlah program yang tidak dapat berjalan karena dari sisi regulasi ada hambatan. Contohnya adalah PMK No.81/PMK.05/ 2012 yang memperlambat proses realisasi tentang Belanja Bantuan Sosial.
Rabia edra almira
(ftr)