Rebab dan Cinta
A
A
A
Alkisah, sayup-sayup terdengar suara merdu musik gesek di tengah keramaian jalan di sebuah kota. Orang-orang terhanyut mendengar alunan musik yang terasa menyedihkan di telinga itu.
Selesai memainkan musiknya, terdengar tepuk tangan orangorang di situ. Pemuda itu pun berdiri dan membungkukkan badannya, mengucap terima kasih atas penghargaan yang diberikan. Salah seorang penonton setengah baya, yang telah beberapa saat mengamati si pemuda bermain musik, bertanya kepadanya, ”Anak muda, engkau tampaknya bukan penduduk sini. Permainan musikmu bagus sekali! Apa yang hendak kamu sampaikan lewat lagu sedih yang kamu mainkan tadi?”
”Saya memang bukan penduduk sini, Pak. Saya dari desa s e b e l a h yang sed a n g tertimpa musibah.” ”Kamu ingin uang receh sebagai gantinya?” ”Tidak, tidak. Saya tidak menjual musik demi uang recehan...” ”Lalu untuk apa kamu bermain musik di tengah keramaian ini?” lanjutnya bertanya. ”Sebenarnya, saya bermaksud ingin menjual alat musik ini. Saya sengaja bermain musik agar calon pembeli bisa mendengarkan merdunya alat musik kesayangan saya ini,” jawab si pemuda seraya mengangsurkan alat musiknya kepada si penanya.
Sambil menerima dan meneliti alat musik tersebut, orang itu kembali berkata, ”Bila alat musik ini adalah kesayanganmu, kenapa engkau rela untuk menjualnya?” ”Tolong saya Pak, istri saya sedang menunggu kelahiran anak kami. Walaupun alat musik ini adalah harta terakhir yang sangat saya sayangi, tetapi saya tahu, saya pasti lebih mencintai istri dan anak saya. Demi sebuah kehidupan baru, rasanya layaklah pengorbanan ini,” jawabnya dengan mata berkacakaca.
Setelah menimbang beberapa saat, sang tuan merogoh kantong bajunya dan mengeluarkan kepingan emas. ”Terimalah uang ini untuk membantu kelahiran anakmu.” Segera diterimanya uang itu, dan si pemuda berseru gembira. ”Terima kasih banyak, Pak! Sebagai balas budi, saya berjanji akan mengajarkan cara terbaik untuk memainkan alat musik ini kepada Anda.”
Dengan tangan yang lain, alat musik dikembalikan kepada si pemusik. Si pemuda kebingungan bertanya, ”Apa yang salah, Pak? Anda tadi sudah mendengar suaranya yang merdu kan ?” ”Hahaha , anak muda, saya sengaja membayarmu untuk menyimpan alat musik ini. Karena alat ini tempatnya adalah di tanganmu. Saya yakin, tak seorang pun mengenal dan bisa memainkannya sebagus dirimu.
Kerelaan menyerahkan hartamu yang paling berharga, demi cinta yang kau berikan, adalah layak untuk harga yang saya berikan kepada kamu.” Si pemuda terbata-bata bertanya, ”Pak, bagaimana saya harus membalas kebaikan ini?” ”Anak muda, berikan cinta kepada anakmu dan limpahkan kasih sayang kepada istrimu, dengan begitu kamu telah melunasi kebaikanku,” ucap si penolong sambil beranjak pergi meninggalkan si pemuda yang masih terkesima.
The Cup of Wisdom
Mau berkorban bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan. Lebih-lebih, mengorbankan apa yang paling kita senangi. Bisa memberi, apalagi memberi tanpa mengharapkan balasan, ini juga sikap luhur yang tidak mudah untuk dilakukan. Kita memerlukan latihan dan membiasakan diri dalam kesempatan yang ada.
Saya teringat kata-kata mutiara dalam bahasa Inggris:We make a living by what we get but we make a life by what we give . Kita menjalani kehidupan dengan apa yang kita dapatkan, tetapi kita membuat hidup dari apa yang kita berikan. Mari kita tumbuh kembangkan sikap luhur ini dalam praktik di kehidupan kita. Saya yakin dan percaya, (dari) apa yang kita beri, pasti ada kelimpahan yang akan kita dapatkan. Salam sukses luar biasa!
Selesai memainkan musiknya, terdengar tepuk tangan orangorang di situ. Pemuda itu pun berdiri dan membungkukkan badannya, mengucap terima kasih atas penghargaan yang diberikan. Salah seorang penonton setengah baya, yang telah beberapa saat mengamati si pemuda bermain musik, bertanya kepadanya, ”Anak muda, engkau tampaknya bukan penduduk sini. Permainan musikmu bagus sekali! Apa yang hendak kamu sampaikan lewat lagu sedih yang kamu mainkan tadi?”
”Saya memang bukan penduduk sini, Pak. Saya dari desa s e b e l a h yang sed a n g tertimpa musibah.” ”Kamu ingin uang receh sebagai gantinya?” ”Tidak, tidak. Saya tidak menjual musik demi uang recehan...” ”Lalu untuk apa kamu bermain musik di tengah keramaian ini?” lanjutnya bertanya. ”Sebenarnya, saya bermaksud ingin menjual alat musik ini. Saya sengaja bermain musik agar calon pembeli bisa mendengarkan merdunya alat musik kesayangan saya ini,” jawab si pemuda seraya mengangsurkan alat musiknya kepada si penanya.
Sambil menerima dan meneliti alat musik tersebut, orang itu kembali berkata, ”Bila alat musik ini adalah kesayanganmu, kenapa engkau rela untuk menjualnya?” ”Tolong saya Pak, istri saya sedang menunggu kelahiran anak kami. Walaupun alat musik ini adalah harta terakhir yang sangat saya sayangi, tetapi saya tahu, saya pasti lebih mencintai istri dan anak saya. Demi sebuah kehidupan baru, rasanya layaklah pengorbanan ini,” jawabnya dengan mata berkacakaca.
Setelah menimbang beberapa saat, sang tuan merogoh kantong bajunya dan mengeluarkan kepingan emas. ”Terimalah uang ini untuk membantu kelahiran anakmu.” Segera diterimanya uang itu, dan si pemuda berseru gembira. ”Terima kasih banyak, Pak! Sebagai balas budi, saya berjanji akan mengajarkan cara terbaik untuk memainkan alat musik ini kepada Anda.”
Dengan tangan yang lain, alat musik dikembalikan kepada si pemusik. Si pemuda kebingungan bertanya, ”Apa yang salah, Pak? Anda tadi sudah mendengar suaranya yang merdu kan ?” ”Hahaha , anak muda, saya sengaja membayarmu untuk menyimpan alat musik ini. Karena alat ini tempatnya adalah di tanganmu. Saya yakin, tak seorang pun mengenal dan bisa memainkannya sebagus dirimu.
Kerelaan menyerahkan hartamu yang paling berharga, demi cinta yang kau berikan, adalah layak untuk harga yang saya berikan kepada kamu.” Si pemuda terbata-bata bertanya, ”Pak, bagaimana saya harus membalas kebaikan ini?” ”Anak muda, berikan cinta kepada anakmu dan limpahkan kasih sayang kepada istrimu, dengan begitu kamu telah melunasi kebaikanku,” ucap si penolong sambil beranjak pergi meninggalkan si pemuda yang masih terkesima.
The Cup of Wisdom
Mau berkorban bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan. Lebih-lebih, mengorbankan apa yang paling kita senangi. Bisa memberi, apalagi memberi tanpa mengharapkan balasan, ini juga sikap luhur yang tidak mudah untuk dilakukan. Kita memerlukan latihan dan membiasakan diri dalam kesempatan yang ada.
Saya teringat kata-kata mutiara dalam bahasa Inggris:We make a living by what we get but we make a life by what we give . Kita menjalani kehidupan dengan apa yang kita dapatkan, tetapi kita membuat hidup dari apa yang kita berikan. Mari kita tumbuh kembangkan sikap luhur ini dalam praktik di kehidupan kita. Saya yakin dan percaya, (dari) apa yang kita beri, pasti ada kelimpahan yang akan kita dapatkan. Salam sukses luar biasa!
(ars)