HT: Persempit Kesenjangan, Kembangkan Potensi Daerah
A
A
A
KUNINGAN - CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo (HT) mengatakan, terdapat kesenjangan yang mencolok antara pembangunan di daerah dan kota besar.
“Masyarakat yang tertinggal kebanyakan di daerah. Untuk itu, perlu mengembangkan potensi masing-masing daerah, yang didukung dengan kebijakan khusus," katanya.
Dia mencontohkan, petani di Kabupaten Kuningan dan daerah-daerah lain punya permasalahan yang sama. Pertama, kepemilikan lahan, di mana petani hanya sebatas penggarap yang bisa kehilangan lahan garapannya kapan saja.
"Produksi pertanian turun karena lahan pertanian berkurang. Perlu kebijakan bagaimana petani bisa menjadi pemilik lahan, misalnya dengan mencicil dari hasil pertaniannya," ungkapnya.
Seperti diketahui jumlah sawah di Indonesia terus menurun. Laju tahunan konversi lahan baru sekitar 100.000 hektare (ha)/tahun. Jumlah petani pun terus menyusut.
Sebagai gambaran, dari 31,23 juta rumah tangga petani pada 2003, susut menjadi 26,14 juta rumah tangga pada 2013. Artinya berkurang sebanyak 5 juta petani dalam waktu 10 tahun.
HT menambahkan, selain lahan, para petani juga mengalami kendala permodalan. Akibatnya, petani kesulitan membeli bibit, pupuk dan peralatan pertanian.
"Petani perlu akses modal yang murah, cepat dan mudah, Sehingga mereka tidak perlu lagi bertransaksi dengan pengijon dan tengkulak," terangnya.
Di samping itu, menurut HT, petani juga membutuhkan pelatihan agar produktivitas bisa meningkat. Perhatian yang sama dibutuhkan usaha mikro dan kecil, nelayan, buruh, serta masyarakat tertinggal lainnya.
"Mereka harus diberikan program khusus supaya bisa lebih produktif, supaya mereka bisa sejahtera," ujar dia.
HT berpendapat, jika masyarakat tertinggal tersebut sejahtera, otomatis kesenjangan bisa dipersempit dan Indonesia bisa lebih cepat maju.
"Sekali Indonesia dikelola dengan benar, pertumbuhan ekonomi bisa melesat," tandasnya.
Usai memberikan kuliah umum, HT menyerahkan beasiswa kepada mahasiswa berprestasi di Universitas Islam Al-Ihya (Unisa), Kuningan dan menandatangani nota kesepahaman bidang jurnalistik.
“Masyarakat yang tertinggal kebanyakan di daerah. Untuk itu, perlu mengembangkan potensi masing-masing daerah, yang didukung dengan kebijakan khusus," katanya.
Dia mencontohkan, petani di Kabupaten Kuningan dan daerah-daerah lain punya permasalahan yang sama. Pertama, kepemilikan lahan, di mana petani hanya sebatas penggarap yang bisa kehilangan lahan garapannya kapan saja.
"Produksi pertanian turun karena lahan pertanian berkurang. Perlu kebijakan bagaimana petani bisa menjadi pemilik lahan, misalnya dengan mencicil dari hasil pertaniannya," ungkapnya.
Seperti diketahui jumlah sawah di Indonesia terus menurun. Laju tahunan konversi lahan baru sekitar 100.000 hektare (ha)/tahun. Jumlah petani pun terus menyusut.
Sebagai gambaran, dari 31,23 juta rumah tangga petani pada 2003, susut menjadi 26,14 juta rumah tangga pada 2013. Artinya berkurang sebanyak 5 juta petani dalam waktu 10 tahun.
HT menambahkan, selain lahan, para petani juga mengalami kendala permodalan. Akibatnya, petani kesulitan membeli bibit, pupuk dan peralatan pertanian.
"Petani perlu akses modal yang murah, cepat dan mudah, Sehingga mereka tidak perlu lagi bertransaksi dengan pengijon dan tengkulak," terangnya.
Di samping itu, menurut HT, petani juga membutuhkan pelatihan agar produktivitas bisa meningkat. Perhatian yang sama dibutuhkan usaha mikro dan kecil, nelayan, buruh, serta masyarakat tertinggal lainnya.
"Mereka harus diberikan program khusus supaya bisa lebih produktif, supaya mereka bisa sejahtera," ujar dia.
HT berpendapat, jika masyarakat tertinggal tersebut sejahtera, otomatis kesenjangan bisa dipersempit dan Indonesia bisa lebih cepat maju.
"Sekali Indonesia dikelola dengan benar, pertumbuhan ekonomi bisa melesat," tandasnya.
Usai memberikan kuliah umum, HT menyerahkan beasiswa kepada mahasiswa berprestasi di Universitas Islam Al-Ihya (Unisa), Kuningan dan menandatangani nota kesepahaman bidang jurnalistik.
(rna)