Mudik Itu...
A
A
A
Mudik itu ya ... bersilaturahmi bersama seluruh anggota keluarga di kampung. Salat Id bareng di masjid atau alun-alun. Sungkem dengan bapak-ibu dan maaf-maafan dengan sanak-kerabat agar kembali fitri.
Kangen-kangenan dengan tetangga dan teman-teman di kampung setelah setahun tidak ketemu. Namun, mudik tak cuma sekadar itu. Karena begitu istimewanya ritual setahun sekali ini, mudik punya 1.001 makna dan cerita. Berikut ini adalah lima di antaranya, setidaknya menurut saya.
Mudik itu Heroik
Mudik adalah kesempatan langka yang terjadi hanya setahun sekali, karena itu segala upaya kita lakukan untuk mewujudkannya. Dengan semangat empat-lima, mereka berdesak-desakan ria di bandara, stasiun KA, atau terminal-terminal bus antarkota untuk bisa terangkut ke kampung.
Bagi yang menggunakan bus atau mobil pribadi, mereka heroik rela berjam-jam terpuruk dalam kemacetan pantura. Selama di jalan, kejengkelan, kemarahan, dan sumpah serapah mendera, namun begitu sampai di kampung hati ini terasa adem... mak nyessss . Lebih heroik lagi adalah mereka yang naik sepeda motor komplit sekeluarga.
Formasinya: si sulung paling depan nangkring ditangki bensin, si bapak sigap mengendalikan motor, si bungsu terselip di antara bapak dan ibu. Sementara di belakang si ibu masih ada boks kardus bawaan yang diikat di ekor sepeda motor. Menempuh perjalanan 10-15 jam tentu saja mereka banyak mengeluh kaki terasa kram dan kesemutan. Namun, seluruh penderitaan itusekonyong-konyongsirna wesewess.. ewess ... begitu mereka sampai di kampung.
Mudik Itu Mahal
Ya , karena di saat-saat Lebaran semua serbamahal. Harga ayam dan cabai untuk bikin opor mahal enggak keruan walaupun sudah dioperasi pasar. Untuk pulang mahal minta ampun karena harga tiket bus, KA, kapal laut, dan pesawat naik berlipat-lipat. Mau mudik murah pakai sepeda motor dari Jakarta ke Jawa Tengah cukup Rp30.000; tapi ya itu, setiap saat maut selalu mengintip.
Begitu sampai di kampung, tak ada cerita mudik pakai jurus “tangan kosong”. Ritual bagi-bagi rezeki dan hadiah adalah kewajiban tanpa hitam di atas putih yang harus dipatuhi setiap pemudik. Untuk kedua orang tua harus kasih duit cukup; untuk saudara dan handai taulan harus kasih baju, sarung, mukena oleholeh dari Tanah Abang; untuk keponakankeponakan harus kasih angpau; Ditotaljenderal cukup lumayan untuk membikin bangkrut ke-uangan keluarga pasca-Lebaran.
Mudik Itu Eksis
Mudik juga menjadi kesempatan emas untuk eksis di kampung. Caranya, menunjukkan kesuksesan di kota ke tetangga dan orang-orang sekampung. Ukuran kesuksesan di kota biasanya tak jauh dari dua hal, pertama: pekerjaan yang lebih baik-terhormat- elite; dan kedua, penghasilan yang lebih tinggi.
Menjadi buruh pabrik sepatu di Tangerang tentu saja lebih mending ketimbang berkubang mengerjakan sawah di kampung. Karena itu, mereka yang menjadi buruh pabrik bisa memamerkan kehebatan pekerjaan mereka ke kerabat dan tetangga di kampung, walaupun gaji sedikit di atas UMR. Mereka yang lebih beruntung menjadi pekerja kantoran di Jakarta lebih mudah lagi memamerkan kesuksesannya.
Mereka tinggal menyebutkan dirinya bekerja di Perusahaan X, Bank Y, atau Departemen Z yang berkantor di kawasan Segitiga Emas Jakarta, bahkan ketika kerabat dan tetangga di kampung tidak menanyakan.
Namanya orang kampung, mendengar Perusahaan X, Bank Y, atau Departemen Z yang memang terkenal karena sering muncul di TV dan koran, mereka langsung mengira siapa pun yang bekerja di situ pasti orang sukses: kerjanya enak dan gajinya selangit.
Mudik itu Kalap
Di saat Lebaran kita selalu takabur dan kalap kalau sudah menyangkut urusan mengeluarkan duit. Demi orang tua dan handai taulan semua barang kalau bisa dibeli, termasuk membeli hal-hal yang tak penting. Sekian lama orang tua menderita karena pakai kompor minyak, kini waktunya dibelikan kompor gas. Sekian lama orang tua kepanasan kalau tidur siang, kini saatnya dibelikan AC.
Sekian lama orang tua repot cari es batu, kini saatnya dibelikan lemari es. Setelah sebulan menahan hawa nafsu, hari kemenangan menjadi ajang bagi kita untuk “balas dendam”. Caranya dengan belanja banyak dan makan banyak. Kalau sebelum lebaran mal-mal di Jakarta penuh, maka selama dan setelah lebaran gantian pasar-pasar dan toko-toko di kampung dijejali pengunjung.
Biasanya setelah salat Id dan sungkem-sungkeman mereka tanpa sungkan-sungkan langsung mengeluarkan jurus balas dendamnya memadati toko dan pasar untuk belanja sebanyak- banyaknya dan makan sekenyang-kenyangnya. Kalau diadakan survei hubungan masa lebaran dengan meningkatnya kegemukan, kadar kolesterol, dan asam urat, saya yakin pasti ditemukan korelasi positif.
Mudik Itu All-Out
Karena itu ada pemeo: Menghadapi Ramadan-Lebaran: 10 hari pertama: MESJID PENUH 10 hari kedua: MAL PENUH 10 hari ketiga: TERMINAL PENUH 10 hari setelah Ramadan: PEGADAIAN PENUH Kata-kata menyentil itu memang sekedar guyonan, tapi diamat-amati dan dirasarasakan saya kira kok betul adanya. Kalau sudah menyangkut urusan mudik, memang kita selalu all-out termasuk dalam urusan belanja dan menghabiskan uang.
Saking all-out nya, sampai lupa berapa THR diterima dan berapa duit yang dibelanjakan: besar pasak daripada tiang. Walhasil, betul, 10 hari setelah Lebaran orang-orang sibuk ngantri di pegadaian.
Yuswohady
Managing Partner Inventure www.yuswohady.com @yuswohady
Kangen-kangenan dengan tetangga dan teman-teman di kampung setelah setahun tidak ketemu. Namun, mudik tak cuma sekadar itu. Karena begitu istimewanya ritual setahun sekali ini, mudik punya 1.001 makna dan cerita. Berikut ini adalah lima di antaranya, setidaknya menurut saya.
Mudik itu Heroik
Mudik adalah kesempatan langka yang terjadi hanya setahun sekali, karena itu segala upaya kita lakukan untuk mewujudkannya. Dengan semangat empat-lima, mereka berdesak-desakan ria di bandara, stasiun KA, atau terminal-terminal bus antarkota untuk bisa terangkut ke kampung.
Bagi yang menggunakan bus atau mobil pribadi, mereka heroik rela berjam-jam terpuruk dalam kemacetan pantura. Selama di jalan, kejengkelan, kemarahan, dan sumpah serapah mendera, namun begitu sampai di kampung hati ini terasa adem... mak nyessss . Lebih heroik lagi adalah mereka yang naik sepeda motor komplit sekeluarga.
Formasinya: si sulung paling depan nangkring ditangki bensin, si bapak sigap mengendalikan motor, si bungsu terselip di antara bapak dan ibu. Sementara di belakang si ibu masih ada boks kardus bawaan yang diikat di ekor sepeda motor. Menempuh perjalanan 10-15 jam tentu saja mereka banyak mengeluh kaki terasa kram dan kesemutan. Namun, seluruh penderitaan itusekonyong-konyongsirna wesewess.. ewess ... begitu mereka sampai di kampung.
Mudik Itu Mahal
Ya , karena di saat-saat Lebaran semua serbamahal. Harga ayam dan cabai untuk bikin opor mahal enggak keruan walaupun sudah dioperasi pasar. Untuk pulang mahal minta ampun karena harga tiket bus, KA, kapal laut, dan pesawat naik berlipat-lipat. Mau mudik murah pakai sepeda motor dari Jakarta ke Jawa Tengah cukup Rp30.000; tapi ya itu, setiap saat maut selalu mengintip.
Begitu sampai di kampung, tak ada cerita mudik pakai jurus “tangan kosong”. Ritual bagi-bagi rezeki dan hadiah adalah kewajiban tanpa hitam di atas putih yang harus dipatuhi setiap pemudik. Untuk kedua orang tua harus kasih duit cukup; untuk saudara dan handai taulan harus kasih baju, sarung, mukena oleholeh dari Tanah Abang; untuk keponakankeponakan harus kasih angpau; Ditotaljenderal cukup lumayan untuk membikin bangkrut ke-uangan keluarga pasca-Lebaran.
Mudik Itu Eksis
Mudik juga menjadi kesempatan emas untuk eksis di kampung. Caranya, menunjukkan kesuksesan di kota ke tetangga dan orang-orang sekampung. Ukuran kesuksesan di kota biasanya tak jauh dari dua hal, pertama: pekerjaan yang lebih baik-terhormat- elite; dan kedua, penghasilan yang lebih tinggi.
Menjadi buruh pabrik sepatu di Tangerang tentu saja lebih mending ketimbang berkubang mengerjakan sawah di kampung. Karena itu, mereka yang menjadi buruh pabrik bisa memamerkan kehebatan pekerjaan mereka ke kerabat dan tetangga di kampung, walaupun gaji sedikit di atas UMR. Mereka yang lebih beruntung menjadi pekerja kantoran di Jakarta lebih mudah lagi memamerkan kesuksesannya.
Mereka tinggal menyebutkan dirinya bekerja di Perusahaan X, Bank Y, atau Departemen Z yang berkantor di kawasan Segitiga Emas Jakarta, bahkan ketika kerabat dan tetangga di kampung tidak menanyakan.
Namanya orang kampung, mendengar Perusahaan X, Bank Y, atau Departemen Z yang memang terkenal karena sering muncul di TV dan koran, mereka langsung mengira siapa pun yang bekerja di situ pasti orang sukses: kerjanya enak dan gajinya selangit.
Mudik itu Kalap
Di saat Lebaran kita selalu takabur dan kalap kalau sudah menyangkut urusan mengeluarkan duit. Demi orang tua dan handai taulan semua barang kalau bisa dibeli, termasuk membeli hal-hal yang tak penting. Sekian lama orang tua menderita karena pakai kompor minyak, kini waktunya dibelikan kompor gas. Sekian lama orang tua kepanasan kalau tidur siang, kini saatnya dibelikan AC.
Sekian lama orang tua repot cari es batu, kini saatnya dibelikan lemari es. Setelah sebulan menahan hawa nafsu, hari kemenangan menjadi ajang bagi kita untuk “balas dendam”. Caranya dengan belanja banyak dan makan banyak. Kalau sebelum lebaran mal-mal di Jakarta penuh, maka selama dan setelah lebaran gantian pasar-pasar dan toko-toko di kampung dijejali pengunjung.
Biasanya setelah salat Id dan sungkem-sungkeman mereka tanpa sungkan-sungkan langsung mengeluarkan jurus balas dendamnya memadati toko dan pasar untuk belanja sebanyak- banyaknya dan makan sekenyang-kenyangnya. Kalau diadakan survei hubungan masa lebaran dengan meningkatnya kegemukan, kadar kolesterol, dan asam urat, saya yakin pasti ditemukan korelasi positif.
Mudik Itu All-Out
Karena itu ada pemeo: Menghadapi Ramadan-Lebaran: 10 hari pertama: MESJID PENUH 10 hari kedua: MAL PENUH 10 hari ketiga: TERMINAL PENUH 10 hari setelah Ramadan: PEGADAIAN PENUH Kata-kata menyentil itu memang sekedar guyonan, tapi diamat-amati dan dirasarasakan saya kira kok betul adanya. Kalau sudah menyangkut urusan mudik, memang kita selalu all-out termasuk dalam urusan belanja dan menghabiskan uang.
Saking all-out nya, sampai lupa berapa THR diterima dan berapa duit yang dibelanjakan: besar pasak daripada tiang. Walhasil, betul, 10 hari setelah Lebaran orang-orang sibuk ngantri di pegadaian.
Yuswohady
Managing Partner Inventure www.yuswohady.com @yuswohady
(ftr)