Rupiah Lesu, RI Butuh Perbaikan Fundamental Ekonomi
A
A
A
JAKARTA - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) harus segera diatasi agar dampaknya tidak semakin meluas. Untuk mengatasi masalah tersebut Indonesia membutuhkan perbaikan fundamental ekonomi.
CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo (HT) mengatakan, pelemahan rupiah tidak lepas dari faktor eksternal, yaitu menguatnya USD. Namun, faktor dari dalam juga ikut andil. “Pelemahan itu juga terjadi karena kita kurang mampu mengelola ekonomi,” ujarnya, Senin (27/7/2015)
Dia mengungkapkan ada tiga hal yang seharusnya segera dilakukan pemerintah. Pertama, mempercepat pertumbuhan investasi di Indonesia, dengan cara mendorong para investor dalam negeri dan luar negeri untuk berinvestasi di Tanah Air.
Kedua, kredit bank diarahkan ke sektor produktif. “Diatur jangan banyak disalurkan ke sektor konsumtif supaya dunia usaha ini bergulir,” kata Ketua Umum Partai Perindo ini.
HT mengungkapkan bila hal tersebut berjalan maka ekonomi akan tumbuh lebih baik dari sekarang. Lapangan kerja juga bisa tercipta, selain itu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal bisa diatasi.
Bila kedua langkah tersebut telah berjalan dengan baik, baru kemudian langkah ketiga dilakukan, yaitu menurunkan suku bunga. “Turunkan sekitar 0,25% supaya aktivitas usaha ini meningkat dengan baik. Namun, jangan diturunkan sekarang,” ujarnya.
Menurut HT, Indonesia membutuhkan perbaikan fundamental karena saat ini tidak memiliki penopang perekonomian yang kuat.
Sebagai perbandingan, pada era 1970-an ekonomi Indonesia ditopang oleh oil boom. Saat itu harga minyak naik, dan Indonesia masih tercatat sebagai anggota Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC). Kini, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri saja Indonesia harus mengimpor minyak.
Setelah itu pada tahun 1980-an hingga 1990-an, Indonesia ditopang oleh pesatnya industri manufaktur. Investasi deras masuk ke Indonesia. “Menciptakan lapangan pekerjaan, jadi ada kekuatan yang mendukung ekonomi indonesia,” kata HT
Tahun 2000-an hingga dua tahun belakangan Indonesia ditopang oleh komoditas. Seperti batu bara, kelapa sawit, dan karet. Namun saat ini komoditas tersebut sedang mengalami penurunan harga.
Akibatnya, tak ada lagi penopang yang kuat untuk perekonomian Indonesia saat ini. Apalagi “Kita sudah bergeser dari basis produksi ke konsumsi,” kata HT.
Untuk itu, tegas dia, pemerintah harus segera mendorong sektor produktif. Menggeser basis ekonomi yang saat ini didominasi oleh kosumsi menjadi basis produktif
Baca juga:
Euro Perkasa, Rupiah Terkapar ke Rp13.500/USD
BI Minta Masyarakat Jaga Kedaulatan Rupiah
Core: Tak Ada Sinyal Rupiah Balik Menguat
CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo (HT) mengatakan, pelemahan rupiah tidak lepas dari faktor eksternal, yaitu menguatnya USD. Namun, faktor dari dalam juga ikut andil. “Pelemahan itu juga terjadi karena kita kurang mampu mengelola ekonomi,” ujarnya, Senin (27/7/2015)
Dia mengungkapkan ada tiga hal yang seharusnya segera dilakukan pemerintah. Pertama, mempercepat pertumbuhan investasi di Indonesia, dengan cara mendorong para investor dalam negeri dan luar negeri untuk berinvestasi di Tanah Air.
Kedua, kredit bank diarahkan ke sektor produktif. “Diatur jangan banyak disalurkan ke sektor konsumtif supaya dunia usaha ini bergulir,” kata Ketua Umum Partai Perindo ini.
HT mengungkapkan bila hal tersebut berjalan maka ekonomi akan tumbuh lebih baik dari sekarang. Lapangan kerja juga bisa tercipta, selain itu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal bisa diatasi.
Bila kedua langkah tersebut telah berjalan dengan baik, baru kemudian langkah ketiga dilakukan, yaitu menurunkan suku bunga. “Turunkan sekitar 0,25% supaya aktivitas usaha ini meningkat dengan baik. Namun, jangan diturunkan sekarang,” ujarnya.
Menurut HT, Indonesia membutuhkan perbaikan fundamental karena saat ini tidak memiliki penopang perekonomian yang kuat.
Sebagai perbandingan, pada era 1970-an ekonomi Indonesia ditopang oleh oil boom. Saat itu harga minyak naik, dan Indonesia masih tercatat sebagai anggota Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC). Kini, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri saja Indonesia harus mengimpor minyak.
Setelah itu pada tahun 1980-an hingga 1990-an, Indonesia ditopang oleh pesatnya industri manufaktur. Investasi deras masuk ke Indonesia. “Menciptakan lapangan pekerjaan, jadi ada kekuatan yang mendukung ekonomi indonesia,” kata HT
Tahun 2000-an hingga dua tahun belakangan Indonesia ditopang oleh komoditas. Seperti batu bara, kelapa sawit, dan karet. Namun saat ini komoditas tersebut sedang mengalami penurunan harga.
Akibatnya, tak ada lagi penopang yang kuat untuk perekonomian Indonesia saat ini. Apalagi “Kita sudah bergeser dari basis produksi ke konsumsi,” kata HT.
Untuk itu, tegas dia, pemerintah harus segera mendorong sektor produktif. Menggeser basis ekonomi yang saat ini didominasi oleh kosumsi menjadi basis produktif
Baca juga:
Euro Perkasa, Rupiah Terkapar ke Rp13.500/USD
BI Minta Masyarakat Jaga Kedaulatan Rupiah
Core: Tak Ada Sinyal Rupiah Balik Menguat
(dmd)