Pertamina Semester I Raup Untung Rp7,41 Triliun
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) pada semester I/2015 berhasil membukukan laba bersih sekitar USD570 juta atau sekitar Rp7,41 triliun (kurs Rp13.000/USD). Laba ini disokong peningkatan kinerja operasional berbagai lini bisnis di tengah iklim industri minyak dan gas bumi dunia yang penuh tantangan.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto menuturkan, situasi industri migas yang penuh tantangan menuntut perseroan untuk melakukan langkah efisiensi. Dalam konteks Indonesia, situasi industri migas yang tertekan ditandai dengan anjloknya Indonesian Crude Price (ICP) hingga separuh, ditambah rupiah yang semakin tertekan.
Hingga Juni 2015, ICP jatuh ke posisi USD59,4 per barel atau jauh dari rata-rata ICP pada periode sama 2014 yang sebesar USD106,6 per barel. Di sisi lain rupiah terdepresiasi hingga lebih dari 10% dalam kurun waktu yang sama.
"Banyak perusahaan di duna yang melakukan aksi terobosan agar dapat survive, mulai dari pengurangan capex hingga pemangkasan tenaga kerja di awal tahun yang masih berlanjut hingga saat ini. Alhamdulillah, di tengah kondisi tersebut Pertamina dapat mengatasi dengan terus meningkatkan kinerja perseroan dan melakukan efisiensi hingga meraih laba bersih USD570 juta setelah awal tahun sempat rugi," kata Dwi di kantornya, Jakarta, Rabu (5/8/2015).
Dia menyebutkan, produksi migas Pertamina selama semester I/2015 tumbuh sekitar 6% dibanding periode sama tahun lalu. Produksi migas perusahaan mencapai 550,89 ribu BOEPD, terdiri dari 270,76 ribu BOPD minyak dan 1,60 BSCFD gas, yang disokong peningkatan produksi migas Pertamina dan aset luar negeri.
"Produksi minyak dari aset luar negeri rata-rata semester I mencapai 73,5 ribu BOPD, sedangkan produksi gas sebesar 88,25 MMSCFD," imbuhnya.
Saat ini, lanjut Dwi, kinerja kilang perseroan berangsur membaik setelah sempat mengalami turbulensi pada akhir 2014 dan awal 2015 akibat fluktuasi harga minyak mentah. Bahkan pada kuartal II/2015, biaya pokok produksi kilang Pertamina menyentuh level di bawah 100% terhadap harga impor. "Kondisi tersebut menunjukkan kilang-kilang Pertamina lebih efisien," katanya.
Seiring penambahan ruas pipa dan alokasi gas, bisnis transportasi gas Pertamina juga meningkat 4% menjadi 264,98 BSCF. Adapun bisnis niaga gas Pertamina menjadi 19,71 BSCF, sementara penjualan LNG meningkat menjadi 38,75 ribu BBTU.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto menuturkan, situasi industri migas yang penuh tantangan menuntut perseroan untuk melakukan langkah efisiensi. Dalam konteks Indonesia, situasi industri migas yang tertekan ditandai dengan anjloknya Indonesian Crude Price (ICP) hingga separuh, ditambah rupiah yang semakin tertekan.
Hingga Juni 2015, ICP jatuh ke posisi USD59,4 per barel atau jauh dari rata-rata ICP pada periode sama 2014 yang sebesar USD106,6 per barel. Di sisi lain rupiah terdepresiasi hingga lebih dari 10% dalam kurun waktu yang sama.
"Banyak perusahaan di duna yang melakukan aksi terobosan agar dapat survive, mulai dari pengurangan capex hingga pemangkasan tenaga kerja di awal tahun yang masih berlanjut hingga saat ini. Alhamdulillah, di tengah kondisi tersebut Pertamina dapat mengatasi dengan terus meningkatkan kinerja perseroan dan melakukan efisiensi hingga meraih laba bersih USD570 juta setelah awal tahun sempat rugi," kata Dwi di kantornya, Jakarta, Rabu (5/8/2015).
Dia menyebutkan, produksi migas Pertamina selama semester I/2015 tumbuh sekitar 6% dibanding periode sama tahun lalu. Produksi migas perusahaan mencapai 550,89 ribu BOEPD, terdiri dari 270,76 ribu BOPD minyak dan 1,60 BSCFD gas, yang disokong peningkatan produksi migas Pertamina dan aset luar negeri.
"Produksi minyak dari aset luar negeri rata-rata semester I mencapai 73,5 ribu BOPD, sedangkan produksi gas sebesar 88,25 MMSCFD," imbuhnya.
Saat ini, lanjut Dwi, kinerja kilang perseroan berangsur membaik setelah sempat mengalami turbulensi pada akhir 2014 dan awal 2015 akibat fluktuasi harga minyak mentah. Bahkan pada kuartal II/2015, biaya pokok produksi kilang Pertamina menyentuh level di bawah 100% terhadap harga impor. "Kondisi tersebut menunjukkan kilang-kilang Pertamina lebih efisien," katanya.
Seiring penambahan ruas pipa dan alokasi gas, bisnis transportasi gas Pertamina juga meningkat 4% menjadi 264,98 BSCF. Adapun bisnis niaga gas Pertamina menjadi 19,71 BSCF, sementara penjualan LNG meningkat menjadi 38,75 ribu BBTU.
(izz)