Kebijakan Migas Bantu Pertumbuhan Ekonomi RI
A
A
A
JAKARTA - Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suharyanto menilai kebijakan soal minyak dan gas (migas) akan terkontribusi ke pertumbuhan ekonomi.
Hal ini menyangkut dengan harga minyak dunia yang fluktuatif, tapi tidak terlalu tinggi bahkan cenderung rendah dalam beberapa waktu terakhir. (Baca: Ekonomi RI Kuartal II Hanya Tumbuh 4,67%).
"Migas terkontribusi ke pertumbuhan ekonomi, dipengaruhi policy. Ketika subsidi migas sudah dihapuskan, yang sekarang ada subsidinya kan solar. Jadi semuanya kembali ke kebijakan," kata Suharyanto di kantornya, Jakarta, Rabu (5/8/2015).
Dia melanjutkan, harga minyak dunia selama enam bulan ini memang tidak menunjukkan kenaikan signifikan, hanya dikisaran USD50 per barel jika dibanding 2014.
"Kalau kita lihat pergerakan selama enam bulan naiknya enggak tinggi dari USD50 jadi USD59. Kalau dibandingkan dengan posisi 2014. Apa yang terjadi sekarang saya enggak berharap harga minyak akan tumbuh tinggi," jelasnya.
Pada saat harga minyak naik pada September atau Oktober, dipastikan akan berimbas ke inflasi dan efeknya melebar. Maka pemerintah harus siap mengambil kebijakan lagi.
"Isunya ya (naik September atau Oktober). Intinya kalau harga minyak naik yang jelas inflasi naik juga. Maka akan kemana-mana. Harga minyak naik, kembali policy apa yang akan diambil pemerintah," pungkas dia.
Baca juga:
BPS Sudah Prediksi Ekonomi RI Kuartal II Melambat
Jokowi Diminta Hati-hati Ekonomi Terus Memburuk
Suryamin Yakin Ekonomi Semester II Bisa Tumbuh 5%
BPS Beberkan Penyebab Ekonomi Kuartal II Melemah
Hal ini menyangkut dengan harga minyak dunia yang fluktuatif, tapi tidak terlalu tinggi bahkan cenderung rendah dalam beberapa waktu terakhir. (Baca: Ekonomi RI Kuartal II Hanya Tumbuh 4,67%).
"Migas terkontribusi ke pertumbuhan ekonomi, dipengaruhi policy. Ketika subsidi migas sudah dihapuskan, yang sekarang ada subsidinya kan solar. Jadi semuanya kembali ke kebijakan," kata Suharyanto di kantornya, Jakarta, Rabu (5/8/2015).
Dia melanjutkan, harga minyak dunia selama enam bulan ini memang tidak menunjukkan kenaikan signifikan, hanya dikisaran USD50 per barel jika dibanding 2014.
"Kalau kita lihat pergerakan selama enam bulan naiknya enggak tinggi dari USD50 jadi USD59. Kalau dibandingkan dengan posisi 2014. Apa yang terjadi sekarang saya enggak berharap harga minyak akan tumbuh tinggi," jelasnya.
Pada saat harga minyak naik pada September atau Oktober, dipastikan akan berimbas ke inflasi dan efeknya melebar. Maka pemerintah harus siap mengambil kebijakan lagi.
"Isunya ya (naik September atau Oktober). Intinya kalau harga minyak naik yang jelas inflasi naik juga. Maka akan kemana-mana. Harga minyak naik, kembali policy apa yang akan diambil pemerintah," pungkas dia.
Baca juga:
BPS Sudah Prediksi Ekonomi RI Kuartal II Melambat
Jokowi Diminta Hati-hati Ekonomi Terus Memburuk
Suryamin Yakin Ekonomi Semester II Bisa Tumbuh 5%
BPS Beberkan Penyebab Ekonomi Kuartal II Melemah
(izz)