Ekonomi Melambat, Indef: Stop Salahkan Kondisi Global!
A
A
A
JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) meminta pemerintah berhenti (stop) menyalahkan kondisi perekonomian global, atas melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2015 hanya tumbuh 4,67% (year on year), atau turun 0,05% dibanding kuartal sebelumnya di angka 4,72%.
Direktur Indef Enny Sri Hartati menilai, buruknya kondisi perekonomian Indonesia lantaran kontribusi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak maksimal. Konsumsi pemerintah hanya tumbuh 2,2% pada periode tersebut.
"Kan parah banget (konsumsi pemerintah). Waktu jaman SBY (Presiden RI ke-6) saja masih bisa 5% kontribusinya pemerintah terhadap ekonomi," katanya saat dihubungi Sindonews, Kamis (6/8/2015).
Menurut Enny, tidak maksimalnya kontribusi pemerintah disebabkan adanya keterlambatan penyerapan anggaran, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Ditambah lagi, serapan anggaran yang sedikit tersebut tidak mampu memutar roda perekonomian.
"Dan juga untuk konsumsi nonpemerintah turun sampai 7,91%. Akibatnya, konsumsi rumah tangga hanya 4,97%. Ini drop sekali. Biasanya sejelek-jeleknya, itu masih 5%," imbuh dia.
Enny mengungkapkan, inflasi Juli 2015 yang hanya berada di kisaran 0,93% memang rendah. Namun jangan lupa, dia mengingatkan bahwa kontribusi inflasi paling besar ada pada bahan makanan jadi serta kenaikan transportasi.
"Selama ini biasanya cuma 1%. Sekarang sampai 2,2%, itu tertinggi. Kenaikan transportasi dan makanan jadi. Artinya, itu yang menggerus pendapatan masyarakat," tegasnya.
Kenaikan transportasi dan harga kebutuhan pokok, sambung dia, menggerus pendapatan masyarakat. Daya beli masyarakat turun lantaran tergerus kenaikan harga tersebut.
"Jadi jangan lagi mengambinghitamkan kondisi eksternal. Persoalan lebih banyak di internal kita karena keyakinan bisnis juga turun. Problem terbesar itu di internal, ketidakcakapan pemerintah dalam memberikan stimulus dan arah yang lebih baik terhadap ekonomi Indonesia," pungkasnya.
Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2015 hanya tumbuh 4,67% (year on year), atau turun 0,05% dibanding kuartal sebelumnya di angka 4,72%.
Direktur Indef Enny Sri Hartati menilai, buruknya kondisi perekonomian Indonesia lantaran kontribusi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak maksimal. Konsumsi pemerintah hanya tumbuh 2,2% pada periode tersebut.
"Kan parah banget (konsumsi pemerintah). Waktu jaman SBY (Presiden RI ke-6) saja masih bisa 5% kontribusinya pemerintah terhadap ekonomi," katanya saat dihubungi Sindonews, Kamis (6/8/2015).
Menurut Enny, tidak maksimalnya kontribusi pemerintah disebabkan adanya keterlambatan penyerapan anggaran, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Ditambah lagi, serapan anggaran yang sedikit tersebut tidak mampu memutar roda perekonomian.
"Dan juga untuk konsumsi nonpemerintah turun sampai 7,91%. Akibatnya, konsumsi rumah tangga hanya 4,97%. Ini drop sekali. Biasanya sejelek-jeleknya, itu masih 5%," imbuh dia.
Enny mengungkapkan, inflasi Juli 2015 yang hanya berada di kisaran 0,93% memang rendah. Namun jangan lupa, dia mengingatkan bahwa kontribusi inflasi paling besar ada pada bahan makanan jadi serta kenaikan transportasi.
"Selama ini biasanya cuma 1%. Sekarang sampai 2,2%, itu tertinggi. Kenaikan transportasi dan makanan jadi. Artinya, itu yang menggerus pendapatan masyarakat," tegasnya.
Kenaikan transportasi dan harga kebutuhan pokok, sambung dia, menggerus pendapatan masyarakat. Daya beli masyarakat turun lantaran tergerus kenaikan harga tersebut.
"Jadi jangan lagi mengambinghitamkan kondisi eksternal. Persoalan lebih banyak di internal kita karena keyakinan bisnis juga turun. Problem terbesar itu di internal, ketidakcakapan pemerintah dalam memberikan stimulus dan arah yang lebih baik terhadap ekonomi Indonesia," pungkasnya.
(rna)