DPR Warning Potensi Kebocoran Dana Transfer Daerah
A
A
A
JAKARTA - Komisi XI DPR RI memberikan peringatan (warning) kepada pemerintah terkait potensi kebocoran dana transfer ke daerah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2016.
Sekadar mengingatkan, dalam RAPBN 2016 pemerintah mengalokasikan anggaran transfer ke daerah sebesar Rp782,2 triliun. Dana tersebut lebih besar dibanding anggaran belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp780,4 triliun.
"Nah tentu persoalannya jangan sampai management transfer ini menimbulkan kebocoran-kebocoran, melahirkan ketimpangan penyimpangan baru. Maka sebabnya kami berharap pemerintah membuat regulasi yang transparan agar mampu merespon aliran dana yang besar ini dengan manajemen yang lebih baik," kata anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (15/8/2015).
Kendati demikian, dirinya mengapresiasi langkah pemerintah untuk memberikan kucuran dana lebih besar terhadap daerah. Hal ini menunjukkan bahwa desentralisasi ekonomi dan pemberian otonomi daerah yang bertanggung jawab mulai terlihat.
Hanya saja, Hendrawan mengingatkan bahwa aliran dana yang masuk tersebut tidak disalahgunakan dan pada akhirnya menimbulkan koruptor baru di daerah.
"Jangan sampai ini kita kirim banyak uang ke daerah, tapi banyak koruptor baru dan melahirkan penyimpangan baru. Sehingga masalah-masalah hukum lahir," tegasnya.
Sebab itu, ia mengimbau agar pemerintah memiliki rambu-rambu dan tata kelola yang baik terkait mekanisme pencairan dana desa tersebut.
"Itu sebabnya dugaan saya mengapa Sofyan Djalil yang background-nya hukum dimasukan ke Bappenas," imbuh dia.
Senada dengannya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani juga meminta agar pemerintah mengawasi pencairan dana desa tersebut. Sosialisasi dan penyuluhan perlu dilakukan agar tidak terjadi masalah baru di daerah.
"Maksudnya bagus untuk mendorong desa tumbuh, tapi kalau sosialisasi dan penyuluhannya kurang, itu bisa jadi masalah baru di desa. Bisa diklasifikasikan sebagai kasus korupsi. Ini harus hati-hati. Karena uang kita terbatas, jangan sampai kita memberikan alokasi yang nantinya malah jadi kontraproduktif," pungkasnya.
Baca:
Sejarah Pertama Anggaran Daerah Lebih Besar dari K/L
Menkeu Bingung Pemda Endapkan Dana Rp273 T di Bank
Sekadar mengingatkan, dalam RAPBN 2016 pemerintah mengalokasikan anggaran transfer ke daerah sebesar Rp782,2 triliun. Dana tersebut lebih besar dibanding anggaran belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp780,4 triliun.
"Nah tentu persoalannya jangan sampai management transfer ini menimbulkan kebocoran-kebocoran, melahirkan ketimpangan penyimpangan baru. Maka sebabnya kami berharap pemerintah membuat regulasi yang transparan agar mampu merespon aliran dana yang besar ini dengan manajemen yang lebih baik," kata anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (15/8/2015).
Kendati demikian, dirinya mengapresiasi langkah pemerintah untuk memberikan kucuran dana lebih besar terhadap daerah. Hal ini menunjukkan bahwa desentralisasi ekonomi dan pemberian otonomi daerah yang bertanggung jawab mulai terlihat.
Hanya saja, Hendrawan mengingatkan bahwa aliran dana yang masuk tersebut tidak disalahgunakan dan pada akhirnya menimbulkan koruptor baru di daerah.
"Jangan sampai ini kita kirim banyak uang ke daerah, tapi banyak koruptor baru dan melahirkan penyimpangan baru. Sehingga masalah-masalah hukum lahir," tegasnya.
Sebab itu, ia mengimbau agar pemerintah memiliki rambu-rambu dan tata kelola yang baik terkait mekanisme pencairan dana desa tersebut.
"Itu sebabnya dugaan saya mengapa Sofyan Djalil yang background-nya hukum dimasukan ke Bappenas," imbuh dia.
Senada dengannya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani juga meminta agar pemerintah mengawasi pencairan dana desa tersebut. Sosialisasi dan penyuluhan perlu dilakukan agar tidak terjadi masalah baru di daerah.
"Maksudnya bagus untuk mendorong desa tumbuh, tapi kalau sosialisasi dan penyuluhannya kurang, itu bisa jadi masalah baru di desa. Bisa diklasifikasikan sebagai kasus korupsi. Ini harus hati-hati. Karena uang kita terbatas, jangan sampai kita memberikan alokasi yang nantinya malah jadi kontraproduktif," pungkasnya.
Baca:
Sejarah Pertama Anggaran Daerah Lebih Besar dari K/L
Menkeu Bingung Pemda Endapkan Dana Rp273 T di Bank
(dmd)