Menakar Efek Beli Balik Saham

Minggu, 30 Agustus 2015 - 11:26 WIB
Menakar Efek Beli Balik...
Menakar Efek Beli Balik Saham
A A A
Akibat hantaman berita negatif secara beruntun baik dari eksternal maupun internal, IHSG pada Senin lalu tergelincir dalam hingga 4.111 sebelum ditutup di 4.164. Untungnya, memasuki perdagangan esoknya beberapa emiten terutama BUMN melakukan aksi buy back.

Permintaan saham pun meningkat dan IHSG mengalami penguatan signifikan mulai Selasa hingga Jumat lalu. Tak mau ketinggalan, Grup MNC, Medco, PT Tunas Baru Lampung juga menyiapkan dana Rp7,5 triliun, USD50 juta, dan Rp120 miliar masing-masing untuk aksi yang sama. Kejadian yang mirip dengan minggu lalu sejatinya pernah terjadi pada 2008.

Saat itu IHSG yang di awal tahun masih berada di 2.746 merosot dalam hingga tinggal 1.111 pada saat penutupan pada 28 Oktober 2008. Emiten pun ramai-ramai diimbau untuk melakukan buy back. Hasilnya, IHSG kembali naik dan ditutup di 1.355 pada akhir tahun itu. Apa itu buy back dan bagaimana literatur keuangan dan otoritas pasar modal mengatur ini?

Secara konsep, buy back saham adalah pembelian saham kembali oleh perusahaan yang menerbitkannya, dan bukan pihak lain termasuk perusahaan afiliasi atau dana pensiun karyawannya. Ini karena tidak kas yang keluar dari emiten dan tidak ada saham yang diperoleh kembali dalam aset perusahaan.

Buy back saham adalah pilihan yang tersedia bagi emiten yang memperoleh laba, tersedia kas yang cukup besar, dan memutuskan untuk membayarkannya (payout), selain alternatif dividen tunai. Perusahaan yang tidak memperoleh laba tidak mempunyai privilese ini.

Laba, Kas Bebas, dan Payout

Sejatinya, perusahaan yang memperoleh laba dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu yang mempunyai kas dan yang tidak. Ini karena penghitungan laba-rugi menggunakan konsep aktual, bukan berbasis kas. Untuk yang laba, tetapi tidak punya kas, seperti perusahaan yang rugi, pilihan buy back saham atau dividen tunai juga tidak tersedia.

Perusahaan yang untung dan mempunyai banyak kas juga belum tentu dapat melakukan buy back jika dana yang tersedia itu sudah dicadangkan untuk tujuan tertentu seperti pelunasan utang dan obligasi. Otoritas pasar modal tidak akan mengizinkanemiten menggunakan utang atau penerbitan saham baru untuk mendanai beli balik saham.

Selanjutnya, perusahaan yang un-tung dan punya kas yang belum dicadangkan atau dialokasikan untuk tujuan tertentu dapat memutuskan payout atau tidak. Yang tidak ingin melakukan payout sangat mungkin akan menggunakan kasnya itu untuk investasi dalam proyek-proyek baru atau untuk menambah saldo kasnya guna meningkatkan likuiditasnya.

Berdasarkan tahapan di atas, buy back saham dan dividen tunai sama-sama mensyaratkan ada laba, kas yang belum dicadangkan atau kas bebas, dan keputusan payout. Perbedaan antara buy back dan dividen tunai adalah dividen dibayarkan kepada seluruh pemegang saham, sementara beli balik saham hanya kepada sekelompok investor tertentu.

EPS Naik

Dalam usaha untuk memberikan sentimen positif dan melawan tekanan jual dari investor asing, OJK minggu lalu mengizinkan emiten melakukan buy back tanpa melalui rapat umum pemegang saham (RUPS). Aksi korporasi ini diharapkan menggairahkan pasar dan akan meningkatkan permintaan saham. Secara akuntansi, pembelian kembali saham akan menaikkan laba per saham (EPS) karena saham buy back tidak berhak atas laba perusahaan atau dividen.

Laba bersih yang sama dibagi dengan lebih sedikit saham tentunya meningkatkan EPS yang berujung pada kenaikan harga saham. Dengan skenario ini, pemegang saham akan lebih diuntungkan daripada pembayaran dividen tunai karena pajak penghasilan atas capital gain yang direalisasikan hanya 0,1% final dari hasil penjualan saham. Bandingkan dengan pajak dividen yang 10%.

Inilah yang menjadi tujuan buy back saham di BEI. Aksi korporasi ini juga dimaksudkan untuk memberikan sinyal kepada pasar dan investor publik bahwa beberapa emiten serius menjaga harga sahamnya, punya fundamental bagus, dan kas yang besar. Tidak ada motivasi emiten untuk meraup profit dari aksi ini karena kenaikan (penurunan) harga pasar dari harga buy back dalam akuntansi tidak boleh diakui sebagai laba (rugi), tetapi langsung menambah (mengurangi) ekuitas.

Menjadi tidak pas jika nanti ada BUMN mengaku untung atau emiten mengeluh rugi karena melakukan buy back . Meski demikian, aksi korporasi ini dapat saja tidak membuahkan hasil sesuai harapan jika sentimen investor begitu negatifnya sehingga sebagian besar investor tetap ingin menjual sahamnya. Mungkin karena fundamental atau prospek emiten sudah demikian jeleknya.

Jika ini yang terjadi, aksi jual akan tetap besar dan buy back akan sia-sia saja. Buy back seperti memberikan jalan keluar bagi para investor yang ingin menjual sahamnya dan dapat saja justru membuat harga saham turun ketika saham itu diguyur kembali ke pasar oleh emiten untuk memperoleh kasnya kembali. Itulah sebabnya banyak emiten menunggu waktu yang tepat untuk melaksanakan aksinya.

BUDI FRENSIDY
Staf Pengajar FEB-UI dan
Perencana Keuangan Independen
@BudiFrensidy
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8918 seconds (0.1#10.140)