Minat Investasi di Batam Masih Tinggi
A
A
A
JAKARTA - Minat perusahaan asing untuk berinvestasi di Batam, Kepulauan Riau, khususnya di kawasan perdagangan bebas (FTZ) masih tinggi.
Namun, dibutuhkan kebijakan dan dukungan infrastruktur untuk mendorong industri bernilai tambah tinggi di kawasan tersebut. Berdasar Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM), sepanjang semester I/2015 terdapat 158 proyek investasi di Batam dengan nilai USD331,6 juta. Angka ini naik dibanding periode yang sama pada 2014 dengan 31 proyek senilai USD117,5 juta.
Selama kurun Januari-Desember 2014 terdapat 135 perusahaan baru dengan nilai USD568 juta. ”Perusahaan asing masih eksis dan berminat untuk investasi di Batam. Bisa dilihat dari jumlahnya yang meningkat dibanding tahun lalu. Memang ada sekitar 2-3 perusahaan yang keluar, tetapi itu tidak berpengaruh terhadap pengembangan investasi di Batam,” ujar Wakil Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) Jon Arizal di selasela acara ”Batam Renewed Business Opportunities” yang diselenggarakan BP Batam bersama European Union-Indonesia Business Network (IEBN) di Jakarta kemarin.
Acara itu dihadiri 24 perwakilan Kedutaan Eropa dan 50 pengusaha Eropa. Dia menambahkan, Batam sangat strategis sebagai destinasi investasi mengingat lokasinya di jantung ASEAN serta akses yang mudah ke Singapura. Sebanyak 22 kawasan industri dengan lebih dari 1.000 perusahaan multinasional berlokasi di Batam.
Investasi di Batam pada tahun ini masih didominasi industri logam dan logam dasar, mesin, serta alat elektronik sebesar 64%. Menurut Jon, Batam juga didukung infrastruktur modern guna menunjang aktivitas bisnis dan produksi perusahaan, di antaranya empat pelabuhan laut dan lima terminal kapal feri.
”Saat ini Pelabuhan Batu Ampar juga sedang dalam tahap pengembangan. Adapun untuk jangka panjang, kita berencana mengembangkan Pelabuhan Tanjung Sauh yang letaknya di sebuah pulau tidak terlalu jauh dari Batam. Kita akan upayakan Tanjung Sauh sebagai Kawasan FZA juga,” sebutnya.
Direktur Pelaksana Indonesian Netherlands Association (INA) Elma Bauman mengatakan, Pemerintah Indonesia mengharapkan adanya peningkatan investasi asing terutama di sektor manufaktur.
Adapun, investor Eropa juga berminat untuk berinvestasi membangun infrastruktur. ”Kita akan lihat kesempatan apa yang ada di Batam. Saya kira tidak hanya manufaktur saja, mungkin perusahaan Eropa bisa berpartisipasi membangun infrastruktur seperti pelabuhan yang dibutuhkan di sana,” tuturnya.
Kepala Divisi Hubungan Internasional pada Sekretariat Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) Eddy Satriya mengatakan, upaya menarik swasta untuk berinvestasi di infrastruktur telah dilakukan antara lain melalui penyederhanaan tender, penyederhanaan prosedur untuk investasi di sektor pembangkit listrik, serta Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
”Pada 2015 ini terdapat sekitar 30-35 proyek infrastruktur yang baru dan sedang berjalan. Saya rasa Batam juga butuh kebijakan dan infrastruktur untuk mendorong industri bernilai tambah tinggi,” tandasnya.
Direktur Fasilitasi Promosi Daerah BKPM Aloysia Endang Wahyuningsih mengatakan, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 159/2015, untuk perusahaan dengan investasi minimum Rp1 triliun diberikan insentif berupa tax holiday dengan besaran 10- 100% selama 5-20 tahun terhitung mulai perusahaan berproduksi.
Bidang usahanya di antaranya industri logam dasar, industri pemurnian minyak (oil refinery), industri kimia dasar, dan industri mesin. ”Bidang usaha lain yang sedang dilirik adalah industri maritim seperti perkapalan,” sebutnya.
Endang menambahkan, masuknya perusahaan atau industri asing berpeluang pada transfer teknologi dan terutama penyerapan tenaga kerja. CFO PT Infineon Technologies Batam Thomas Wevelsiep menyatakan, sejak bergabung di lokasi Batamindo Industrial Park pada 1996, perusahaan manufaktur berbasis teknologi itu kini telah mempekerjakan 2.260 karyawan di Batam.
”Di Batam kami merasakan kemudahan logistik dan kepabeanan dari dan ke Singapura lewat laut maupun udara. Selain itu infrastruktur dikembangkan dengan baik beserta pendukung lainnya seperti air bersih dan listrik. Dari segi lokasi, Batam juga dekat dengan Singapura dan Malaysia,” sebutnya.
Sementara terkait revitalisasi BP Batam yang rencananya berada langsung di bawah presiden, Jon Arizal menyambut positif. ”Kami senang kalau Batam langsung di bawah presiden karena dengan demikian maka kebijakan dan masalah-masalah yang ada di Batam itu bisa langsung diputuskan tanpa melalui birokrasi lagi. Kami sepakat perlunya penyempurnaan terhadap pengelolaan BP Batam ini, baik penyempurnaan kelembagaan, perizinan dan otoritas,” pungkasnya.
Inda susanti
Namun, dibutuhkan kebijakan dan dukungan infrastruktur untuk mendorong industri bernilai tambah tinggi di kawasan tersebut. Berdasar Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM), sepanjang semester I/2015 terdapat 158 proyek investasi di Batam dengan nilai USD331,6 juta. Angka ini naik dibanding periode yang sama pada 2014 dengan 31 proyek senilai USD117,5 juta.
Selama kurun Januari-Desember 2014 terdapat 135 perusahaan baru dengan nilai USD568 juta. ”Perusahaan asing masih eksis dan berminat untuk investasi di Batam. Bisa dilihat dari jumlahnya yang meningkat dibanding tahun lalu. Memang ada sekitar 2-3 perusahaan yang keluar, tetapi itu tidak berpengaruh terhadap pengembangan investasi di Batam,” ujar Wakil Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) Jon Arizal di selasela acara ”Batam Renewed Business Opportunities” yang diselenggarakan BP Batam bersama European Union-Indonesia Business Network (IEBN) di Jakarta kemarin.
Acara itu dihadiri 24 perwakilan Kedutaan Eropa dan 50 pengusaha Eropa. Dia menambahkan, Batam sangat strategis sebagai destinasi investasi mengingat lokasinya di jantung ASEAN serta akses yang mudah ke Singapura. Sebanyak 22 kawasan industri dengan lebih dari 1.000 perusahaan multinasional berlokasi di Batam.
Investasi di Batam pada tahun ini masih didominasi industri logam dan logam dasar, mesin, serta alat elektronik sebesar 64%. Menurut Jon, Batam juga didukung infrastruktur modern guna menunjang aktivitas bisnis dan produksi perusahaan, di antaranya empat pelabuhan laut dan lima terminal kapal feri.
”Saat ini Pelabuhan Batu Ampar juga sedang dalam tahap pengembangan. Adapun untuk jangka panjang, kita berencana mengembangkan Pelabuhan Tanjung Sauh yang letaknya di sebuah pulau tidak terlalu jauh dari Batam. Kita akan upayakan Tanjung Sauh sebagai Kawasan FZA juga,” sebutnya.
Direktur Pelaksana Indonesian Netherlands Association (INA) Elma Bauman mengatakan, Pemerintah Indonesia mengharapkan adanya peningkatan investasi asing terutama di sektor manufaktur.
Adapun, investor Eropa juga berminat untuk berinvestasi membangun infrastruktur. ”Kita akan lihat kesempatan apa yang ada di Batam. Saya kira tidak hanya manufaktur saja, mungkin perusahaan Eropa bisa berpartisipasi membangun infrastruktur seperti pelabuhan yang dibutuhkan di sana,” tuturnya.
Kepala Divisi Hubungan Internasional pada Sekretariat Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) Eddy Satriya mengatakan, upaya menarik swasta untuk berinvestasi di infrastruktur telah dilakukan antara lain melalui penyederhanaan tender, penyederhanaan prosedur untuk investasi di sektor pembangkit listrik, serta Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
”Pada 2015 ini terdapat sekitar 30-35 proyek infrastruktur yang baru dan sedang berjalan. Saya rasa Batam juga butuh kebijakan dan infrastruktur untuk mendorong industri bernilai tambah tinggi,” tandasnya.
Direktur Fasilitasi Promosi Daerah BKPM Aloysia Endang Wahyuningsih mengatakan, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 159/2015, untuk perusahaan dengan investasi minimum Rp1 triliun diberikan insentif berupa tax holiday dengan besaran 10- 100% selama 5-20 tahun terhitung mulai perusahaan berproduksi.
Bidang usahanya di antaranya industri logam dasar, industri pemurnian minyak (oil refinery), industri kimia dasar, dan industri mesin. ”Bidang usaha lain yang sedang dilirik adalah industri maritim seperti perkapalan,” sebutnya.
Endang menambahkan, masuknya perusahaan atau industri asing berpeluang pada transfer teknologi dan terutama penyerapan tenaga kerja. CFO PT Infineon Technologies Batam Thomas Wevelsiep menyatakan, sejak bergabung di lokasi Batamindo Industrial Park pada 1996, perusahaan manufaktur berbasis teknologi itu kini telah mempekerjakan 2.260 karyawan di Batam.
”Di Batam kami merasakan kemudahan logistik dan kepabeanan dari dan ke Singapura lewat laut maupun udara. Selain itu infrastruktur dikembangkan dengan baik beserta pendukung lainnya seperti air bersih dan listrik. Dari segi lokasi, Batam juga dekat dengan Singapura dan Malaysia,” sebutnya.
Sementara terkait revitalisasi BP Batam yang rencananya berada langsung di bawah presiden, Jon Arizal menyambut positif. ”Kami senang kalau Batam langsung di bawah presiden karena dengan demikian maka kebijakan dan masalah-masalah yang ada di Batam itu bisa langsung diputuskan tanpa melalui birokrasi lagi. Kami sepakat perlunya penyempurnaan terhadap pengelolaan BP Batam ini, baik penyempurnaan kelembagaan, perizinan dan otoritas,” pungkasnya.
Inda susanti
(ftr)