Belajar dari Ibu yang Selalu Memberi Inspirasi
A
A
A
Sebelum sukses di dunia properti, tak banyak yang tahu, Ishak Chandra memulai semua karirnya dari nol. Dilahirkan sebagai anak satu-satunya, Ishak Chandra pada usia empat tahun dibawa ibunya dari Surabaya ke Kota Jakarta.
Ibunya menjadi panutan dari sejak dahulu hingga sekarang, sebab banting tulang seorang ibu demi memenuhi kebutuhan sekolah dilakukan dengan bekerja sebagai pelayan. ”Ibu saya seorang waitress lho di resto. Tapi dari situ, saya belajar dari ibu saya bahwa dia satu-satunya orang yang paling bersyukur, masih bisa memberi di saat kekurangan. Ibu saya itu, hampir tak pernah mengeluh.
Dengan segala kekurangannya, berusaha membuat saya tumbuh,” ujar dia. Ibunda Ishak akhirnya wafat ketika usianya masih menginjak 18 tahun. pria asal Jawa Timur ini saat itu mulai menempuh bangku kuliah di Fakultas Hukum jurusan Hukum Bisnis di Universitas Indonesia. ”Saya kalau tak masuk di UI, tidak bakalan kuliah. Tabungan saya tak cukup barangkali. Saya sampai harus menabung dua minggu hanya untuk bisa makan bakmi,” ungkapnya.
Nasib baik terus melingkupi dunia Ishak Chandra ketika usianya menginjak 23 tahun. Saat itu penyuka bakmi ini diterima kerja di PT Astra, bahkan bisa dibilang telah menduduki jabatan manajer paling muda untuk seusianya. ”Saya sudah punya jabatan, saya menabung, punya sopir sendiri setahun kemudian. Hingga akhirnya saya ke Amerika melanjutkan sekolah dari biaya tabungan sambil bekerja,” ujarnya.
Namun, karena keasyikan kerja, ia melupakan kuliahnya. Hingga suatu malam Ishak Chandra bermimpi mengingat kata-kata ibunya. ”Saya sudah punya uang, saya punya kerja, tapi sekolah saya tidak kelar. Tahun 1995 saya bermimpi ibu saya, dia bilang: Kamu dulu mau sekolah tapi tidak punya uang. Sekarang kamu sudah punya uang tapi tidak mau sekolah.
Akhirnya, sekolah saya selesaikan dengan menjual rumah yang saya beli dari hasil kerja saya,” pungkasnya. Pria yang punya hobi berjalan-jalan ini mensyukuri segala hal yang telah dimiliki. Selalu belajar dari pergaulan dan tak mudah menghakimi seseorang mewarnai prinsip hidupnya. ”Saya simpel orangnya. Selalu bersyukur, itu saja.”
Ichsan amin
Ibunya menjadi panutan dari sejak dahulu hingga sekarang, sebab banting tulang seorang ibu demi memenuhi kebutuhan sekolah dilakukan dengan bekerja sebagai pelayan. ”Ibu saya seorang waitress lho di resto. Tapi dari situ, saya belajar dari ibu saya bahwa dia satu-satunya orang yang paling bersyukur, masih bisa memberi di saat kekurangan. Ibu saya itu, hampir tak pernah mengeluh.
Dengan segala kekurangannya, berusaha membuat saya tumbuh,” ujar dia. Ibunda Ishak akhirnya wafat ketika usianya masih menginjak 18 tahun. pria asal Jawa Timur ini saat itu mulai menempuh bangku kuliah di Fakultas Hukum jurusan Hukum Bisnis di Universitas Indonesia. ”Saya kalau tak masuk di UI, tidak bakalan kuliah. Tabungan saya tak cukup barangkali. Saya sampai harus menabung dua minggu hanya untuk bisa makan bakmi,” ungkapnya.
Nasib baik terus melingkupi dunia Ishak Chandra ketika usianya menginjak 23 tahun. Saat itu penyuka bakmi ini diterima kerja di PT Astra, bahkan bisa dibilang telah menduduki jabatan manajer paling muda untuk seusianya. ”Saya sudah punya jabatan, saya menabung, punya sopir sendiri setahun kemudian. Hingga akhirnya saya ke Amerika melanjutkan sekolah dari biaya tabungan sambil bekerja,” ujarnya.
Namun, karena keasyikan kerja, ia melupakan kuliahnya. Hingga suatu malam Ishak Chandra bermimpi mengingat kata-kata ibunya. ”Saya sudah punya uang, saya punya kerja, tapi sekolah saya tidak kelar. Tahun 1995 saya bermimpi ibu saya, dia bilang: Kamu dulu mau sekolah tapi tidak punya uang. Sekarang kamu sudah punya uang tapi tidak mau sekolah.
Akhirnya, sekolah saya selesaikan dengan menjual rumah yang saya beli dari hasil kerja saya,” pungkasnya. Pria yang punya hobi berjalan-jalan ini mensyukuri segala hal yang telah dimiliki. Selalu belajar dari pergaulan dan tak mudah menghakimi seseorang mewarnai prinsip hidupnya. ”Saya simpel orangnya. Selalu bersyukur, itu saja.”
Ichsan amin
(bbg)