BPDP Sawit Siap Danai Replanting 15.000 Hektare
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit siap memfasilitasi penanaman kembali (replanting) sawit milik petani seluas 15.000 hektare (ha).
Direktur Utama BPDP Kelapa Sawit Bayu Krisnamurthi mengatakan, lembaga tersebut akan membiayai proposal replanting yang masuk. ”Jadi nanti proposal yang masuk kita lihat sudah ada petaninya, rencana replanting ada, lokasi ada kita biayai. Ada yang kita biayai bibit, hidup, subsidi bunga tapi yang melakukan mereka sendiri,” ujar Bayu di Jakarta kemarin.
Dia melanjutkan, saat ini proposal yang sudah masuk dan sedang dikaji sudah mencapai 600 ha. ”Ada dua proposal. Kalau diambil dari cost -nya kirakira replanting 1 ha antara Rp40-50 juta,” ungkapnya. Bayu menambahkan, luasan area tanaman sawit yang akan direplanting akan terus ditambah. Jika tahun ini disiapkan sekitar 15.000 ha, tahun berikutnya bisa ditambah lagi 100 ha.
Bayu menuturkan, dana replanting akan diambil dari dana iuran para eksportir kelapa sawit yang sudah mulai dipungut sejak Juli 2015 lalu. Dana tersebut juga digunakan untuk pengembangan biofuel seiring dengan penerapan mandatory biodiesel sebesar 15%. ”Ini karena diatur oleh ESDM (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral). Nanti pengusaha biofuel akan mengklaim bahwa dia sudah mengirim ke Pertamina dan akan diverifikasi ESDM. Nanti ESDM akan diserahkan pada kami dan kami bayar,” jelasnya.
Bayu mengatakan saat ini industri kelapa sawit dalam kondisi sulit. Hal ini disebabkan harga minyak dunia turun drastis. ”Ditambah lagi pasar utama sawit Indonesia adalah ke China. Sekarang China sedang lesu,” terangnya. Bayu mengungkapkan, produksi sawit dalam negeri sedang berlimpah. Kondisi yang sama juga terjadi tahun lalu akibat permintaan yang anjlok dari negara importir.
”Kondisi ini juga berpengaruh pada ekspor Indonesia, di mana 10% pendapatan ekspor Indonesia berasal dari ekspor sawit. Dengan kondisi seperti ini, kita harus cari pasar lain. Pasar lain yang siap mendukung adalah biofuel. Kita semua sudah mengarah ke sana,” katanya. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Agrobisnis dan Pangan Franky O Widjaja mengatakan, industri kelapa sawit saat ini sangat berperan di tengah kelesuan ekonomi.
Oleh karena itu, peran pemerintah dalam program keberlanjutan dari sawit ini sangat membantu. ”Mandatori pencampuran 15% dari biofuel ini strategi yang sangat penting bagaimana bisa menggunakan energi terbarukan. Ini sangat strategis dan penting di mana bisa menjadi stabilator harga,” ujarnya. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Suryo Bambang Sulisto mengatakan, industri sawit Tanah Air masih menghadapi tantangan termasuk isu-isu pemanasan global.
”Industri sawit dalam perkembangannya mengalami tantangan. Industri sawit menyebabkan deforestasi hutan primer. Belakangan menghasilkan asap dari pembakaran. Meski mendapatkan pujian untuk biodiesel tapi belum bisa mengatasi masalah pemanasan global,” terangnya.
Oktiani endarwati
Direktur Utama BPDP Kelapa Sawit Bayu Krisnamurthi mengatakan, lembaga tersebut akan membiayai proposal replanting yang masuk. ”Jadi nanti proposal yang masuk kita lihat sudah ada petaninya, rencana replanting ada, lokasi ada kita biayai. Ada yang kita biayai bibit, hidup, subsidi bunga tapi yang melakukan mereka sendiri,” ujar Bayu di Jakarta kemarin.
Dia melanjutkan, saat ini proposal yang sudah masuk dan sedang dikaji sudah mencapai 600 ha. ”Ada dua proposal. Kalau diambil dari cost -nya kirakira replanting 1 ha antara Rp40-50 juta,” ungkapnya. Bayu menambahkan, luasan area tanaman sawit yang akan direplanting akan terus ditambah. Jika tahun ini disiapkan sekitar 15.000 ha, tahun berikutnya bisa ditambah lagi 100 ha.
Bayu menuturkan, dana replanting akan diambil dari dana iuran para eksportir kelapa sawit yang sudah mulai dipungut sejak Juli 2015 lalu. Dana tersebut juga digunakan untuk pengembangan biofuel seiring dengan penerapan mandatory biodiesel sebesar 15%. ”Ini karena diatur oleh ESDM (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral). Nanti pengusaha biofuel akan mengklaim bahwa dia sudah mengirim ke Pertamina dan akan diverifikasi ESDM. Nanti ESDM akan diserahkan pada kami dan kami bayar,” jelasnya.
Bayu mengatakan saat ini industri kelapa sawit dalam kondisi sulit. Hal ini disebabkan harga minyak dunia turun drastis. ”Ditambah lagi pasar utama sawit Indonesia adalah ke China. Sekarang China sedang lesu,” terangnya. Bayu mengungkapkan, produksi sawit dalam negeri sedang berlimpah. Kondisi yang sama juga terjadi tahun lalu akibat permintaan yang anjlok dari negara importir.
”Kondisi ini juga berpengaruh pada ekspor Indonesia, di mana 10% pendapatan ekspor Indonesia berasal dari ekspor sawit. Dengan kondisi seperti ini, kita harus cari pasar lain. Pasar lain yang siap mendukung adalah biofuel. Kita semua sudah mengarah ke sana,” katanya. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Agrobisnis dan Pangan Franky O Widjaja mengatakan, industri kelapa sawit saat ini sangat berperan di tengah kelesuan ekonomi.
Oleh karena itu, peran pemerintah dalam program keberlanjutan dari sawit ini sangat membantu. ”Mandatori pencampuran 15% dari biofuel ini strategi yang sangat penting bagaimana bisa menggunakan energi terbarukan. Ini sangat strategis dan penting di mana bisa menjadi stabilator harga,” ujarnya. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Suryo Bambang Sulisto mengatakan, industri sawit Tanah Air masih menghadapi tantangan termasuk isu-isu pemanasan global.
”Industri sawit dalam perkembangannya mengalami tantangan. Industri sawit menyebabkan deforestasi hutan primer. Belakangan menghasilkan asap dari pembakaran. Meski mendapatkan pujian untuk biodiesel tapi belum bisa mengatasi masalah pemanasan global,” terangnya.
Oktiani endarwati
(ars)