Bisnis Waralaba Perkuat Sektor Riil
A
A
A
JAKARTA - Bisnis waralaba dinilai bisa menjadi solusi menguatkan sektor riil di tengah perlambatan ekonomi saat ini. Sejauh ini bisnis waralaba teruji sebagai sebuah sistem usaha yang tangguh dan mampu bertahan dalam segala situasi.
Ketua Komite Tetap Waralaba, Lisensi, dan Kemitraan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Amir Karamoy mengatakan, pemerintah perlu menyisipkan strategi pengembangan bisnis waralaba dengan mendorong waralaba (franchise) lokal untuk mengangkat usaha mikro menengah.
”Kalau franchise menjadi suatu skema untuk investasi, maka ia akan memberikan nilai tambah yang besar. Kita bergerak dari sektor riil, franchise menjadi sektor investasi,” ujarnya di Jakarta kemarin. Amir melanjutkan, investasi di pasar waralaba relatif stabil, tidak seperti pasar saham yang rentan terkena guncangan. Namun, semua investasi pasti memiliki risiko masing-masing.
Karena itu, hal yang perlu disiapkan adalah membuat regulasi supaya orang-orang yang berinvestasi di sektor riil, yakni di sektor waralaba, mendapatkan perlindungan yang cukup. ”Ini momentum yang sangat tepat supaya sektor riil ini bergulir dengan banyaknya investasi. Tujuannya menciptakan lapangan kerja dan yang paling penting menumbuhkan daya beli,” katanya.
Jika pemerintah membuat waralaba ini menjadi sektor investasi, maka akan memperkuat pasar terutama saat menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). ”Ide ini baru negara kita yang punya, negara lain enggak punya. Jadi kita harus dorong, bisa dikerjakan danbuatregulasinya,” desaknya.
Menurut Amir, meski jumlah waralaba di Indonesia telah mencapai 700, secara umum dirasa masih kurang karena peluangnya yang sangat besar. Dari 700 usaha itu pun belum semuanya memenuhi persyaratan untuk benar-benar bisa diwaralabakan. ”Saya kira tugas pemerintah, termasuk juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Buatlah satu paket regulasi bagaimana mereka memenuhi persyaratan agar bisa go franchise ,” ungkapnya.
Amir menyebutkan, pertumbuhan waralaba di Indonesia sekitar 10-11% per tahun. Waralaba asing juga tidak menjadi ancaman karena memiliki kelemahan, yakni mereka harus menjual dalam rupiah namun harus membayar royalti dalam bentuk dolar. ”Franchise asing sekitar 40% dibanding lokal, tapi dari segi omzet asing lebih tinggi,” katanya. Ketua Umum Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia (Wali) Levita Supit mengatakan, bisnis waralaba Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat.
”Indonesia masih tetap sebagai target pasar dari masuknya waralaba asing yang kita lihat beberapa tahun ini membanjiri Indonesia. Namun, yang tidak kalah menariknya adalah waralaba lokal terus berkembang sampai saat ini, bahkan waralaba lokal sudah ada di beberapa negara Asia maupun Amerika,” ungkapnya. Levita melanjutkan, bisnis waralaba merupakan bisnis kreatif yang memberikan peluang kepada masyarakat untuk mengembangkannya.
Tren bisnis waralaba dalam 5-6 tahun terakhir dilakukan oleh orang-orang muda yang memiliki potensi dalam mengembangkan bisnis waralaba. ”Artinya kreativitas anak muda patut diacungi jempol. Bisnis ini membuka peluang bagi pelaku usaha dalam kondisi perekonomian kita saat ini,” ujarnya.
Oktiani endarwati
Ketua Komite Tetap Waralaba, Lisensi, dan Kemitraan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Amir Karamoy mengatakan, pemerintah perlu menyisipkan strategi pengembangan bisnis waralaba dengan mendorong waralaba (franchise) lokal untuk mengangkat usaha mikro menengah.
”Kalau franchise menjadi suatu skema untuk investasi, maka ia akan memberikan nilai tambah yang besar. Kita bergerak dari sektor riil, franchise menjadi sektor investasi,” ujarnya di Jakarta kemarin. Amir melanjutkan, investasi di pasar waralaba relatif stabil, tidak seperti pasar saham yang rentan terkena guncangan. Namun, semua investasi pasti memiliki risiko masing-masing.
Karena itu, hal yang perlu disiapkan adalah membuat regulasi supaya orang-orang yang berinvestasi di sektor riil, yakni di sektor waralaba, mendapatkan perlindungan yang cukup. ”Ini momentum yang sangat tepat supaya sektor riil ini bergulir dengan banyaknya investasi. Tujuannya menciptakan lapangan kerja dan yang paling penting menumbuhkan daya beli,” katanya.
Jika pemerintah membuat waralaba ini menjadi sektor investasi, maka akan memperkuat pasar terutama saat menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). ”Ide ini baru negara kita yang punya, negara lain enggak punya. Jadi kita harus dorong, bisa dikerjakan danbuatregulasinya,” desaknya.
Menurut Amir, meski jumlah waralaba di Indonesia telah mencapai 700, secara umum dirasa masih kurang karena peluangnya yang sangat besar. Dari 700 usaha itu pun belum semuanya memenuhi persyaratan untuk benar-benar bisa diwaralabakan. ”Saya kira tugas pemerintah, termasuk juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Buatlah satu paket regulasi bagaimana mereka memenuhi persyaratan agar bisa go franchise ,” ungkapnya.
Amir menyebutkan, pertumbuhan waralaba di Indonesia sekitar 10-11% per tahun. Waralaba asing juga tidak menjadi ancaman karena memiliki kelemahan, yakni mereka harus menjual dalam rupiah namun harus membayar royalti dalam bentuk dolar. ”Franchise asing sekitar 40% dibanding lokal, tapi dari segi omzet asing lebih tinggi,” katanya. Ketua Umum Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia (Wali) Levita Supit mengatakan, bisnis waralaba Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat.
”Indonesia masih tetap sebagai target pasar dari masuknya waralaba asing yang kita lihat beberapa tahun ini membanjiri Indonesia. Namun, yang tidak kalah menariknya adalah waralaba lokal terus berkembang sampai saat ini, bahkan waralaba lokal sudah ada di beberapa negara Asia maupun Amerika,” ungkapnya. Levita melanjutkan, bisnis waralaba merupakan bisnis kreatif yang memberikan peluang kepada masyarakat untuk mengembangkannya.
Tren bisnis waralaba dalam 5-6 tahun terakhir dilakukan oleh orang-orang muda yang memiliki potensi dalam mengembangkan bisnis waralaba. ”Artinya kreativitas anak muda patut diacungi jempol. Bisnis ini membuka peluang bagi pelaku usaha dalam kondisi perekonomian kita saat ini,” ujarnya.
Oktiani endarwati
(ars)