Penerbitan Deregulasi Aturan Dipercepat
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah akan mempercepat proses deregulasi atau penyesuaian berbagai peraturan yang selama ini menjadi penghambat aktivitas ekonomi. Mekanisme deregulasi, terutama peraturan pemerintah (PP), peraturan presiden (Perpres), dan instruksi presiden (Inpres), akan dilakukan dalam satu atap.
”Kami membicarakan bagaimana merancang mekanisme luar biasa agar cepat, maka (kantor) Kementerian Koordinator Perekonomian akan menjadi posko lalu lintas penyusunan undang-undang,” ujar Menteri Sekretaris Negara Pratikno seusai rapat koordinasi di Jakarta akhir pekan lalu.
Pratikno mengatakan, pembahasan deregulasi pun tidak lagi dilakukan di masingmasing kementerian/lembaga sehingga waktu lebih efisien. Selain itu, pembahasan juga dilakukan secara bersamaan. ”Kita semua kerja sama di sini. Jadi akan dilakukan rapat rutin,” ucapnya. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono berharap mekanisme penyelesaian yang baru bisa mempercepat proses deregulasi.
Dia mengatakan, proses deregulasi sebagai bagian dari paket kebijakan tahap pertama seharusnya selesai sebelum peluncuran paket tahap kedua. ”Mekanisme itu antara lain misalnya ada PP mau direvisi biasanya kan diparaf menteri harus keliling. Nanti di sini menterinya dipanggil, paraf di sini (kantor Kemenko Perekonomian,” jelasnya. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menargetkan, deregulasi peraturan berupa PP dan perpres akan selesai pertengahan September 2015.
Dengan demikian, pelaksanaan sudah bisa dilakukan pada minggu ketiga bulan ini, yang dibarengi dengan proses pengawalan pelaksanaan. ”Yang terpenting implementasi. Kita mempertimbangkan dengan sungguhsungguh kemudian menyiapkan apa yang diperlukan lebih lanjut,” imbuhnya. Adapun aturan yang akan dideregulasi pemerintah sebanyak 17 PP, 11 perpres, 2 inpres, 96 peraturan menteri (permen), dan 8 peraturan lainnya.
Kementerian/lembaga yang paling banyak mendapat tugas adalah Kementerian Perdagangan (30 permen dan 2 peraturan nonpermen). Wakil Ketua Umum Asosiasi Peritel Indonesia Tutum Rahanta memandang langkah pemerintah melakukan deregulasi merupakan pengakuan pemerintah yang salah dalam membuat kebijakan. Dia pun menilai, ke depan, pemerintah harus lebih berhati-hati dalam membuat aturan, terutama yang merugikan pelaku usaha.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Lembong menyatakan paket deregulasi ekspor-impor di Kementerian Perdagangan (Kemendag) dipercepat untuk meningkatkan daya saing di sektor industri dan membuka peluang bisnis yang lebih luas. Paket deregulasi diharapkan menciptakan efisiensi rantai pasok sehingga akan menyelesaikan kelangkaan barang di berbagai daerah, menurunkan disparitas harga barang dan menurunkan inflasi, serta akan membuka peluang kerja yang lebih banyak.
”Paket deregulasi dan debirokratisasi Kementerian Perdagangan meliputi ekspor dan impor dengan tujuan meningkatkan daya saing di sektor industri yang mencakup pengadaan impor bahan baku untuk keperluan industri dan kelancaran arus barang, serta membuka peluang bisnis yang lebih luas,” ujar Mendag. Selama ini, beban regulasi dan birokrasi menjadi kendala utama efisiensi perdagangan dalam memenuhi kebutuhan industri, konsumsi, dan ekspor.
Contohnya untuk ekspor terdapat 53 peraturan yang mencakup 2.278 jenis barang. Adapun untuk impor terdapat 79 peraturan yang mengatur 11.534 jenis barang sehingga sangat besar intervensi regulasi dan birokrasi dalam kelancaran perdagangan. Begitu banyak identitas sebagai pelaku ekspor maupun impor serta begitu beragam perizinan, rekomendasi, pemeriksaan, dan persyaratan dokumen yang diwajibkan untuk melakukan kegiatan ekspor impor.
Akibatnya, lanjut dia, kemampuan bersaing di pasar global bukan semata dari faktor eksternal dan kapasitas sumber daya manusia, melainkan beban regulasi dan birokrasi yang memperlambat perebutan peluang bisnis.
Menurut Mendag, dalam kebijakan deregulasi ini pemerintah memangkas peraturan, menyederhanakan berbagai perizinan, dan mengurangi persyaratan yang tidak relevan, serta menghilangkan pemeriksaan yang tidak diperlukan, yang selama ini ditetapkan oleh 15 kementerian/lembaga atau 18 penerbit perizinan.
Rahmat fiansyah/ inda susanti
”Kami membicarakan bagaimana merancang mekanisme luar biasa agar cepat, maka (kantor) Kementerian Koordinator Perekonomian akan menjadi posko lalu lintas penyusunan undang-undang,” ujar Menteri Sekretaris Negara Pratikno seusai rapat koordinasi di Jakarta akhir pekan lalu.
Pratikno mengatakan, pembahasan deregulasi pun tidak lagi dilakukan di masingmasing kementerian/lembaga sehingga waktu lebih efisien. Selain itu, pembahasan juga dilakukan secara bersamaan. ”Kita semua kerja sama di sini. Jadi akan dilakukan rapat rutin,” ucapnya. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono berharap mekanisme penyelesaian yang baru bisa mempercepat proses deregulasi.
Dia mengatakan, proses deregulasi sebagai bagian dari paket kebijakan tahap pertama seharusnya selesai sebelum peluncuran paket tahap kedua. ”Mekanisme itu antara lain misalnya ada PP mau direvisi biasanya kan diparaf menteri harus keliling. Nanti di sini menterinya dipanggil, paraf di sini (kantor Kemenko Perekonomian,” jelasnya. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menargetkan, deregulasi peraturan berupa PP dan perpres akan selesai pertengahan September 2015.
Dengan demikian, pelaksanaan sudah bisa dilakukan pada minggu ketiga bulan ini, yang dibarengi dengan proses pengawalan pelaksanaan. ”Yang terpenting implementasi. Kita mempertimbangkan dengan sungguhsungguh kemudian menyiapkan apa yang diperlukan lebih lanjut,” imbuhnya. Adapun aturan yang akan dideregulasi pemerintah sebanyak 17 PP, 11 perpres, 2 inpres, 96 peraturan menteri (permen), dan 8 peraturan lainnya.
Kementerian/lembaga yang paling banyak mendapat tugas adalah Kementerian Perdagangan (30 permen dan 2 peraturan nonpermen). Wakil Ketua Umum Asosiasi Peritel Indonesia Tutum Rahanta memandang langkah pemerintah melakukan deregulasi merupakan pengakuan pemerintah yang salah dalam membuat kebijakan. Dia pun menilai, ke depan, pemerintah harus lebih berhati-hati dalam membuat aturan, terutama yang merugikan pelaku usaha.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Lembong menyatakan paket deregulasi ekspor-impor di Kementerian Perdagangan (Kemendag) dipercepat untuk meningkatkan daya saing di sektor industri dan membuka peluang bisnis yang lebih luas. Paket deregulasi diharapkan menciptakan efisiensi rantai pasok sehingga akan menyelesaikan kelangkaan barang di berbagai daerah, menurunkan disparitas harga barang dan menurunkan inflasi, serta akan membuka peluang kerja yang lebih banyak.
”Paket deregulasi dan debirokratisasi Kementerian Perdagangan meliputi ekspor dan impor dengan tujuan meningkatkan daya saing di sektor industri yang mencakup pengadaan impor bahan baku untuk keperluan industri dan kelancaran arus barang, serta membuka peluang bisnis yang lebih luas,” ujar Mendag. Selama ini, beban regulasi dan birokrasi menjadi kendala utama efisiensi perdagangan dalam memenuhi kebutuhan industri, konsumsi, dan ekspor.
Contohnya untuk ekspor terdapat 53 peraturan yang mencakup 2.278 jenis barang. Adapun untuk impor terdapat 79 peraturan yang mengatur 11.534 jenis barang sehingga sangat besar intervensi regulasi dan birokrasi dalam kelancaran perdagangan. Begitu banyak identitas sebagai pelaku ekspor maupun impor serta begitu beragam perizinan, rekomendasi, pemeriksaan, dan persyaratan dokumen yang diwajibkan untuk melakukan kegiatan ekspor impor.
Akibatnya, lanjut dia, kemampuan bersaing di pasar global bukan semata dari faktor eksternal dan kapasitas sumber daya manusia, melainkan beban regulasi dan birokrasi yang memperlambat perebutan peluang bisnis.
Menurut Mendag, dalam kebijakan deregulasi ini pemerintah memangkas peraturan, menyederhanakan berbagai perizinan, dan mengurangi persyaratan yang tidak relevan, serta menghilangkan pemeriksaan yang tidak diperlukan, yang selama ini ditetapkan oleh 15 kementerian/lembaga atau 18 penerbit perizinan.
Rahmat fiansyah/ inda susanti
(ars)