Rizal Ramli Ajukan Opsi Pipanisasi Kilang Blok Masela
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli mengajukan opsi pipanisasi untuk pembangunan kilang di Blok Masela, Maluku. Ini lantaran pembangunan kilang dengan menggunakan fasilitas pengolahan LNG terapung (floating LNG/FLNG) yang diajukan Inpex Corporation dan Shell kemahalan.
Dia menjelaskan, biaya pembangunan floating unit yang diajukan operator Blok Masela sekitar USD19,3 miliar. Sementara menggunakan pipanisasi akan lebih minim biayanya atau sekitar USD14,6 miliar hingga USD15 miliar.
"Kalau bangun pipa, bisa lebih murah. Pipanya itu kita bikin 600 kilometer (km). Jadi dari lokasi ditemukannya gas, kita bangun pipa ke Pulau Aru," katanya di gedung BPPT, Jakarta, Senin (21/9/2015).
Menurutnya, pembangunan kilang dengan sistem pipanisasi akan membuat terjadinya pengembangan wilayah di Pulau Aru. Bahkan, dalam 10 tahun kepulauan di Indonesia Timur tersebut akan menjadi kota besar, seperti Balikpapan setelah adanya Blok Mahakam.
"Balikpapan kan dulu gara-gara ada Blok Mahakam, ada Total dan ditemukan gas akhirnya kotanya berkembang. Kalau kita bangun pipa ini sampai ke Pulau Aru, pada dasarnya kita akan bangun kota dalam 10 tahun mungkin sebesar Balikpapan," tutur dia.
Rizal mengatakan, dengan fasilitas onshore tersebut akan menciptakan lapangan kerja yang besar untuk masyarakat di sekitar wilayah tersebut. Penggunaan kandungan lokal (local content) tersebut akan lebih tinggi karena perlu pemasangan pipa sepanjang 600 km.
"Industri kita juga bakal hidup. Belum pembangunannya, belum nanti industri downstream-nya yaitu petrochemical, pabrik pupuk," imbuhnya.
Mantan Menko bidang Perekonomian ini menambahkan, cadangan gas di Lapangan Abadi ini sangat besar. Bahkan dimungkinkan akan ditemukan lagi cadangan gas baru. Maka, sistem pipanisasi akan jauh lebih efisien karena hanya tinggal menyambungkan pipa.
"Jadi, (dengan pipanisasi) tidak perlu di setiap lokasi kita bangun floating unit yang akan sangat mahal," ungkap dia.
Secara garis besar, mantan Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) ini lebih condong memilih sistem pipa untuk pembangunan kilang di Masela. Maka ada multiplier effect dengan berkembangnya wilayah di Indonesia Timur.
"Kalau enggak, kan cuma kita ambil saja gasnya dari situ, kita bawa kemana terus ekspor tapi daerah Indonesia Timur enggak akan menarik manfaatnya," tandasnya.
Dia menjelaskan, biaya pembangunan floating unit yang diajukan operator Blok Masela sekitar USD19,3 miliar. Sementara menggunakan pipanisasi akan lebih minim biayanya atau sekitar USD14,6 miliar hingga USD15 miliar.
"Kalau bangun pipa, bisa lebih murah. Pipanya itu kita bikin 600 kilometer (km). Jadi dari lokasi ditemukannya gas, kita bangun pipa ke Pulau Aru," katanya di gedung BPPT, Jakarta, Senin (21/9/2015).
Menurutnya, pembangunan kilang dengan sistem pipanisasi akan membuat terjadinya pengembangan wilayah di Pulau Aru. Bahkan, dalam 10 tahun kepulauan di Indonesia Timur tersebut akan menjadi kota besar, seperti Balikpapan setelah adanya Blok Mahakam.
"Balikpapan kan dulu gara-gara ada Blok Mahakam, ada Total dan ditemukan gas akhirnya kotanya berkembang. Kalau kita bangun pipa ini sampai ke Pulau Aru, pada dasarnya kita akan bangun kota dalam 10 tahun mungkin sebesar Balikpapan," tutur dia.
Rizal mengatakan, dengan fasilitas onshore tersebut akan menciptakan lapangan kerja yang besar untuk masyarakat di sekitar wilayah tersebut. Penggunaan kandungan lokal (local content) tersebut akan lebih tinggi karena perlu pemasangan pipa sepanjang 600 km.
"Industri kita juga bakal hidup. Belum pembangunannya, belum nanti industri downstream-nya yaitu petrochemical, pabrik pupuk," imbuhnya.
Mantan Menko bidang Perekonomian ini menambahkan, cadangan gas di Lapangan Abadi ini sangat besar. Bahkan dimungkinkan akan ditemukan lagi cadangan gas baru. Maka, sistem pipanisasi akan jauh lebih efisien karena hanya tinggal menyambungkan pipa.
"Jadi, (dengan pipanisasi) tidak perlu di setiap lokasi kita bangun floating unit yang akan sangat mahal," ungkap dia.
Secara garis besar, mantan Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) ini lebih condong memilih sistem pipa untuk pembangunan kilang di Masela. Maka ada multiplier effect dengan berkembangnya wilayah di Indonesia Timur.
"Kalau enggak, kan cuma kita ambil saja gasnya dari situ, kita bawa kemana terus ekspor tapi daerah Indonesia Timur enggak akan menarik manfaatnya," tandasnya.
(izz)