Inkonsistensi Pemerintah soal Harga BBM Bikin Pertamina Rugi Besar
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Energi Marwan Batubara menyebutkan, kebijakan pemerintah soal harga bahan bakar minyak (BBM) yang inkonsisten bisa membuat PT Pertamina (Persero) rugi besar.
Pasalnya, dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191/2014 tentang Penyedian, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM, yang menyebut bahwa harga jual ditetapkan tiap satu bulan sekali, faktanya tidak dilakukan dengan benar.
Marwan menjelaskan, ketika harga minyak dunia berada di kisaran USD60-an/barel pada 3-4 bulan lalu, pemerintah Indonesia urung untuk menaikkan harga BBM, sehingga menyebabkan Pertamina menanggung rugi.
"Dalam hal harga BBM, pemerintah itu menerbitkan Perpres Nomor 191/2014. Isinya bahwa harga BBM ditetapkan sesuai dengan harga keekonomian yang akan diubah setiap satu bulan sekali bergantung pada naik-turunnya minyak dunia. Masalahnya, pemerintah itu tidak konsisten. Pada 3-4 bulan lalu, minyak dunia USD60/barel, seharusnya harga BBM naik, tapi tidak naik. Ini mengakibatkan Pertamina merugi besar," kata Marwan kepada Sindonews di Jakarta, Minggu (4/10/2015).
Menurut dia, ketika Pertamina mengalami kerugian, itu karena pemerintah yang memaksa perusahaan minyak dan gas (migas) plat merah tersebut untuk tidak menjual BBM sesuai dengan harga keekonomian dan sesuai dengan harga minyak dunia. Padahal, dalam ketentuannya Perpres dikatakan bahwa harga keekonomian BBM akan diubah setiap bulan, disesuaikan dengan harga minyak dunia.
Meski pemerintah menjadi pemilik saham Pertamina, yang harus tunduk ke pemerintah, namun Pertamina juga dituntut untuk untung. Dengan demikian, jika BUMN migas itu selalu diintervensi untuk bisnis komersialnya maka harus berani mengungkapkan permasalahan secara jelas dan transparan terhadap inkonsistensi pemerintah.
Dalam regulasi yang dibuatnya, formula harga BBM keekonomian tersebut, pemerintah sudah menetapkan margin bagi Pertamina untuk bisa memperoleh untung 5-10% dari menjual BBM.
"Sekarang kalau sudah merugi begini, bingung kan mau dinaikkan atau tidak. Inkonsistensi pemerintah sendiri yang membuat Pertamina akhirnya harus menanggung rugi besar," pungkas dia.
Meluasnya pemberitaan mengenai Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta Pertamina untuk menurunkan harga BBM dibantah Menteri Energai dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, kemarin.
Dia mengatakan, Presiden Jokowi hanya meminta para menterinya untuk mencari solusi untuk kembali menggerakkan roda perekonomian Indonesia yang masih lambat.
"Yang saya tangkap, Presiden sedang terus nencari berbagai solusi bagaimana cara menggairahkan perekonomian yang sedang melambat. Kepada semua menteri diminta memikirkan stimulus ekonomi sesuai bidang masing- masing," katanya.
Baca:
Menteri ESDM Bantah Jokowi Minta Turunkan Harga BBM
Pertamina Belum Bisa Pastikan Harga BBM Turun
Pasalnya, dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191/2014 tentang Penyedian, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM, yang menyebut bahwa harga jual ditetapkan tiap satu bulan sekali, faktanya tidak dilakukan dengan benar.
Marwan menjelaskan, ketika harga minyak dunia berada di kisaran USD60-an/barel pada 3-4 bulan lalu, pemerintah Indonesia urung untuk menaikkan harga BBM, sehingga menyebabkan Pertamina menanggung rugi.
"Dalam hal harga BBM, pemerintah itu menerbitkan Perpres Nomor 191/2014. Isinya bahwa harga BBM ditetapkan sesuai dengan harga keekonomian yang akan diubah setiap satu bulan sekali bergantung pada naik-turunnya minyak dunia. Masalahnya, pemerintah itu tidak konsisten. Pada 3-4 bulan lalu, minyak dunia USD60/barel, seharusnya harga BBM naik, tapi tidak naik. Ini mengakibatkan Pertamina merugi besar," kata Marwan kepada Sindonews di Jakarta, Minggu (4/10/2015).
Menurut dia, ketika Pertamina mengalami kerugian, itu karena pemerintah yang memaksa perusahaan minyak dan gas (migas) plat merah tersebut untuk tidak menjual BBM sesuai dengan harga keekonomian dan sesuai dengan harga minyak dunia. Padahal, dalam ketentuannya Perpres dikatakan bahwa harga keekonomian BBM akan diubah setiap bulan, disesuaikan dengan harga minyak dunia.
Meski pemerintah menjadi pemilik saham Pertamina, yang harus tunduk ke pemerintah, namun Pertamina juga dituntut untuk untung. Dengan demikian, jika BUMN migas itu selalu diintervensi untuk bisnis komersialnya maka harus berani mengungkapkan permasalahan secara jelas dan transparan terhadap inkonsistensi pemerintah.
Dalam regulasi yang dibuatnya, formula harga BBM keekonomian tersebut, pemerintah sudah menetapkan margin bagi Pertamina untuk bisa memperoleh untung 5-10% dari menjual BBM.
"Sekarang kalau sudah merugi begini, bingung kan mau dinaikkan atau tidak. Inkonsistensi pemerintah sendiri yang membuat Pertamina akhirnya harus menanggung rugi besar," pungkas dia.
Meluasnya pemberitaan mengenai Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta Pertamina untuk menurunkan harga BBM dibantah Menteri Energai dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, kemarin.
Dia mengatakan, Presiden Jokowi hanya meminta para menterinya untuk mencari solusi untuk kembali menggerakkan roda perekonomian Indonesia yang masih lambat.
"Yang saya tangkap, Presiden sedang terus nencari berbagai solusi bagaimana cara menggairahkan perekonomian yang sedang melambat. Kepada semua menteri diminta memikirkan stimulus ekonomi sesuai bidang masing- masing," katanya.
Baca:
Menteri ESDM Bantah Jokowi Minta Turunkan Harga BBM
Pertamina Belum Bisa Pastikan Harga BBM Turun
(rna)