Pengecekan Pajak melalui Perbankan Sulit Dilakukan
A
A
A
JAKARTA - Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo mengemukakan, saat ini sulit bagi pemerintah melakukan pengecekan kepatuhan wajib pajak (WP) melalui kebijakan keterbukaan perbankan.
"Ada yang perlu diluruskan sekaligus dipikirkan lebih luas soal keterbukaan itu. Yang dimaksud data perbankan itu saya bisa mengetahui rekening orang kan. Itu mereka sudah punya kewenangan, tetapi memang kita kasih untuk pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan," ujarnya di Pulau Ayer, Kepulauan Seribu, Jakarta, Kamis (8/10/2015).
Yustinus mengatakan, pemerintah terutama Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang harus memperbaiki SOP-nya dengan meminta izin Menteri Keuangan. Kemudian Menkeu nanti meyurati kepala OJK, kemudian baru membuat putusan induk izin.
"Bikin ini yang susah. Tapi itu yang penting. Menurut saya dalam jangka pendek sudahlah kita membuat SOP, paling lama 30 hari. Kepala OJK harus sudah merespon permintaan buka rekening nasabah, begitu," tegasnya.
Namun, lanjut dia, ada yang lebih penting dari sebuah kebijakan untuk membuka rekening nasabah, yaitu sebelum pemeriksaan, penagihan dan penyidikan, harus dilakukan analisis oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Pemerintah harus mengandalkan lembaga ini.
"Karena dia kan menganalisis transaksi mencurigakan. Nah dia berperan, data PPATK ini kemudian untuk OJK. Karena kalau pakai cara sekarang, kita maunya buka UU kerahasiaan perbankan, ya susah," katanya.
Saat ini, PPATK Indonesia harus ada payungnya. Karena peraturannya baru sampai di tingkat dirjen. Jadi masih kalah dengan peraturan yang ada di atasnya. Berbeda dengan yang dimiliki oleh Amerika Serikat.
"Ini bisa diimprove supaya analisis pajak ada di sana. Di USA (Amerika) ada yang disebut Vincent, itu PPATK-nya Amerika, dan di Australia namanya Austrack, tugasnya itu. Memeriksa transaksi mencurigakan, lalu laporkan ke Dirjen Pajak," pungkasnya.
Baca juga:
Raihan Pajak hingga September Baru Mencapai 52%
Ditjen Pajak: 10 Perusahaan Sudah Dapat Tax Allowance
Alasan WP Harus Tempatkan Dana 10% agar Dapat Tax Holiday
"Ada yang perlu diluruskan sekaligus dipikirkan lebih luas soal keterbukaan itu. Yang dimaksud data perbankan itu saya bisa mengetahui rekening orang kan. Itu mereka sudah punya kewenangan, tetapi memang kita kasih untuk pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan," ujarnya di Pulau Ayer, Kepulauan Seribu, Jakarta, Kamis (8/10/2015).
Yustinus mengatakan, pemerintah terutama Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang harus memperbaiki SOP-nya dengan meminta izin Menteri Keuangan. Kemudian Menkeu nanti meyurati kepala OJK, kemudian baru membuat putusan induk izin.
"Bikin ini yang susah. Tapi itu yang penting. Menurut saya dalam jangka pendek sudahlah kita membuat SOP, paling lama 30 hari. Kepala OJK harus sudah merespon permintaan buka rekening nasabah, begitu," tegasnya.
Namun, lanjut dia, ada yang lebih penting dari sebuah kebijakan untuk membuka rekening nasabah, yaitu sebelum pemeriksaan, penagihan dan penyidikan, harus dilakukan analisis oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Pemerintah harus mengandalkan lembaga ini.
"Karena dia kan menganalisis transaksi mencurigakan. Nah dia berperan, data PPATK ini kemudian untuk OJK. Karena kalau pakai cara sekarang, kita maunya buka UU kerahasiaan perbankan, ya susah," katanya.
Saat ini, PPATK Indonesia harus ada payungnya. Karena peraturannya baru sampai di tingkat dirjen. Jadi masih kalah dengan peraturan yang ada di atasnya. Berbeda dengan yang dimiliki oleh Amerika Serikat.
"Ini bisa diimprove supaya analisis pajak ada di sana. Di USA (Amerika) ada yang disebut Vincent, itu PPATK-nya Amerika, dan di Australia namanya Austrack, tugasnya itu. Memeriksa transaksi mencurigakan, lalu laporkan ke Dirjen Pajak," pungkasnya.
Baca juga:
Raihan Pajak hingga September Baru Mencapai 52%
Ditjen Pajak: 10 Perusahaan Sudah Dapat Tax Allowance
Alasan WP Harus Tempatkan Dana 10% agar Dapat Tax Holiday
(dmd)