Pemerintah Diminta Bentuk BUMN Asuransi Syariah
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) meminta pemerintah membentuk perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam pengelolaan layanan asuransi syariah.
Ketua AASI, Adi Pramana mengatakan, saat ini belum ada lembaga keuangan syariah yang dimiliki pemerintah. Kalaupun ada, unit syariah atau lembaga keuangan syariah merupakan anak perusahaan dari BUMN.
"Jika saja pemerintah dengan political will yang dimilikinya, sedikit mengarahkan ke sini, tentunya akan semakin marak ekonomi syariah di negeri ini," kata Adi usai meluncurkan produk asuranis Si Abang Syariah di Jakarta, Selasa (13/10/2015).
Lebih lanjut dia menjelaskan, BUMN selain berperan sebagai penghasil dividen bagi negara juga bisa mempunyai misi kemanusiaan. Sangat tepat bila ekonomi kerakyatan ini didukung BUMN yang tangguh.
Bentuk lain political will yang bisa digerakkan pemerintah adalah social responsible investment (SRI) untuk diterapkan kepada seluruh pelaku perasuransian syariah. Selain corporate social responsibility (CSR), SRI akan sangat membantu para pelaku usaha kecil, menengah dan mikro (UMKM).
"Dengan adanya lembaga keuangan syariah yang dibentuk pemerintah, masyarakat tidak harus terbebani dengan jeratan riba yang bukan hanya menyulitkan secara duniawi tetapi juga menjerat pelakunya dalam hukum akhirat," tegasnya.
Menurut Adi, asuransi syariah merupakan sistem ekonomi saling menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya. Bagi pelaku asuransi syariah keuntungan diperoleh dengan memperoleh bagian atas pengelolaan bisnisnya (ujrah pengelola).
Pihak perantara yang terlibat dalam proses transaksi syariah berhak atas ujrah (fee, brokerage, commission) dari jerih payahnya. Selain mendapatkan perlindungan, para peserta pun turut memperoleh bagian atas keuntungan apabila transaksi tersebut memberikan nilai lebih (surplus underwriting).
"Bahkan, lebih jauh lagi pihak-pihak yang tidak terlibat misalnya masyarakat faqir, miskin, dhuafa dalam transaksi bisnis syariah pun bisa merasakan manfaat dari transaksi non-ribawi ini semisal dalam bentuk zakat, infak, shaqadah atau jariyah," tuturnya.
Sementara, Chairman of Media Relation, Education and Socialization AASI Ely Aswita menambahkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Koperasi dan UKM, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), dan AASI menjalin kerja sama meluncurkan dua produk asuransi mikro.
"Dua produk ini diberinama Asuransi Anti Bangkrut atau Si Abang untuk konvensional dan Si Abang Syariah untuk asuransi syariah," kata Ely.
Ketua AASI, Adi Pramana mengatakan, saat ini belum ada lembaga keuangan syariah yang dimiliki pemerintah. Kalaupun ada, unit syariah atau lembaga keuangan syariah merupakan anak perusahaan dari BUMN.
"Jika saja pemerintah dengan political will yang dimilikinya, sedikit mengarahkan ke sini, tentunya akan semakin marak ekonomi syariah di negeri ini," kata Adi usai meluncurkan produk asuranis Si Abang Syariah di Jakarta, Selasa (13/10/2015).
Lebih lanjut dia menjelaskan, BUMN selain berperan sebagai penghasil dividen bagi negara juga bisa mempunyai misi kemanusiaan. Sangat tepat bila ekonomi kerakyatan ini didukung BUMN yang tangguh.
Bentuk lain political will yang bisa digerakkan pemerintah adalah social responsible investment (SRI) untuk diterapkan kepada seluruh pelaku perasuransian syariah. Selain corporate social responsibility (CSR), SRI akan sangat membantu para pelaku usaha kecil, menengah dan mikro (UMKM).
"Dengan adanya lembaga keuangan syariah yang dibentuk pemerintah, masyarakat tidak harus terbebani dengan jeratan riba yang bukan hanya menyulitkan secara duniawi tetapi juga menjerat pelakunya dalam hukum akhirat," tegasnya.
Menurut Adi, asuransi syariah merupakan sistem ekonomi saling menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya. Bagi pelaku asuransi syariah keuntungan diperoleh dengan memperoleh bagian atas pengelolaan bisnisnya (ujrah pengelola).
Pihak perantara yang terlibat dalam proses transaksi syariah berhak atas ujrah (fee, brokerage, commission) dari jerih payahnya. Selain mendapatkan perlindungan, para peserta pun turut memperoleh bagian atas keuntungan apabila transaksi tersebut memberikan nilai lebih (surplus underwriting).
"Bahkan, lebih jauh lagi pihak-pihak yang tidak terlibat misalnya masyarakat faqir, miskin, dhuafa dalam transaksi bisnis syariah pun bisa merasakan manfaat dari transaksi non-ribawi ini semisal dalam bentuk zakat, infak, shaqadah atau jariyah," tuturnya.
Sementara, Chairman of Media Relation, Education and Socialization AASI Ely Aswita menambahkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Koperasi dan UKM, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), dan AASI menjalin kerja sama meluncurkan dua produk asuransi mikro.
"Dua produk ini diberinama Asuransi Anti Bangkrut atau Si Abang untuk konvensional dan Si Abang Syariah untuk asuransi syariah," kata Ely.
(izz)