IHCS: Impor Beras Kado Pahit Setahun Jokowi-JK
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan impor beras yang diwacanakan Kementerian Pertanian (Kementan) beberapa waktu lalu berbanding terbalik dengan janji pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) yang sejak kampanye menolak hal tersebut.
Ketua Eksekutif Indonesia Human Rights Committe for Social Justice (IHCS) Ridwan Darmawan mengatakan, kebijakan impor beras menjadi kado pahit bagi petani di saat pemerintahan Jokowi-JK genap berusia 1 tahun pada Selasa 20 Oktober 2015.
Kado pahit tersebut sekaligus juga melengkapi 'penderitaan' para petani disaat merayakan hari pangan internasional yang jatuh pada 16 Oktober 2015. (Baca: Mendag Malu-malu Bilang Pemerintah Akan Impor Beras)
"Isu kebijakan impor pangan khususnya beras, beberapa hari lalu yang diambil pemerintah, menjadi kado pahit bagi petani di negeri ini apalagi dikaitkan dengan umur pemerintah Jokowi-JK yang satu tahun ini," tutur Ridwan saat dihubungi Sindonews, Minggu (18/10/2015).
Bahkan, Ridwan mengatakan, gembar gembor soal jaminan dari pasangan Jokowi-JK ini untuk tidak mengimpor beras terbukti hanya bualan belaka. Terlebih 'impor beras' sempat menjadi senjata ampuh duet penguasa kabinet kerja ini pada awal pemerintahan mereka.
Belum lagi, kata Ridwan, pemerintah dinilai gagal membuktikan adanya dugaan mafia beras yang terjadi selama ini. "Kapan penegakan hukum atas para mafia itu dilakukan, tak jelas hingga kini. Lembaga pangan yang diamanatkan untuk diterbitkan pemerintah sebagaimana mandat UU Pangan juga tak kunjung selesai Perpresnya," paparnya.
Menurut eks aktivis 1998 ini, lembaga pangan bentukan pemerintah awalnya dipercaya akan mampu menjadi kebijakan nasional yang strategis dibidang pangan. Pasalnya lembaga ini langsung di bawah koordinasi presiden. Lembaga pangan ini berbeda dari lembaga semisal Badan Ketahanan Pangan yang di bawah Kementerian Pertanian.
Sayangnya, kata Ridwan, lembaga pangan tersebut sepertinya jalan di tempat dan cenderung gagal menjadi modal ampuh pertahanan pangan di Indonesia.
"Ini PR yang segera harus diselesaikan Jokowi. Agar kebijakan-kebijakan strategis tentang pangan bisa diambil dan diarahkan untuk sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat khususnya rakyat tani," ujarnya.
Ridwan menambahkan, meski soal impor beras baru sekadar wacana, namun impor beras sepertinya akan tetap dilakukan. Hal tersebut sebagaimana penegasan Kementerian Pertanian yang menginginkan adanya cadangan pangan. Ditambah, dari catatan aktivis serikat petani, yang menduga telah dicapai kesepatan antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Vietnam.
"Di salah satu media Vietnam sudah dilansir bahwa salah satu perusahaan di sana telah mendapatkan tanda tangan pemerintah RI untuk mengekspor beras sebanyak satu juta Ton. Mereka (Vietnam) yang menang tendernya," tandasnya.
Ketua Eksekutif Indonesia Human Rights Committe for Social Justice (IHCS) Ridwan Darmawan mengatakan, kebijakan impor beras menjadi kado pahit bagi petani di saat pemerintahan Jokowi-JK genap berusia 1 tahun pada Selasa 20 Oktober 2015.
Kado pahit tersebut sekaligus juga melengkapi 'penderitaan' para petani disaat merayakan hari pangan internasional yang jatuh pada 16 Oktober 2015. (Baca: Mendag Malu-malu Bilang Pemerintah Akan Impor Beras)
"Isu kebijakan impor pangan khususnya beras, beberapa hari lalu yang diambil pemerintah, menjadi kado pahit bagi petani di negeri ini apalagi dikaitkan dengan umur pemerintah Jokowi-JK yang satu tahun ini," tutur Ridwan saat dihubungi Sindonews, Minggu (18/10/2015).
Bahkan, Ridwan mengatakan, gembar gembor soal jaminan dari pasangan Jokowi-JK ini untuk tidak mengimpor beras terbukti hanya bualan belaka. Terlebih 'impor beras' sempat menjadi senjata ampuh duet penguasa kabinet kerja ini pada awal pemerintahan mereka.
Belum lagi, kata Ridwan, pemerintah dinilai gagal membuktikan adanya dugaan mafia beras yang terjadi selama ini. "Kapan penegakan hukum atas para mafia itu dilakukan, tak jelas hingga kini. Lembaga pangan yang diamanatkan untuk diterbitkan pemerintah sebagaimana mandat UU Pangan juga tak kunjung selesai Perpresnya," paparnya.
Menurut eks aktivis 1998 ini, lembaga pangan bentukan pemerintah awalnya dipercaya akan mampu menjadi kebijakan nasional yang strategis dibidang pangan. Pasalnya lembaga ini langsung di bawah koordinasi presiden. Lembaga pangan ini berbeda dari lembaga semisal Badan Ketahanan Pangan yang di bawah Kementerian Pertanian.
Sayangnya, kata Ridwan, lembaga pangan tersebut sepertinya jalan di tempat dan cenderung gagal menjadi modal ampuh pertahanan pangan di Indonesia.
"Ini PR yang segera harus diselesaikan Jokowi. Agar kebijakan-kebijakan strategis tentang pangan bisa diambil dan diarahkan untuk sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat khususnya rakyat tani," ujarnya.
Ridwan menambahkan, meski soal impor beras baru sekadar wacana, namun impor beras sepertinya akan tetap dilakukan. Hal tersebut sebagaimana penegasan Kementerian Pertanian yang menginginkan adanya cadangan pangan. Ditambah, dari catatan aktivis serikat petani, yang menduga telah dicapai kesepatan antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Vietnam.
"Di salah satu media Vietnam sudah dilansir bahwa salah satu perusahaan di sana telah mendapatkan tanda tangan pemerintah RI untuk mengekspor beras sebanyak satu juta Ton. Mereka (Vietnam) yang menang tendernya," tandasnya.
(izz)